Sabtu, 11 Juni 2011

PROGRAM LATIHAN TAHUNAN (PLT) TENIS

Oleh : SUBARNA
Dalam kehidupan modern ini, manusia tidak dapat dipisahkan dari olahraga. Baik sebagai arena adu prestasi maupun sebagai kebutuhan untuk menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat. Tenis merupakan salah satu cabang olahraga yang sangat popular dan banyak digemari di semua lapisan masyarakat.
Seperti halnya cabang olahraga yang mencakup aspek-aspek teknis tertentu. Untuk dapat bermain tenis baik bagi kaum amatir, lebih-lebih bagi pemain professional, seorang pemain dituntut untuk menguasai teknik-teknik memukul bola, langkah serta gerakan tubuh yang sesuai. Untuk kompetisi suatu kejuaraan seorang pemain tidak hanya dituntut pengetahuan teknis yang memadai, tetapi juga latihan yang intensif.

Banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi tenis menjadikan Indonesia sangat sulit untuk mendapatkan mencapai prestasi maksimal dalam suatu even. Sangat ironi memang dengan jumlah penduduk yang begitu banyak, Indonesia saat ini belum mampu memperlihatkan prestasi terbaiknya dalam kancah regional maupun internasional.
Terlepas dari hal itu, salah satu faktor yang perlu dipikirkan dan diperhatikan terutama dalam hal ini pelatih adalah perencanaan program latihan. Program latihan merupakan serangkaian rencana latihan yang sistematis yang didasari oleh landasan ilmiah serta bertujuan untuk membantu atlet untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya. Tanpa kemahiran pelatih dalam menyusun suatu program latihan yang baik, maka tidak mungkin pula dia bisa melaksanakan training secara terorganisasi dengan baik (Harsono, 2004:6). Berdasarkan hal itu, maka kami mencoba menyusun Program Latihan Tahunan (PLT) 9 bulan dengan siklus tunggal. PLT ini diharapkan dapat meningkatkan prestasi atlet secara maksimal dengan puncak prestasinya (peak-nya) di pertandingan yang paling penting di tahun itu (Harsono, 2004:13). PLT ini terdiri atas Tahap Persiapan Umum (TPU) selama 2 bulan, Tahap Persiapan khusus (TPK) selama 2 bulan, Tahap Pra Pertandingan TPP selama 2 bulan, dan Tahap Pertandingan Utama (TPUT) selama 3 bulan.
Atas segala kekurangan yang disajikan dalam penyajian PLT ini, kami mohon maaf sebesar-besarnya. Segala kritik dan saran kami terima dengan tangan terbuka. Semoga PLT ini bermanfaat bagi pengembangan olahraga tenis di tanah air.
BAB I
PENTINGNYA PERENCANAAN PROGRAM LATIHAN (PPL)

Perencanaan program atau training plan merupakan alat yang penting bagi pelatih untuk bias melaksanakan program secara terorganisasi dengan baik (well organized). Tanpa kemahiran pelatih dalam menyusun suatu program latihan yang baik, maka tidak mungkin pula dia bisa melaksanakan training secara terorganisasi dengan baik. Sebab kalau perencanaannya tidak bagus, hasilnya pun tak mungkin bagus. Sebaliknya kalau perencanaannya bagus, prestasi atletpun akan meningkat.
Pelatih dalam perencanaan program latihan harus memahami hokum-hukum/prinsip-prinsip dan metodologi pelatihan yang benar seperti prinsip spesifik, overkompensasi, recoveri, second wind, overload, multilateral, devolepment, densitas latihan, reversibility, volume dan durasi latihan.
Tugas utama pelatih ialah untuk menyiapkan atletnya sebaik mungkin agar dalam pertandingan kelak dia mampu berprestasi semaksimal mungkin. Agar persiapan dan latihan dapat dilakukan secara efektif, pelatih harus menyusun program untuk pengembangan atlet dalam aspek-aspek teknik (skill, keterampilan), taktik, kondisi fisik dan kondisi faaliah tubuhnya (conditioning) termasuk aspek psikologisnya.
Jadi proses perencanaan program latihan harus didasarkan pada prosedur yang metodis, sistematis, ilmiah, agar bias bekerja seefektif mungkin pelatih tentunya harus mempunyai kepekaan professional yang tinggi serta pengalaman yang luas dalam bidang pendidikan jasmani dan kepelatihan.






BAB II
PERIODISASI (TAHAP LATIHAN)

Pentahapan atau periodisasi adalah proses membagi-bagi program latihan tahunan ( PLT ) dalam tahap-tahap latihan yang lebih kecil. Tujuannya adalah agar program jangka panjang bisa dikelola dalam segmen-segmen yang lebih kecil sehingga kemungkinan mencapai puncak prestasi di pertandingan utama terwujud.
Jadi periodisasi dalam PLT adalah proses membagi program tahunan dalam beberapa tahap latihan (phase of training), disebut juga “ musim-musim latuhan” atau training seasons. Keduanya mempunyai arti dan tujuan yang sama yaitu untuk memungkinkan program dirancang secara khusus sehingga peaking ( pemuncakan performa / prestasi ) dicapai pada pertandingan penting pada waktu dan tanggal yang direncanakan. Jadi secara sederhana periodisasi diterjemahkan dengan pentahapan, yang system,metode,bentuk dan porsi latihan disetiap tahap mempunyai tujuan yang spesifik dan atlet dipersiapkan untuk latihan berikutnya yang lebih “advance” ( lebih meningkat kinerjanya.)
PERENCANAAN PERIODISASI
Planning atau perencanaan program oleh pelatih, namun atlet top yang berpengalaman bisa membantu dalam perencanaan program latihan tersbut. Faktor yang paling sukar mencapai prestasi adalah menyusun program latihan yang sesuai kebutuhan atlet,yang diukur secara objektif. Karena bila dilakukan secara subjektif atau mengandalkan “instinct”, “feeling” atau “menurut pengalaman dulu” maka keberhasilan akan “ kenetulan” saja. Metode periodisasi adalah cara yang paling baik.
TAHAP-TAHAP LATIHAN
Program (PLT) dibagi dalam sejumlah tahap periode latihan, dalam siklus makro (bulanan), mikro (mingguan), dan sesi-sesi latihan harian, bisa satu sesi atau dua sesi sehari, “……….daily or twice daily training seasons” ( Rushall dan Pyke : 1990) . Matveyev (1981) menambahkan satu siklus diantara siklus macro dan mikro yang disebut siklus meso ( meso – cycle) yang menurut dia merupakan jembatan antara macro dan mikro.
PLT untuk cabang olahraga dibagi dalam tiga tahap yaitu :
a. Tahap Persiapan ( preparation period)
b. Tahap Pertandingan ( competition period), dan
c. Tahap Transisi ( taransition period) (Bompa : 1994 )
Maksud dan tujuan setap tahap latihan sama. Contohnya Jarver (1986) menamakan setiap tahap tersebut “…………fuondation, preparation, competitive, dan active rest”. Morehouse (1963) menyebutnya pre- season, early season, mid season, late season, dan post season. Pyke (1991) menamakan pre-season, in season, dan active rest. Sedangkan Harsono (1988) mengistilahkan sebagai musim persiapan, musim peningkatan prestasi, musim pematangan juara, dan musim usai pertandingan.
Tahap-Tahap Bagian (Sub-Phases of Training)
Tahap Persiapan dan Tahap Pertandingan dibagi menjadi dua tahap yang disebut tahap bagian atau sub-phase. Tahap Persiapan dibagi menjadi Tahap Persiapan Umum (TPU) dan Tahap Persiapan Khusus (TPK). Sedangkan Tahap Pertandingan dibagi menjadi Tahap Pra-Pertandingan (TPP) dan Tahap Pertandingan Utama (TPUT). Pembagian ini perlu karena sasaran atau tujuan dan subsatansi latihan berbeda dan harus berbeda
PROGRAM LATIHAN TAHUNAN

TAHAP TAHAP TAHAP TAHAP
LATIHAN PERSIAPAN PERTANDINGAN TRANSISI
TAHAP
BAGIAN TPU TPK TPP TPUT TRANSISI

Tahap Latihan dan Tahap Bagian (Sub-Phase)

Penjelasannya adalah :
1. Tahap Persiapan dibagi menjadi :
a. Tahap Persiapan Umum (TPU) atau general preparation phase
b. Tahap Persiapan khusus (TPK) atau specific preparation phase
2. Tahap Pertandingan dibagi menjadi :
a. Tahap Pra-Pertandingan (TPP) atau pre- competition phase
b. Tahap Pertandingan Utama (TPUT) atau main competition phase

Siklus Makro dan Siklus Mikro
Tujuan dari setiap siklus kecil tersebut adalah spesifik dan merupakan rincian dari sasaran umum PLT. Satu siklus makro berlangsung selama satu bulan, dan satu suklus mikro satu minggu. Namun tidak mutlak. Rushall dan Pyke (1990) mengatakan “ Macrocycle are periods of 3-5 weeks (monthly), while microcycles are 7-10 days (weekly) in length. There usually 3-5 microcycles per macrocycle.” Jadi berlngsung selama 3-5 minggu (bulanan), dan siklus mikro selama 7-10 hari. Dan biasanya ada 3-5 mikro per 1 makro
Ada juga pelatih menggunakan satu siklus latihan lagi dalam programnya yaitu siklus meso (mesocycle) yang menjembatani siklus macro dengan siklus mikro. Menurut Matveyev (1981) “ One mesocycle concists of a minimum two microcycle.”





Siklus Mikro. Merupakan perangkat fungsional yang penting dalam program latihan keseluruhan karena struktur dan isi program latihan menentukan kualitas dari proses latihan. Siklus Mikro didasarkan pada sasaran umum dari program dalam siklus makro (bulanan). Siklus Makro didasarkan pada sasaran program latihan secara keseluruhan. Isi atau materi latihan setiap siklus belum tentu sama, karena tergantung tujuan, volume, intensitas, dan metode latihan dan tergantung pada aspek yang dominant pada suatu tahap latihan. Contohnya, dalam TPU aspek dominant adalah volume latihan, dan meningkatkan kondisi fisik bukan keterampilan teknik.

Kriteria merancang suatu siklus mikro.
Dalam merancang suatu siklus mikro perlu mempertimbangkan :
a. Tetapkan sasaran atau tujuan utama, terutama faktor-faktor latihan yang dominant misalnya meningkatkan daya tahan dan perbaikan teknik menendang
b. Tentukan aras (level) latihan yang optimal, seperti volume latihan (misalnya 70%), intensitas latihan (misalnya medium), jumlah sesi latihan dan kompleksitas latihan
c. Hari apa latihan berat, kapan ringan, kapan medium. Artinya berapa peak yang diterapkan yang ditetapkan dalam mikro tersebut. Bisa satu atau dua peak (hari latihan berat), tergantung dari tahap latihannya. Dalam TPP atau TPUT bisa tiga peak dalam satu mikro
d. Tentukan karakteristik latihannya dengan mengacu kepada metode latihan yang akan diterapkan pada setiap sesi latihan
e. Tentukan hari apa dilakukan tes, uji-coba, pertandingan, sesuai program tahunan
f. Hari pertama siklus mikro dimulai dengan intensitas latihan yang rendah atau medium, kemudian disusul dengan yang intensif.
g. Sebelum tes uji-coba atau pertandingan, suklus mikro berisi satu peak 3-5 hari sebelum pertandingan

Selain itu tentukan pula berapa sesi latihan dalam satu hari, pagi saja, sore saja, atau pagi sore dan jam berapa latihannya. Sebelum mulai siklus mikro adakan pertemuan antara pelatih dan atlet agar tahu yang harus dilakukan. Dalam pertemuan tersebut mendiskusikan :
a. Tujuan tiap faktor latihan serta performa latihan atau standar tes (fisik,teknik) yang harus dicapai dalam siklus mikro tersebut
b. Metode latihan untuk mencapai tujuan
c. Rincian program (waktu latihan, volume dan intensitas latihan)
d. Kalau siklus mikro diakhiri dengan tes atau pertandingan, jelaskan mengenai tes atau pertandingan (tempat, lawan, jam berapa,dll) dan motivasi atlet mencapai sasaran yang ditetapkan

Evaluasi. Usai setiap macro, pelatih melakukan pertemuan evaluatif
dengan para atlit untuk :
a. Menganalisis apakah sasaran atau tujuan latihan sudah atau belum tercapai
b. Menganalisis aspek-aspek negatif dan positif sehubungan prilaku atlet, motivasi,ketekunan berlatih,dan lain-lain
c. Memberikan kesempatan kepada atlit untuk menyampaikan komentar atau penilaian terhadap latihan-latihan pada mikro yang lalu
d. Kalau perlu, adakan perubahan-perubahan untuk program latihan yang akan dating diterapkan pada siklus mikro berikutnya
e. Macam-macam informasi lain yang dipandang perlu

Komponen-Komponen dalam Setiap Tahap Latihan
Fisik. Sebagai pedoman umum, tahap persiapan menekankan pada latihan kondisi fisik, namun menyisihkan waktu untuk melatih keterampilan-keterampilan dasar. Karena belajar keterampilan (teknik gerakan) dan taktik memerlukan waktu lama. Misalnya dalam TPU meliputi komponen fisik dasar seperti daya tahan, kelentukan, dan kekuatan otot. Sedangkan pada TPK komponen fisik yang dilatihkan adalah komponen spesifik atau khusus misalnya power, agilitas, daya tahan otot, kecepatan, dan daya tahan kecepatan (stamina). Latihan power tidak efektif kalau kekuatan otot belum berkembang. Sebelum latihan stamina, daya tahan aerobik harus dilatih terlebih dahulu.

Volume dan intensitas latihan.
Pedoman merencanakan volume dan intensitas latihan adalah, pada tahap persiapan menekankan pada volume (kuantitas) latihan, sedangkan intensitas latihan masih rendah. Pada tahap pertandingan (competition period ) yang dominant adalah intensitas latihan sedangkan volume menurun. Intensitas latihan didesain dengan system gelombang atau wave –like system (naik-turun-naik-turun, dan seterusnya) atau step-type approach, tujuannya adalah agar tubuh melakukan proses regenerasi





Intensitas yang tinggi untuk hari berikutnya harus rendah agar tubuh bisa regenerasi dan overkonpensasi. Bila disusul dengan intensitas medium pada hari berikutnya maka sisa-sisa kelelahan hari sebelumnya masih terasa. Keadaan ini menambah tingkat kelelahan yang tinggi (increased level of fatique).
Rikoveri (pemulihan, recovery). Menghadapkan atlet terhadap satu stimulus harus seimban (rikoveri) Karena rikoveri lambat prosesnya dibanding munculnya kelelahan (fatique), maka setiap siklus mikro sebaiknya diakhiri dengan pengurangan rangsangan (stimulus reduction). Tujuannya untuk menjaga kalau tidak ada rikoveri yang cukup sebelum latihan berikutnya. Ricoveri sama penting dengan latihan. Tidak “adil” (appropriate) untuk meng-ekspose atlet terhadap rangsangan latihan yang berat bila sebelumnya tidak diberi kesemoatan untuk pulih asal dari rangsangan latihan sebelumnya.




BAB III
TAHAP PERSIAPAN
Tahap persiapan ini merupakan tahap yang amat penting dalam keseluruhan program tahunan. Karena ditahap ini diletakkan dasar-dasar kerangka umum dari latihan fisik, teknik, taktik dan mental sebgai persiapan untuk tahap pertandingan yang akan dating.
Seperti telah digambarkan sebelumnya, tahap ini dibagi dua tahap bagian (sub-phases) , yaitu yang dinamakan TPU dan TPK. TPU sering direncanakan lebih lama daripada TPK, terutama untuk atlet pemula yang kondisi fisiknya masih kurang baik. Jadi dalam tahap persiapan yang misalnya 4 bulan (16 mikro), TPU bias 10 mikro, sedangkan TPK 6 mikro.
Sebelum tahap persiapan dimulai, sebagiknya atlet didiagnosa medik dan fisik untuk mengetahui status kesehatan dan kondisi fisik awalnya. Tes medik harus dilakukan serinci dan secermat mungkin oleh seorang dokter ahli yang, kalau mungkin mempunyai latar belakang dalam olahraga. Tes medik antara lainmengenai keadaan umum atlet seperti tekanan darah, frekuensi nadi, hemoglobin, EKG istirahat, EKG latihan, dll. Selain itu faal paru juga perlu dites, misalnya kapasitas vital, kapasitas pernapasan maksimal dll.
Tes fisik pada permulaan program yang harus dites ialah kemampuan VO2 max dan DNM ( Denyut Nadi Maksimal) atau MHR (maximum Heart Rate) setiap atlet. Tanpa mengetahui dulu kemampuan VO2 max dan DNM atlet, pelatih tak akan bias menentukan secara objektif beban atau intensitas latihan optimal setiap atletnya secara cermat.
VO2 max bisa dites Balke (lari 15 menit) atau multistage fitness test (beep test). Sedangkan DNM bisa dites dengan tes lari 5 menit maksimal atau dengan ergo-cycle selama 5 menit, dengan 20-30 detik mengayuh secepat-cepatnya.
Tes MHR penting untuk mengetahui kemampuan maksimal daya tahan aerobik atlet. Tanpa mengetahui ini, sukar kita akan bisa menentukan persentase intensitas latihannya kelak. Diagnosa dan tes-tes tersebut adalah penting guna mengetahui status awal kesehatan dan kondisi fisik atlet, agar pelatih tak terlalu sukar untuk menyusun program latihan yang. sesuai bagi setiap individu kelak.
Baik dalam TPU maupun TPK, latihan ditekankan pada perkembangan fisik dengan volume yang tinggi agar kelak dalam tahap-tahap selanjutnya latihan teknik dan taktik bisa dimaksimalisasi. Volume latihan yang tinggi akan menghasilkan atlet yang memiliki daya tahan yang tinggi pula sehingga atlet tidak mudah lelah, siap menerima beban latihan yang berat, cepat pulih-asal, dan psikologis tegar.
Sejak TPU sampai TPK, volume meningkat secara bertahap sampai mencapai kira-kira 80%. Untuk mengakomodasi volume yang tinggi tersebut. intensitas latihan umumnya rendah sampai medium (60-70%). Dalam tahap ini dilakukan pembenahan teknik dan taktik, namun belum ditekankan sebagaimana latihan fisik. Latihan mental: disiplin diri, rileksasi,komunikasi, konsentrasi, kepatuhan kepada pelatih dan acara latihan, dll.
Jadi secara umum, tujuan latihan dalam Tahap Persiapan antara lain:
a. Lakukan tes medik dan fisik untuk mengetahui status awal atlet.
b. Kembangkan kondisi fisik umum.
c. Kembangkan aspek teknik dan benahi aspek taktik.
d. Volume latihan tinggi, intensitas rendah sampai medium.
e. Tanamkan karakteristik psikologis khas cabor tenis.
f. Kembangkan unsur-unsur kerjasama antar individu dan pasangan
BAB IV
TAHAP PERSIAPAN UMUM (TPU)

TPU ini bisa berlangsung sekitar 2 bulan, artinya 2 makro atau 8 mikro (tergantung dari kondisi awal atlet, terutama kondisi fisiknya). Penekanan pada latihan kondisi fisik umum (daya tahan, kelentukan, kekuatan, unsur-unsur dasar kecepatan) guna membangun dasar-dasar kebugaran fisik dan kemampuan biomotorik yang solid. Tanpa kondisi fisik yang prima, pelatih tak akan bisa memaksimalkan latihan teknik dan taktik kelak di tahap-tahap latihan berikutnya. Selain latihan fisik, adakan pula perbaikan elemen-elemen teknik, dan dasar-dasar dari beberapa manuver taktik permainan. Demikian juga penanaman karakteristik psikologis cabor tenis.
A. Sasaran :
- Membangun dasar-dasar kebugaran fisik dan kemampuan
biomotorik yang kokoh (solid) : daya tahan, kekuatan, fleksibilitas.
- Memperbaiki kesalahan-kesalahan elemen teknik dasar tenis.
- Memperbaiki kesalahan-kesalahan dari taktik tenis
- Mengembangkan unsur disiplin, loyalitas, motivasi berlatih, serta kekompakan pasangan
B . Karakteristik :
- Latihan Fisik dominant (70 %)
- Latihan Teknik (30 %)
- Volume latihan tinggi, ditingkatkan secara bertahap sampai
sekitar 80 %, intesitas latihan 60 % - 70%
BAB V
TAHAP PERSIAPAN KHUSUS (TPK)
Dalam PLT 9-10 bulan, lama TPK bisa berlangsung selama dua sampai dua setengah bulan, artinya 8 - 10 mikro. Latihan fisik dasar yg. dilatih di TPU masih bisa dilanjutkan di awal TPK. Selambat-lambatnya di makro ke-2 TPK, karakteristik latihannya harus lebih spesifik ke cabor tenis, baik teknik, taktik, maupun unsur-unsur biomotorik.
A. Sasaran
- Pengembangan unsur-unsur fisik dasar yang telah dikembangkan di TPU dikonversikan menjadi unsur fisik yang lebih tinggi kualitasnya dan lebih spesifik cabang olahraga tenis (Stamina, agilitas, mobilitas, power, daya tahan otot, kecepatan).
- Penyempurnaan elemen-elemen teknik dasar tenis.
- Penyempurnaan elemen-elemen taktik tenis.
- Peningkatan konsentrasi, semangat berlatih,kekompakan pasangan, semangat juang.
B . Karakteristik
 Latihan Fisik 50 %
 Latihan Teknik 40 %
 Taktik 10 %
 Volume latihan masih naik secara progresif sampai kira-kira mendekat akhir TPK
 Di akhir TPK, intensitas meningkat secara progresif
 Uji Coba / pertandingan sudah dilaksanakan pada akhir TPK
BAB VI
TAHAP PRA PERTANDINGAN (TPP)
TPP ini bisa berlangsung selama 2 – 2 ½ bulan. Sesuai dengan prinsip “kekhususan” (specificity of training), latihan harus lebih khusus ditujukan kepada cabor tenis termasuk latihan fisik.
A. Sasaran :
- Pemeliharaan dan peningkatan unsur-unsur fisik yang spesifik seperti stamina, power, daya tahan otot, kelincahan, kecepatan.
- Peningkatan kombinasi dan rangkainan berbagai teknik dasar tenis.
- Penyempurnaan manuver-manuver taktik tenis.
- Peningkatan kekompakan pasangan , semangat bertanding, pantang menyerah, dan sportivitas.
B. Karakteristik :
- Latihan Fisik 30 %
- Latihan Teknik (50 % - 40 %)
- Latihan Taktik (20 % - 30 %)
- Volume latihan menurun, namun intensitas tetap tinggi
- Unloading singkat sebelum uji coba.

BAB VII
TAHAP PERTANDINGAN UTAMA (TPUT) + UNLOADING
Karena banyak try-out, TPUT bisa berlangsung sekitar 3 bulan. Potensi fisik, teknik, taktik, kinerja mental, digali seoptimal mungkin.Tetap berlatih fisik spesifik cabor tenis untuk mempertahankan (maintain) kondisi yang telah dikembangkan di tahap-tahap sebelumnya.
Penekanan latihan ialah pada peningkatan aspek taktik (terutama “tactical sense” setiap individu atlet) yang sudah dikembangkan di TPP. Setiap pola penyerangan dan pertahanan haruslah dilatih sedemikian rupa sehingga berkembang menjadi “. . . a smoothly functioning and precision unit.”
A. Sasaran :
- Mempertahankan kondisi yang telah dikembangkan di tahap-tahap
Sebelumnya.
- Penyempurnaan dan konsolidasi teknik
- Peningkatan semangat bertanding, kepercayaan diri, pantang menyerah, kerjasama tim
b. Karakteristik :- Latihan Fisik 20 %
- Latihan Teknik 30 % - 20 %
- Latihan Taktik 50 % - 60 %
- Volume latihan menurun
- Intensitas naik secara progresif, bisa sampai 90 %
- Unloading 14 hari sebelum hari

BAB VII
TAHAP TRANSISI
Tahap usai pertandingan ini disebut tahap transisi karena merupakan tahap perpindahan (transisi) dari program PLT sebelumnya ke program PLT tahun berikutnya. Tahap ini biasanya berlangsung sekitar 6 minggu. Active recovery training, misalnya recreational sport activities seperti : hiking, fartlek, renang, dll. yang intensitasnya rendah-medium guna mempertahankan tingkat kondisi fisik sampai sekitar 60%. Hal ini adalah penting agar pada permulaan program PLT tahun depan kondisi atlet tetap baik. Tujuan memberikan istirahat fisik, “. . . psychogical rest, relaxation, and biological regeneration” (Bompa:1994); karena itu disebut juga “regeneration/rebuilding phase”, jadi latihannya dalam suasana rileks (efek psikologis). Tujuan lain: rehabilitasi cedera otot dan tendon. Tahap ini digunakan untuk menganalisis penampilan atlet/tim pada pertandingan yang lalu. Setelah film-film, foto-foto dievaluasi dan dianalisis, kemudian dilakukan perbaikan teknik, taktik, fisik, untuk penampilan yang lebih baik di musim latihan berikutnya.
Pentingnya latihan dalam tahap transisi ini terutama ialah utk. mempertahankan fitness agar menghadapi PLT tahun berikutnya atlet sudah berada dalam kondisi yang cukup baik. Sebab kalau menjelang PLT berikutnya kondisi atlet berada di tingkat rendah apalagi di tingkat nol (sebagaimana sering terjadi pada atlet-atlet kita), maka tidak akan ada jaminan bahwa prestasinya dari tahun ke tahun akan bisa meningkat secara progresif.
A. Tujuan :
Untuk memberikan istirahat mental, relaksasi, dan regenerasi biologic.
B . Karakteristik :
a) Istirahat aktif; b) Lakukan di tempat lain dan suasana baru; c) 3 – 5 kali seminggu dengan latihan-latihan ringan.




Baca Selengkapnya......

Jumat, 10 Juni 2011

Seribu Manfaat Jalan Kaki Bagi Kesehatan

Berjalan kaki secara rutin, banyak manfaatnya bagi kesehatan. Sering diantara kita enggan untuk bangun pagi dan berjalan kaki minimal 30 menit setiap hari. Manfaat bagi kesehatan lebih terasa jika jalan kaki dilakukan secara cepat dan tergopoh-gopoh. Studi dalam beberapa tahun terakhir semakin mengukuhkan bahwa berjalan tergopoh-gopoh dan bukan jalan santai memang memberi banyak manfaat bagi kesehatan kita. Berrikut ini beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas jalan kaki.
Cegah Serangan Jantung.

Berjalan kaki dapat menekan risiko serangan jantung. Otot jantung membutuhkan aliran darah lebih deras (dari pembuluh koroner yang memberinya makan) agar bugar dan berfungsi normal memompakan darah tanpa henti. Berjalan kaki tergopoh-gopoh memperderas aliran darah ke dalam koroner jantung. Dengan demikian kecukupan oksigen otot jantung terpenuhi dan otot jantung terjaga untuk bisa tetap cukup berdegup. Bukan hanya itu, Kelenturan pembuluh darah arteri tubuh yang terlatih menguncup dan mengembang akan terbantu oleh� mengejangnya otot-otot tubuh yang berada di sekitar dinding pembuluh darah sewaktu melakukan kegiatan berjalan kaki tergopoh-gopoh itu. Hasil akhirnya, tekanan darah cenderung menjadi lebih rendah, pelengketan antarsel darah yang bisa berakibat gumpalan bekuan darah penyumbat pembuluh juga akan berkurang.
Selain itu, kolesterol baik (HDL) yang bekerja sebagai spons penyerap kolesterol jahat (LDL) akan meningkat dengan berjalan kaki tergopoh-gopoh. Tidak banyak cara di luar obat yang dapat meningkatkan kadar HDL selain dengan bergerak badan. Berjalan kaki tergopoh-gopoh tercatat mampu menurunkan risiko serangan jantung menjadi tinggal separuhnya.
Mencegah Stroke.
Kendati manfaat berjalan kaki tergopoh-gopoh terhadap stroke pengaruhnya belum senyata terhadap serangan jantung koroner, beberapa studi menunjukkan hasil yang menggembirakan. Tengok saja bukti alami nenek-moyang kita yang lebih banyak melakukan kegiatan berjalan kaki setiap hari, kasus stroke zaman dulu tidak sebanyak sekarang. Salah satu studi terhadap 70 ribu perawat (Harvard School of Public Health) yang dalam bekerja tercatat melakukan kegiatan berjalan kaki sebanyak 20 jam dalam seminggu, risiko mereka terserang stroke menurun duapertiga.

Berat badan stabil.
Ternyata dengan membiasakan berjalan kaki rutin, laju metabolisme tubuh ditingkatkan. Selain sejumlah kalori terbuang oleh aktivitas berjalan kaki, kelebihan kalori yang mungkin ada akan terbakar oleh meningkatnya metabolisme tubuh, sehingga kenaikan berat badan tidak terjadi.
Menurunkan berat badan.
Ya, selain berat badan dipertahankan stabil, mereka yang mulai kelebihan berat badan, bisa diturunkan dengan melakukan kegiatan berjalan kaki tergopoh-gopoh itu secara rutin. Kelebihan gajih di bawah kulit akan dibakar bila rajin melakukan kegiatan berjalan kaki cukup laju paling kurang satu jam.
Mencegah Diabetes.
Membiasakan berjalan kaki melaju sekitar 6 km per jam, waktu tempuh sekitar 50 menit, ternyata dapat menunda atau mencegah berkembangnya diabetes Tipe 2, khususnya pada mereka yang bertubuh gemuk. Ini didasarkan study dari National Institute of Diabetes and Gigesive & Kidney Diseases.
Sebagaimana kita tahu bahwa kasus diabetes yang bisa diatasi tanpa perlu minum obat, bisa dilakukan dengan memilih gerak badan rutin berkala. Selama gula darah bisa terkontrol hanya dengan cara bergerak badan, obat tidak diperlukan. Itu berarti bahwa berjalan kaki tergopoh-gopoh sama manfaatnya dengan obat antidiabetes.
Mencegah osteoporosis.
Gerak badan dan berjalan kaki cepat, bukan saja otot-otot badan yang diperkokoh, melainkan tulang-belulang juga. Untuk metabolisme kalsium, bergerak badan diperlukan juga, selain butuh paparan cahaya matahari pagi. Tak cukup ekstra kalsium dan vitamin D saja untuk mencegah atau memperlambat proses osteoporosis. Tubuh juga membutuhkan gerak badan dan memerlukan waktu paling kurang 15 menit terpapar matahari pagi agar terbebas dari ancaman osteoporosis.
Mereka yang melakukan gerak badan sejak muda, dan cukup mengonsumsi kalsium, sampai usia 70 tahun diperkirakan masih bisa terbebas dari ancaman pengeroposan tulang.
Meredakan encok lutut.
Lebih sepertiga orang usia lanjut di Amerika mengalami encok lutut (osteoarthiris). Dengan membiasakan diri berjalan kaki cepat atau memilih berjalan di dalam kolam renang, keluhan nyeri encok lutut bisa mereda. Untuk mereka yang mengidap encok lutut, kegiatan berjalan kaki perlu dilakukan berselang-seling, tidak setiap hari. Tujuannya untuk memberi kesempatan kepada sendi untuk memulihkan diri.
Mengobati Depresi.
Ternyata bergerak badan dengan berjalan kaki cepat juga membantu pasien dengan status depresi. Berjalan kaki tergopoh-gopoh bisa menggantikan obat antidepresan yang harus diminum rutin. Studi ihwal terbebas dari depresi dengan berjalan kaki sudah dikerjakan lebih 10 tahun.
Jadi jangan ragu, tidak ada salahnya anda untuk memulai hidup sehat dengan berjalan kaki setiap harinya. (Disarikan dari berbagai sumber)�

Baca Selengkapnya......

Kamis, 14 April 2011

PENGARUH KOMPETENSI PROFESIONAL DAN PEDAGOGIK GURU PENJAS TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA SMP DI KAB. SUMEDANG

Oleh : Subarna

A. Latar Belakang Masalah
Bangsa yang maju, modern, makmur, dan sejahtera adalah bangsa-bangsa yang memiliki sistem dan praktik pendidikan yang bermutu. Sementara itu, pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang bermutu, yakni guru yang profesional, sejahtera, dan bermartabat.
Faktor guru diyakini memegang peran yang sangat strategis dalam upaya memperbaiki kualitas pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru yang profesional berpengaruh besar terhadap efektivitas pembelajaran dan pada gilirannya mempengaruhi prestasi anak didik . Sehingga dengan demikian keberadaan guru yang profesional merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas.

Untuk memujudkan guru yang professional, pemerintah semenjak tahun 2007 mengadakan program sertifikasi bagi semua guru, baik guru yang berstatus pegawai negeri sipil maupun guru yang berstatus non-pegawai negeri sipil (swasta). Pelaksanaan sertifikasi guru merupakan komitmen pemerintah, sebagai implementasi amanat Undang-undang Nomor 14 tahun 2005, yakni mewujudkan guru yang berkualitas dan profesional.
Penelitian ini tidak akan membahas ikhwal sertifikasi, tetapi berusaha mengungkap kondisi riil guru pendidikan jasmani di sekolah menengah pertama di kabupaten sumedang.
Komponen yang dimaksud meliputi kompetensi professional dan pedagogik menurut National Association for Sport and Physical Education (NASPE).
1. Pendidikan Jasmani
Pendidikan Jasmani yang dalam kurikulum disebut secara paralel dengan istilah lain menjadi Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, merupakan salah satu mata pelajaran yang disajikan di sekolah, mulai dari SD sampai dengan SMA. Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Sementara (Siedentop, 1990; Ratliffe, 1994; Thomas and Laraine, 1994; Stran and Ruder 1996; CDC, 2000) menunjukan bahwa “pengalaman gerak yang didapatkan siswa dalam Pendidikan Jasmani merupakan kontributor penting bagi peningkatan angka partisipasi dalam aktivitas fisik dan olahraga yang sekaligus juga merupakan kontributor penting bagi kesejahteraan dan kesehatan siswa”. Untuk itu tidak mengherankan, peningkatan kualitas dan efektivitas proses belajar mengajar (PBM) Pendidikan Jasmani selalu menjadi fokus perhatian semua pihak yang peduli terhadap pendidikan.
2. Kompetensi Guru
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik. Harapan tersebut tentu saja ujungnya adalah terwujudnya guru yang profesional yang mampu menjalankan profesinya sesuai dengan berbagai tuntutan tempat melaksanakan tugasnya. Dengan kata lain usaha sertifikasi ini pada dasarnya adalah meningkatnya efektivitas pembelajaran yang dilakukan para guru pada tingkat satuan pendidikan atau sekolah.
Kompetensi pedagogik dinilai antara lain melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi profesional dinilai antara lain melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, dan prestasi akademik.
Menurut penjelasan di atas, salah satu indikator profesionalisme guru antara lain adalah guru tersebut mampu melaksanakan proses pembelajaran secara efektif. Efektivitas pembelajaran pada dasarnya merupakan cerminan dari efektivitas pengelolaan proses pembelajaran yang dilakukan oleh gurunya. Sementara itu, pengelolaan proses pembelajaran itu sendiri pada dasarnya merupakan proses interaksi pedagogi antara guru, siswa, materi, dan lingkungannya. Makin efektif proses interaksi pedagogik dilakukan guru, maka makin efektiflah proses pembelajaran yang dilakukan guru tersebut. Secara garis besar pengelolaan proses pembelajaran ini dapat dibagi ke dalam tiga katagori yaitu pengelolaan rutinitas, pengelolaan inti proses belajar, serta pengelolaan lingkungan dan materi pembelajaran.
Proses pengelolaan inti belajar harus dilakukan secara baik. Pengelolaan inti proses belajar merupakan pengelolaan terhadap seperangkat kejadian yang berlangsung secara sistematis dan terus menerus, dimulai dari penyajian tugas gerak, siswa meresponnya, guru mengobservasi dan mengevaluasi respon siswa, dan mendesain ulang tugas gerak berdasarkan respon siswa. Proses seperti ini menurut Kemis (Tinning, 2001: 273) di sebut juga sebagai “Action Research”. Kegiatan ini berlangsung seperti spiral, dilakukan secara berulang-ulang hingga mendapatkan aktivitas belajar yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. Ring (1993:15) menggambarkan pengelolaan inti proses belajar yang diberi nama “Movement Task-Student Response to Task” sebagai berikut.

Tugas gerak dirancang guru untuk meraih tujuan pembelajaran. Untuk itu tugas gerak pada umumnya bersifat progressive, dari mulai yang mudah hingga yang sulit, dari mulai yang sederhana hingga yang kompleks.

Namun demikian, respon guru yang paling sering adalah berupa pemberian informasi tambahan dan tambahan tugas gerak yang terfokus pada membantu siswa meningkatkan penampilan tugas gerak yang sedang dipelajari siswa, mengembangkan tingkat kesulitan dan kompleksitas tugas gerak, atau memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan penilaian sendiri atau simulasi kompetisi. Apabila tugas gerak yang diberikan guru merupakan fokus yang baru, maka siklus pengelolaan inti proses pembelajaran (Movement Task-Student Response to Task), dimulai lagi.

Gambar 2
Reflective Teaching dari Tinning
Secara sederhana proses pengelolaan pembelajaran Reflective Teaching dimaksud dapat dilihat pada gambar 2.
Berdasarkan beberapa tinjauan teoritis tersebut dapatlah dikatakan bahwa walaupun istilah yang digunakan tentang pengelolaan inti proses pembelajaran berbeda-beda namun pada umumnya memiliki tahapan, makna, dan tujuan yang relative sama yaitu mendapatkan tugas ajar yang paling baik dan efektif melalui proses yang berulang-ulang, progresif dan berkembang secara berkelanjutan.
3. Kompetensi Pedagogik
Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi ini diukur dengan proporsi alokasi waktu belajar gerak (active time allotment) dan proporsi jumlah siswa dalam aktivitas belajar gerak (student’s direct engagement). Proporsi alokasi waktu belajar gerak adalah alokasi waktu yang disediakan guru bagi siswa untuk melakukan aktivitas gerak. Sedangkan proporsi jumlah siswa dalam aktivitas belajar gerak adalah jumlah siswa yang terlibat langsung dalam aktivitas belajar gerak per jumlah siswa.
Masih rendahnya tingkat kompetensi pedagogik guru saat ini disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari internal guru itu sendiri dan faktor lainnya yang berasal dari luar. Faktor-faktor tersebut menurut Djamal (2005:33-35)antara lain:
(1) Penghasilan yang diperoleh guru belum mampu memenuhi kebutuhan hidup harian keluarga secara mencukupi. Oleh karena itu, upav untuk menambah pengetahuan dan informasi menjadi terhamti karena dana untuk membeli buku, berlangganan koran, internet tide tersedia. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan dapur harus melakukan kerja sampingan lainnya. Tidak jarang seorang guru yang "Jujur", pulang mengajar setelah itu mereka menjadi tukang ojek bahkan menjadi tukang becak.
(2) Kurangnya minat guru untuk menambah wawasan sebagai upaya, meningkatkan kompetensi pedagogiknya.
(3) Meledaknya jumlah lulusan sekolah guru dari tahun ke tahun. Hal ini merupakan akibat dari mudahnya pemerintah memberikan izin pendirian Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan (LPTK).
(4) Jumlah murid dalam satu kelas cukup banyak dan beban guru yang cukup besar dalam satu minggu.
(5) Kompetensi pedagogik guru yang belum terbangun seyogianya setiap guru perlu memperlihatkan sikap kompeten sebagai seorang pendidik bukan hanya sebagai pengajar. Hanya melalui karya nyata dan sikap keseharian yang; diperlihatkan oleh seorang gurulah yang mampu mengangkat harkat dan martabatnya serta diakui kompetensi pedagogiknya oleh masyarakat.
(6) Rendahnya minat guru terhadap dunia tulis-menulis.

3. Profesionalisme Guru
Menurut Surya (Kusnandar 2008:46) mengungkapkan bahwa “guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode”. Selain itu juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam melaksakan seluruh pengabdiannya. Guru yang profesional hendaknya nampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Guru profesional mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral, dan spiritual. Tanggung jawab pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya, mengelola dirinya, mengendalikan dirinya, dan menghargai serta mengem-bangkan dirinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki kemampuan interaktif yang efektif. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keteram-pilan yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma-norma agama dan moral.
Akadum (1999:1-2) menilai bahwa rendahnya profesionalisme guru dapat disebabkan karena beberapa hal antara lain:
(1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3) cengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat, (4) masih belum smoothnya perbedaan tentang proporsi, materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum berfungsinya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai organisasi profesi yang berupaya secara maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya.
Guru profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya. Yaitu, dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik dalam belajar. Guru dituntut mencari tahu terus-menerus bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar. Maka, apabila ada kegagalan peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan penyebabnya dan mencari jalan keluar bersama peserta didik bukan mendiamkannya atau malahan menyalahkannya. Sikap yang harus senantiasa dipupuk adalah kesediaan untuk mengenal diri dan kehendak untuk memurnikan keguruannya.
4.Minat
Minat merupakan masalah yang paling penting didalam pendidikan. Apabila dikaitkan dengan aktivitas sesorang dalam kehidupan sehari -hari, minat yang ada pada diri sesorang akan member gambaran dalam aktivitas untuk mencapai suatu tujuan.
Beberapa pengertian minat antara lain :
Menurut Tampubolon (1991:41) mengatakan bahwa minat adalah suatu perpaduan keinginan dan kemauan yang dapat berkembang jika ada motivasi. Sedangkan menurut Slameto (1995:180) yang mengatakan minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat. Lebih lanjut Slameto mengemukakan bahwa suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menujukan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal dari pada hal yang lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam satu aktivitas.Siswa yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut. Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian.
5.Guru pendidikan jasmani sekolah menengah pertama di kabupaten sumedang
Pendidikan merupakan salah satu instrumen utama pengembang sumber daya manusia (SDM), maka tenaga kependidikan memiliki tanggung jawab untuk mengemban tugas mengembangkan SDM. Oleh karena itu siapa saja yang mengemban tugas profesi tenaga kependidikan harus secara kontinyu menjalani profesionalisasi, baik secara formal maupun informal.
Guru pendidikan jasmani sekolah menengah pertama di kabupaten sumedang seluruhnya merupakan lulusan sarjana pendidikan jasmani sehingga relevan dengan bidang studi yang diajarkan disekolah, memenuhi persyaratan kualifikasi akademik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Pasal 9, dan PP Nomor 19 tahun 2005 ayat (2) yaitu minimal sarjana atau diploma empat (S1/D-IV) yang dibuktikan dengan ijazah dan sertifikat keahlian yang relevan, dan tersebar di seluruh wilayah kerja Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang.
Guru pendidikan jasmani sekolah menengah pertama di Kabupaten Sumedang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensinya baik ranah afektif, kognitif, maupun fisik dan psikomotorik.
Berbagai prestasi olahraga yang diraih dari berbagai kejuaraan, baik dari prestasi guru atau prestasi siswa yang dibina guru penjas dari tingkat sekolah menengah pertama di Kabupaten Sumedang sampai pada tingkat Provinsi. Prestasi-prestasi tersebut merupakan gambaran untuk meningkatkan kualitas guru profesional.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai profesionalisme guru dengan judul: "Pengaruh Kompetensi Profesional dan Pedagogik Guru Penjas Terhadap Minat Belajar Siswa SMP di Kabupaten Sumedang"

B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Dari uraian pada latar belakang penelitian di atas, jelaslah bahwa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi minat belajar siswa , antara lain: kompetensi profesional dan pedagogik guru. Kompetensi peda¬gogik dimaksudkan untuk menguasai bahan pelajaran. Tetapi sebagian besar guru tidak menguasai bahan yang akan diajarkan sehingga dalam mengajar tidak mempersiapkan apa yang akan diajarkan. Di samping itu, guru tidak mempunyai materi bahan ajar yang ditulisnya (buku pegangan) dan kurang kreatif ketika dalam proses belajar. Sebagian guru tidak menguasai landasan kependidikan, tidak mampu melaksanakan fungsi dan tugas sebagai pendidik dan pengajar. Banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang studinya, Dengan keadaan yang demikian, maka peserta didik tidak tertarik lagi untuk mengikuti proses pembelajar dengan sungguh-sungguh. Hal itu ada kemungkinan karena gurunya tidak mempunyai kompetensi pedagogik sehingga pada gilirannya profesionalisme guru lemah dan memprihatinkan.
Identifikasi masalah tersebut dibatasi pada variabel kompetensi profesional dan pedagogik guru , dan minat belajar siswa.
2. Rumusan Masalah
Rendahnya kualitas guru hingga saat ini diyakini sebagai penyebab utama rendahnya kualitas pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah. Fokus utama penelitian ini adalah ingin mengungkap profesionalisme guru pendidikan jasmani di lingkungan persekolahan di tingkat sekolah menengah pertama . Permasalahan tersebut selanjutnya dirinci sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh kompetensi profesional guru pendidikan jasmani sekolah menengah pertama di kabupaten sumedang ?
2. Seberapa besar pengaruh kompetensi pedagogik guru pendidikan jasmani sekolah menengah pertama di kabupaten sumedang ?
3. Apakah ada pengaruh kompetensi profesional dan pedagogik guru pendidikan jasmani sekolah menengah pertama terhadap minat belajar siswa di kabupaten sumedang ?

C.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini meliputi Variabel independent (variabel bebas) yang terdiri dari variabel kompetensi professional ( X1 ), variable kompetensi pedagogik ( X2 ), dan variabel devendent ( variabel terikat ) yaitu minat belajar siswa sekolah menengah pertama ( Y ). Variabel ini merupakan terjemahan tertentu yang masih memiliki pengertian yang bersifat umum. Oleh karena itu, supaya penelitian mempunyai batas pengertian yang jelas, dan mudah diukur, maka perlu dijabarkan arti setiap variabel kedalam suatu definisi operasional. Kemudian definisi Operasional dari setiap variabel tersebut dijabarkan kedalam dimensi-dimensi dengan indikatornya masing-masing. Adapun definisi operasional variabel dengan dimensi dan indikatornya masing-masing sebagai berikut :
1.Profesional guru ( X1 )
Profesional guru tercermin dalam berbagai keahlian yang dibutuhkan pembelajaran baik terkait dengan bidang keilmuan yang diajarkan,”kepribadian”, metodologi, pembelajaran, maupun psikologi belajar. Standar guru professional menurut Association for Sport and Physical Education NASPE tahun 1996. adalah sebagai berikut :
a. Standar 1: Pengetahuan Isi
b. Standar 2: Pertumbuhan dan Perkembangan
c. Standar 3: Ragam Pembelajaran
d. Standar 4: Manajemen dan Motivasi
e. Standar 5: Komunikasi
f. Standar 6: Perencanaan dan Instruksi
g. Standar 7: Penilaian Pembelajaran
h. Standar 8: Refleksi
i. Standar 9: Kolaborasi
2.Kompetensi pedagogik ( X2 )
Kompetensi pedagogik merupakan seperangkat pengetahuan yang dapat ditampilkan dan yang dapat diamati guru dalam melaksanakan tugas mengajar dengan baik yang dikembangkan dari Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Sedangkan dimensi dan indikatornya adalah :
a. Menguasai bahan
b. Mengelola program belajar mengajar
c. Mengelola kelas
d. Menggunakan media sumber
e. Menguasai landasan kependidikan
f. Pengelolaan interaksi belajar mengajar
g. Menilai prestasi belajar siswa untuk kepentingan pengajaran
h. Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan
i. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
j. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran
3.Minat belajar siswa (Y)
Crow and Crow (1973:22) dalam skripsi Agus Rioyo Santoso mengemukakan bahwa minat pada hakekatnya adalah merupakan sebab akibat dari pada pengalaman, minat berkembang sebagai hasil daripada sesuatu kegiatan dan akan menjadi sebab akan dipakai lagi dalam kegiatan yang sama. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat adalah sebagai berikut :
a. Faktor pendorong dari dalam (The Factor Inner Urge)
b. Faktor Motif Social (The Factor Of Social Motive)
c. Faktor Emosi (Emosional Factor)
Faktor pendorong dari dalam merupakan rangsangan yang dating dari lingkungan atau ruang lingkup yang sesuai dengan keinginan atau kebutuhan sesorang akan mudah menimbulkan minat, missal : cenderung terhadap belajar, dalam hal ini sesorang mempunyai hasrat ingin tahu terhadap ilmu pengetahuan.
D.Pembatasan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup permasalahannya sebagai berikut :
1. Yang diteliti adalah Pengaruh Profesionalis dan Pedagogik Guru Pendidikan Jasmani Sekolah Menengah Pertama Terhadap Minat Belajar Siswa di Kabupaten Sumedang,
2. Populasi penelitian terdiri dari guru pendidikan jasmani dan siswa sekolah menengah pertama di Kabupaten Sumedang.
3. Alat ukur yang digunakan adalah berupa angket penelitian dari masing-masing variabel.

E. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pengaruh profesional dan pedagogik guru pendidikan jasmani di lingkungan sekolah menengah pertama terhadap minat belajar siswa . Secara lebih terperinci penelitian ini untuk mengetahui :
1. Pengaruh kompetensi professional guru pendidikan jasmani terhadap minat belajar siswa sekolah menengah pertama di kabupaten sumedang ?
2. Pengaruh kompetensi pedagogik guru pendidikan jasmani terhadap minat belajar siswa sekolah menengah pertama di kabupaten sumedang ?
3. Pengaruh kompetensi professional dan pedagogik guru pendidikan jasmani terhadap minat belajar siswa sekolah menengah pertama di kabupaten sumedang?


F.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan baik bagi pihak peneliti sendiri maupun bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan ( secara akademik ). Secara lebih rinci kegunaan penelitian ini dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi perkembangan ilmu dan pengetahuan terutama yang berhubungan dengan profesionalisme guru
b. Menjadikan bahan masukan untuk kepentingan pengembangan ilmu bagi pihak–pihak yang berkepentingan guna menjadikan penelitian lebih lanjut terhadap objek sejenis atau aspek lainnya yang belum tercakup dalam penelitian ini.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi bagi para guru agar meningkatkan propfesionalisme guru pendidikan jasmani sekolah menengah pertama.
b. Menambah wawasan bagi para praktisi pendidikan bahwa profesionalisme guru pendidikan jasmani sekolah menengah pertama dipengaruhi oleh banyak faktor.
c. Sebagai bahan masukan bagi para guru bahwa profesionalisme harus dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat mendorong terciptanya guru yang profesional.
d. Memberikan informasi bagi kepala sekolah khususnya di kabupaten sumedang tentang profesionalisme guru pendidikan jasmani sekolah menengah pertama.
e. Sebagai masukan kepada para guru pendidikan jasmani untuk lebih meningkatkan profesionalisme guru pendidikan jasmani sekolah menengah pertama.
f. Sebagai masukan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang dan para praktisi pendidikan tentang professional dan pedagogik guru pendidikan jasmani sekolah menengah pertama terhadap minat belajar siswa

Baca Selengkapnya......

Selasa, 22 Maret 2011

Dimensi Pedagogi Dalam Pelatihan Olahraga

Oleh Subarna
Latar Belakang
Pedagogi Olahraga (sport pedagogy) adalah sebuah disiplin ilmu keolahragaan yang berpotensi untuk mengintegrasikan subdisiplin ilmu keolahragaan lainnya untuk melandasi semua praktik dalam bidang keolahragaan yang mengandung maksud dan tujuan untuk mendidik. (Rusli Lutan,2008). Sedangkan Bambang Abduljabar (2011) mengatakan pedagogi olahraga adalah nama baru yang mencoba memadukan konsep pendidikan jasmani, pendidikan olahraga, dan olahraga pendidik. Ditinjau dari aspek perkembangannya,pedagogi olahraga lebih diarahkan pada pengenalan batang tubuh pedagogi olahraga itu sendiri yang salah satunya dipahami sebagai medan penelitian, sekaligus pengembangan ilmu yang melandasi semua upaya yang mengandung intensi yang bersifat mendidik. Itulah sebabnya, pedagogi olahraga memiliki peluang pengembangan dan penerapannya tidak hanya dalam lingkup penyelenggaraan pendidikan jasmani dan olahraga di sekolah atau lembaga formal, tetapi juga diluar persekolahan seperti perkumpulan olahraga, terutama klub-klub pembinaan olahraga usia dini.

Merujuk pada pemaparan diatas, sehingga kata lain olahraga bisa diartikan dalam arti yang lebih luas, sehingga bukan hanya sekedar merupakan kegiatan jasmani pada waktu senggang sebagai pelepas lelah atau dengan kata lain untuk membentuk pembinaan kebugaran jasmani, akan tetapi juga olahraga merupakan kegiatan jasmani kompetitif yang berisi kegiatan perlombaan atau pertandingan untuk memperagakan prestasi yang optimal.
Berkenaan bahwa olahraga itu sangat kompleks, pakar olahraga di Indonesia telah mencoba untuk menggolongkannya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai sehingga dikenal olahraga kompetitif untuk tujuan prestasi.
Mengapa dimensi pedagogi diperlukan dalam pelatihan olahraga?
Mengingat gambaran tentang taksonomi ilmu keolahragaan yang dibangun berdasarkan sejumlah bidang teori. Sehingga landasan dimensi pedagogi dibidang pelatihan olahraga dibutuhkan, selain bermanfaat untuk mencegah tindakan Mala-praktik yang membahayakan masa depan peserta didik, tentu yang tidak kalah pentingnya ialah agar keseluruhan upaya pembinaan itu dapat dipertanggung jawabkan secara etika professional. Dengan demikan diharapkan landasan ilmiah ini akan terjamin prinsip akuntabilitas dalam pendidikan jasmani dan olahraga. Dan atas dasar itu pula para pendidik di bidang olahraga dapat mempertanggungjawabkan upaya pembinaannya secara terbuka kemasyarakat. Selain itu juga tujuan lain yang ingin dicapai ketika siswa belajar olahraga adalah para siswa juga mendapat sejumlah nilai dari partisipasinya dalam kegiatan olahraga berupa nilai sportivitas (kejujuran), tanggungjawab, disiplin, menghormati/menghargai lawan, fairplay, dan sejumlah moral lainnya.
Bagaimana dimensi pedagogi diterapkan dalam pelatihan olahraga?
Meskipun rumusan lingkup unsur pedagogi olahraga (sport pedagogi) beragam pada berbagai karena terkait dengan perbedaan budaya, akar sejarah, dan standar metodologi, namun pada dasarnya terdapat persamaan pemahaman yaitu pendidikan jasmani dipahami sebagai sebuah bidang studi (mata pelajaran) di sekolah, sedangkan pedagogi olahraga dipandang sebagai sebuah subdisiplin ilmu dalam kerangka ilmu keolahragaan.
Atas dasar tersebut dalam penerapannya dimensi pedagogi dapat diterapkan melalui aktivitas jasmani dan olahraga baik yang dilakukan siswa di dalam dan diluar sekolah, melalui program intra dan ekstrakurikuler, maupun oleh beberapa perkumpulan olahraga melalui metode pengajaran, evaluasi, pengukuran, bentuk-bentuk latihan terpilih, termasuk fasilitas, perlengkapan dll.
Resume
Pedagogi olahraga (sport pedagogy) adalah sebuah disiplin ilmu keolahragaan yang masih muda usianya dengan kedudukan sangat berpotensi untuk mengintegrasikan subdisiplin ilmu keolahragaan lainnya untuk mendukung pemahaman bagi kelangsungan proses pembelajaran atau tindakan yang bersifat mendidik. Proses pembelajaran itu melibatkan keterjadian transaksi antara guru, pelatih dan peserta didik,atlet. Dalam prosesnya kategori pengetahuan menjadi amat pentingyang dipandang sebagai batang tubuh pengetahuan pedagogi olahraga. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pendidikan jasmani, pengembangan model-model pengajaran berlandaskan pada batang tubuh pengetahuan pedagogi olahraga amatlah penting dipandang sebagai batang tubuh pengetahuan tersebut.
Pengembangan pedagogi olahraga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan mutu pendidikan jasmani dan olahraga khususnya dilingkungan lembaga pendidikan formal dan non-formal umumnya dilingkungan perkumpulan olahraga . Karena itu, penelitian untuk mengembangkan batang tubuh pedagogi olahraga sangat diperlukan dengan menerapkan paradiqma penelitian yang sesuai dengan topik masalahnya.

Baca Selengkapnya......

Senin, 21 Maret 2011

MODEL PEMBELAJARAN TERPADU DI SEKOLAH DASAR (SEBUAH INOVASI DALAM PENDIDIKAN JASMANI)

Abstrak

Tulisan ini berawal dari kenyataan bahwa pembelajaran pendidikan di sekolah dasar mempunyai banyak kendala-kendala. Pendidikan jasmani masih dianggap mata pelajaran yang kurang penting dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Pendidikan jasmani di sekolah dasar mempunyai alokasi jam pelajaran yang masih kurang. Pembelajaran pendidikan jasmani masih cenderung membosankan dan lebih mengarah pada penguasaan keterampilan. Di sisi lain pembelajaran di sekolah dasar secara umum kurang memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan siswa. Sehingga pembelajaran di sekolah lebih cenderung kurang menyenangkan dan tidak sesuai dengan kebutuhan anak sehingga diperlukan sebuah pembelajaran dengan pendekatan yang melibatkan semua aspek siswa.

Pembelajaran terpadu merupakan sebuah wacana yang sudah diimplikasikan beberapa tahun ini. Keberadaan pembelajaran terpadu memberikan angin segar pada kerangka berpikir para guru sekolah dasar dalam inovasi pembelajarannya. Pendidikan jasmani sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dasar dapat menggunakan pembelajaran terpadu sebagai jalan mengurangi berbagai kekurangan dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Pembelajaran terpadu pendidikan jasmani dapat berupa perpaduan dua atau lebih materi-materi yang ada dalam pendidikan jasmani, yang direalisasikan dalam suatu pembelajaran. Pembelajaran terpadu pendidikan jasmani dalam pendidikan jasmani dapat juga berupa perpaduan dua atau lebih materi-materi pendidikan jasmani dengan materi-materi mata pelajaran yang lain, seperti: matematika, bahasa indonesia, pendidikan agama, sains, pengetahuan sosial, dan kerajinan tangan dan kesenian. Pembelajaran terpadu didasarkan pada kurikulum berbasis kompetesi tahun 2004, baik dari segi standar kompetensinya, indikatornya, maupun, hasil belajarnya.

Pembelajaran terpadu merupakan inovasi pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi tahun 2004. pembelajaran terpadu melibatkan pengembangan semua aspek siswa sehingga sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yaitu manusia utuh. Pembelajaran terpadu pendidikan jasmani memberikan suatu pemecahan berbagai masalah yang timbul selam ini mengenai pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar.




BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Dalam pendidikan kita mengenal adanya input, proses, dan output. Input merupakan masukan, dalam pendidikan, input adalah para siswa yang akan diberikan ‘perlakuan’ dalam proses pendidikan berupa proses pembelajaran, sehingga menghasilkan suatu output yang berarti hasil yang dicapai dalam proses pembelajaran yang ada dalam diri siswa tersebut. Proses pembelajaran sangat penting keberadaannya dalam upaya mencapai tujuan pendidikan yang sebenarnya. Proses pembelajaran merupakan suatu hubungan interaksi antara siswa, guru, dan lingkungannya. Hubungan itu hendaknya kreatif, kritis, interaktif yang memberikan arah untuk tumbuh kreatifitas, berpikir kritis, dan percaya diri.

Pendidikan jasmani yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan yang tentu di dalamnya ada proses pembelajaran. Apabila dibandingkan dengan proses pembelajaran mata pelajaran lainnya, proses pembelajaran pendidikan jasmani sangatlah berbeda. Pendidikan jasmani mengajak siswa untuk dapat berkembang sesuai dengan keinginannya, tetapi kenyataan lain dilapangan mengakibatkan pendidikan jasmani menjadi suatu mata pelajaran yang membosankan dan melelahkan serta tidak sesuai dengan konsep dasar pendidikan jasmani itu sendiri. Kenyataan lainnya adalah adanya kesinambungan antara kurikulum yang diajarakan dengan kehidupan nyata anak sehari-hari seperti diungkap oleh Siswoyo menyatakan bahwa pembelajaran di sekolah dasar (SD) yang dirumuskan para ahli kurikulum cenderung eksklusif, sempit, dan terlalu akademis dan terkesan semua peserta didik hendak diarahkan jadi ilmuwan (Suara Merdeka, Kamis, 06 Mei 2004).

Mata pelajaran pendidikan jasmani yang mempunyai alokasi waktu 2 jam pelajaran per minggu, dimana satu jam pelajaran berkisar antar 30 – 40 menit. Alokasi waktu tersebut sangat jelas akan mempengaruhi tujuan dari pendidikan jasmani, sehingga proses pembelajaran tidak dapat mencapai tujuan pendidikan jasmani yang sebenarnya dan tidak dapat memberikan kontribusi maksimal bagi perkembangan anak. Seperti yang diungkap oleh Wiryawan (Pikiran Rakyat, 11 April 2003), bahwa penelitian di Amerika belum lama ini menunjukkan, pembelajaran yang menerapkan kurikulum dengan mata pelajaran terpisah-pisah menjadikan pembelajar kurang berhasil menumbuhkan potensi diri secara maksimal. Kurikulum dengan mata pelajaran terpisah-pisah dalam waktu 50 menit per jam pertemuan menjadi tidak realistik.

Para pembelajar kurang mendapat kesempatan mempelajari sesuatu secara mendalam Sekolah-sekolah cenderung memberikan alokasi wkatu yang sangat banyak pada mata pelajaran-mata pelajaran tertentu. Pada Sekolah Dasar, hal ini sangat bertolak belakang dengan perkembangan anak. Kurangnya waktu bagi anak sekolah dasar untuk memenuhi hasrat bergeraknya mengakibatkan permasalahan dalam proses pembelajaran mata pelajaran, ketika anak berkeinginan untuk bergerak di dalam kelas yang sedang berlangsung proses pembelajaran, maka anak tidak dapat menahan hasrat bergerak itu yang mengakibatkan proses pembelajaran menjadi “kacau”.

Hal ini merupakan suatu kenyataan yang menjadi tantangan bagi para guru sekolah dasar untuk dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif bagi anak seusia sekolah dasar. Guru pendidikan jasmani sekolah dasar harus mengetahui dan mengerti karekteristik pertumbuhan dan perkembangan anak sekolah dasar itu sendiri, kemudian mengerti dan mengetahui strategi pembelajaran yang tepat bagi anak seusia itu. Hal tersebut merupakan nilai tambah, sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar.

Melalui program pendidikan jasmani yang teratur, terencana, dan terbimbing diharapkan dapat tercapai seperangkat tujuan yang meliputi pertumbuhan dan perkembangan aspek jasmani, intelektual, emosional, sosial, dan moral spiritual yang optimal. Mengacu pada pentingnya pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut, maka perlu adanya suatu model pembelajaran pendidikan jasmani yang dipadukan dengan mata pelajaran yang lain. Model pembelajaran tersebut merupakan salah satu inovasi yang dapat memberikan wahana bagi anak dalam beraktifitas yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Model pembelajaran ini juga diharapkan dapat memberikan suatu pola pemikiran kreatif dan inovatif bagi guru dalam meramu proses pembelajaran agar anak merasa senang dan tidak merasa terbebani dengan meteri pelajaran yang ada dalam kurikulum.


PEMBELAJARAN TERPADU

1. Pengertian Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran dengan pendekatan terpadu, khususnya di negara lain sudah lama dikenal, sebagaimana yang dikemukan oleh Saud (1997:2-3) bahwa pendekatan terpadu pada dasarnya bukanlah suatu gagasan baru dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan TK dan SD. John Dewey, Seorang Pakar Pendidikan Modern Amerika telah melontarkan ide perlunya pelaksanaan pendekatan pembelajaran terpadu dalam proses pendidikan dan pembelajaran anak sejak awal abab ke-20. Namun demikian pendekatan pembelajaran terpadu baru mendapat perhatian pada tahun 1970-an, sebagai alternatif pembelajaran anak yang efektif, setelah berbagai penelitian memberikan bukti-bukti bahwa pendekatan pembelajaran tradisional telah gagal mengembangkan anak secara optimal. Hopkin dalam Rusli lutan (1994:26), lebih lanjut menjelaskan bahwa ada aspek-aspek dari keterpaduan dalam pendidikan, yakni: aspek psikologi, sosiologi, dan pedagogi, sedangkan pengertian terpadu merupakan suatu proses yang memandang sesuatu secara keseluruhan atau sebagai satu unit.

Pembelajaran terpadu itu sendiri merupakan suatu model pembelajaran yang membawa pada kondisi pembelajaran yang relevan dan bermakna untuk anak. Pembalajaran terpadu merupakan media pembelajaran yang secara efektif membantu anak untuk belajar secara terpadu dalam mencari hubungan-hubungan dan keterkaitan antara apa yang telah mereka ketahui dengan hal-hal baru atau informasi baru yang mereka temukan dalam proses belajarnya sehari-hari. Collins dan Dixon (1991:6) menyatakan tentang pembelajaran terpadu sebagai berikut: integrated learning occurs when an authentic event or exploration of a topic in the driving force in the curriculum. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam pelaksanaannya anak dapat diajak berpartisipasi aktif dalam mengeksplorasi topik atau kejadian, siswa belajar proses dan isi (materi) lebih dari satu bidang studi pada waktu yang sama.

Pembelajaran terpadu sangat memperhatikan kebutuhan anak sesuai dengan perkembangannya yang holistik dengan melibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran baik fisik maupun emosionalnya. Untuk itu aktivitas yang diberikan meliputi aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan yang holistik, bermakna, dan otentik sehingga siswa dapat menerapkan perolehan belajar untuk memecahkan masalah-masalah yang nyata di dalam kehidupan sehari-hari. Bredekamp (1992:7) menjelaskan bahwa dalam proses pembelajaran orang dewasa hendaknya menyediakan berbagai aktivitas dan bahan-bahan yang kaya serta menawarkan pilihan bagi siswa sehingga siswa dapat memilihnya untuk kegiatan kelompok kecil maupun mandiri dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinisiatif sendiri, melakukan keterampilan atas prakarsa sendiri sebagai aktivitas yang dipilihnya. Pembelajaran terpadu juga menekankan integrasi berbagai aktivitas untuk mengeksplorasi objek, topik, atau tema yang merupakan kejadian-kejadian, fakta, dan peristiwa yang otentik.

Wiryawan (Pikiran Rakyat, 11 April 2003) mengemukakan bahwa Keterpaduan dalam konsep pembelajaran terpadu tidak sekadar memadukan isi beberapa mata pelajaran, tetapi lebih luas lagi yaitu memadukan berbagai jenis keterampilan, sikap, atau kemampuan-kemampuan lain sehingga pembelajaran lebih bermakna. Sejalan dengan itu Wilson dkk., (1991:2), menyatakan bahwa keterpaduan dapat dilakukan melalui keterpaduan kurikulum di mana guru merencanakan suatu pembelajaran mata pelajaran untuk murid-muridnya dalam waktu bersamaan mereka juga belajar sesuatu yang lain seperti IPA, IPS, dan Matematika. Dijelaskan pula bahwa pembelajaran terpadu dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan pemahaman anak tentang fisik mereka dan lingkungan sosial mereka yang dapat mengambil bagian di mana anak-anak belajar bersama dan belajar bahasa. Jadi dalam hal ini beberapa anak mempunyai fokus berbicara dan belajar bersama, serta mengembangkan kemampuan pemahaman masing-masing. Mereka belajar dalam kelompok-kelompok. Dalam kelompok mereka bebas mengeluarkan argumentasinya. Artinya bahwa, Pembelajaran terpadu itu adalah upaya guru memadukan berbagai hal yang berhubungan dengan pembelajaran suatu mata pelajaran dan diramu menjadi satu kesatuan pelaksananan pembelajaran yang disesuaikan dengan kenyataan hidup anak. Ibarat rempah-rempah yang satu sama lain mempunyai khasiat yang hampir sama diramu menjadi jamu tolak angin.

Secara singkat dapat dismpulkan bahwa pada hakikatnya pembelajaran terpadu adalah upaya memadukan berbagai materi belajar yang berkaitan, baik dalam satu displin ilmu maupun antar disiplin ilmu dengan kehidupan dan kebutuhan nyata para siswa, sehingga proses belajar anak menjadi sesuatu yang bermakna dan menyenangkan anak. Pembelajaran terpadu mengacu kepada dua hal pokok, yaitu : 1) keterkaitan materi belajar antar disiplin ilmu relevan dengan diikat/disatukan melalui tema pokok, dan 2) keterhubungan tema pokok tersebut dengan kebutuhan dan kehidupan aktual para siswa. Dengan demikian tingkat keterpaduannya tergantung kepada strategi dalam mengaitkan dan menghubungkan materi belajar dengan pengalama nyara para siswa.


2. Konsep Dasar Pendekatan Pembelajaran Terpadu

Anak secara alamiah berkembang secara terpadu, maka diperlukan suatu pembelajaran yang terpadu untuk membantu perkembangan anak secara benar. Aspek intelektual, sosio-emosional, dan fisik anak harus dikembangkan pada waktu bersamaan. Pendekatan pembelajaran terpadu merupakan suatu strategi yang memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan potensinya secara seimbang, optimal, dan terpadu pula. Pendekatan terpadu pada dasarnya membantu anak untuk mengembangkan dirinya secara utuh, membantu anak untuk menjadi pengembang dan pembangun ilmu pengetahuan melalui pengalaman nyata. Melalui proses pembelajaran terpadu anak dilatih untuk bekerja sama, berekreasi, dan berkolaborasi dengan teman sejawatnya ataupun guru dalam mengembangkan ilmu maupun memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Pendekatan pembelajaran terpadu mencoba untuk menjadikan pembelajaran relevan dan bermakna, proses belajar mengajar lebih bersifat informal, melalui pendekatan ini aktivitas belajar anak meningkat (Rusli Lutan, 1994 : 27).

Ada dua alasan perlunya penerapan proses pembelajaran memadukan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain, atau satu mata pelajaran dengan bahan ajar tertentu, sehingga menjadi satu menu yang akan disajikan dalam proses pembelajaran (Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen Dikdasmen, Depdiknas : 2004), yaitu :

a. Alasan Empirik, karena pada hakikatnya pengalaman hidup ini sifatnya kompleks dan terpadu, artinya menyangkut berbagai aspek yang saling terkait. Pergi ke pasar, sebagai misal, merupakan kompleksitas pengalaman hidup yang tidak hanya bersifat sosial (berhubungan dengan orang lain), ekonomi (memenuhi kebutuhan rumah tangga), tetapi juga matematika (terkait dengan hitung-menghitung harga), dan biologi (tekait dengan soal barang dan bahan yang kita beli), dan sebagainya. Dengan demikian, proses pembelajaran di sekolah sebenarnya dapat dilaksanakan dengan meniru model pengalaman hidup dalam masyarakat, karena proses pembelajaran yang demikian lebih sesuai dengan realitas kehidupan kita.

b. Alasan Teoritis Ilmiah, karena keadaan dan permasalahan dalam kehidupan akan terus berkembang selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai contoh, ilmu ruang angkasa menjadi lebih terbuka setelah pesawat ulang-alik dapat mendarat di bulan. Komputer kini menjadi mesin informasi yang telah masuk di rumah kita tanpa permisi. Itulah sebabnya, maka bahan ajar di sekolah sudah pasti harus diperkaya dengan muatan-muatan tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru. Mengingat banyaknya permasalahan yang timbul dalam kehidupan, banyak materi baru yang diusulkan oleh masyarakat untuk dimasukkan dalam kurikulum sekolah, misalnya lingkungan hidup, ilmu kelautan, pengetahuan tentang narkoba, masalah HIV dan AIDS, pendidikan moral dan budi pekerti, keimanan dan ketaqwaan, reproduksi sehat dan pendidikan seks, bursa efek, dan masih banyak lagi. Untuk memasukkan hal-hal tersebut menjadi mata pelajaran tersendiri, sudah barang tentu tidak mungkin dimasukkan ke dalam kurikulum sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri. Dengan kata lain, muatan ilmu pengetahuan dan informasi yang semakin bertambah itu tidak mungkin dapat dimasukkan ke dalam kurikulum menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, diperlukan satu organisasi kurikulum yang isinya lebih merupakan pilihan bahan ajar yang secara khusus dipersiapkan sebagai menu untuk proses pembelajaran. Dari sinilah muncul fusi mata pelajaran yang melahirkan kurikulum terpadu (integrated curriculum), dan kemudian melahirkan kurikulum inti (core curriculum).

Para pengembang kurikulum berfikir harus back to basic dalam proses pengembangan kurikulum. Dalam pelaksanaan kurikulum, timbullah model pembelajaran terpadu, dengan tujuan agar proses pembelajaran dapat mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta permasalahan yang begitu kompleks dalam masyarakat. Hal senada diungkapkan Wiryawan, bahwa alasan memadukan pembelajaran adalah sebagian besar masalah dan pengalaman dalam kehidupan pada dasarnya interdisipliner dan perlu menggunakan keterampilan secara beragam. Melalui pembelajaran terpadu, para siswa bisa belajar dari pengalaman untuk memecahkan masalah sehari-hari, baik secara sederhana maupun kompleks. Lebih lanjut Wiryawan (Pikiran Rakyat, 11 April 2003), pembelajaran terpadu yang bermakna dapat menjadikan siswa sebagai pebelajar mema¬hami konsep-konsep yang dipelajari melalui pengalaman langsung dan menghubung-hubungkannya dengan konsep lain. Pembelajaran terpadu bukan hanya memadukan ilmu matematika dengan ilmu pengetahuan alam ke dalam suatu bidang, tetapi juga melibatkan ilmu bahasa, sastra, ilmu-ilmu sosial, dan seni dalam proses belajar.


3. Model-model Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran terpadu mempunyai beberapa model seperti yang diungkap oleh Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen Dikdasmen, Depdiknas model-model pembelajaran terpadu terdri atas :

a. Model pembelajaran terpadu antara dua mata pelajaran dalam struktur kurikulum yang berlaku. Misalnya antara mata pelajaran Matematika dan mata pelajaran Bahasa Indonesia, atau mata pelajaran Matematika dengan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, dsb.

b. Model pembelajaran terpadu antara satu mata pelajaran tertentu dengan bahan ajar yang tidak berdiri sendiri sebagai mata pelajaran, misalnya antara mata pelajaran Pendidikan Agama dengan bahan ajar pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup, antara mata pelajaran Biologi dengan pendidikan reproduksi sehat dan HIV/AIDS, antara mata pelajaran PPKn dengan bahan ajar pendidikan budi pekerti, mata pelajran Bahasa Indonesia dengan bahan ajar keimanan dan ketaqwaan, dsb.

c. Model pembelajaran terpadu beberapa mata pelajaran, lebih dari dua mata pelajaran, misalnya mata pelajaran Matematika, Sains, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajinan Tangan dan Kesenian yang dimasukkan ke dalam satu proyek kegiatan pembelajaran (metode proyek).

Forgarty (1991:4-5) menyatakan ada 10 model yang berhubungan dengan keterpaduan, model-model itu adalah sebagai berikut:

a. Model Fragmented

Model ini adalah pembelajaran yang dilaksanakan secara terpisah yaitu hanya terfokus pada satu disiplin mata pelajaran, misalnya, mata pelajaran Matematika, IPA, IPS, Bahasa, dan sebagainya yang diajarkan secara terpisah.

b. Model Terhubung (connected)

Model keterhubungan adalah model pembelajaran terpadu yang secara sengaja diusahakan untuk menghubungkan satu topik dengan topik yang lain dalam satu bidang studi, misalnya, menghubungkan konsep dengan kosep menulis dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.

c. Model Nested

Pembelajaran terpadu model nested adalah suatu model pembelajaran terpadu yang kaya dengan rancangan oleh kemampuan guru.

d. Model Sequenced

Sequenced adalah model pembelajaran terpadu di mana pada saat guru mengajarkan suatu mata pelajaran maka ia dapat menyusun kembali urutan topik suatu mata pelajaran dan dimasukkannya topik mata pelajaran lain ke dalam urutan pengajarannya itu, tentu saja dalam topik yang sama atau relevan. Pada intinya satu mata pelajaran membawa serta pelajaran lain dan sebaliknya.

e. Model Shared

Shared adalah suatu model pembelajaran terpadu di mana pengembangan disiplin ilmu yang memayungi kurikulum silang, contohnya, Matemaika dan IPA disejajarkan sebagai ilmu pengetahuan. Kesusastraan dan Sejarah digabung pada label kemanusiaan, seni, musik, menari dan drama di bawah payung kesenian yang pokok, teknologi komputer dan industri rumah tangga sebagai kesenian yang perlu dipraktikan.

f. Model Webed

Webed adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik. Pendekatan ini pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu misalnya, transportasi. Tema bisa ditetapkan dengan negosiasi antara guru dengan siswa, tetapi dapat pula dengan cara diskusi sesama guru. Setelah tema disepakati, kemudian dikembangkan sub-sub temanya dengan memperhatikan kaitan dengan bidang-bidang studi lainnya. Dari sub-sub tema ini dikembangkan aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa.

g. Model Threaded

Threaded adalah suatu model pendekatan seperti melihat melalui teropong di mana titik pandang (focus) dapat mulai dari jarak terdekat dengan mata sampai titik terjauh dari mata.

h. Model Integrated

Integrated adalah model pembelajaran yang menggunakan pendekatan antar bidang studi. Model ini diusahakan dengan cara menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep, prinsip, dan sikap saling tumpang tindih di dalam beberapa bidang studi.

i. Model Immersed

Model ini dimaksudkan dengan menyaring dari seluruh isi kurikulum dengan menggunakan suatu cara pandang tertentu. Misalnya, seseorang memadukan semua data dari berbagai disiplin ilmu (mata pelajaran) kemudian menampilkannya melalui sesuatu yang diminatinya dalam suatu ide.


j. Model Networked

Networked adalah model pembelajaran terpadu yang berhubungan dari sumber luar sebagai masukan dan semuanya meningkatkan yang baru dan meluaskan ide-ide atau mengembangkan ide-ide. Misalnya, seorang arsitek mengadaptasi teknologi untuk mendesain network dengan teknik program dan meluaskan pengetahuan dasar seperti dia telah mengerjakan secara tradisional dengan pendisain bagian dalam ruangan.

Berdasarkan pendapat tersebut diatas dapat diambil suatu simpulan bahwa pembelajaran terpadu mempunyai model-model tertentu yang berhubungan dengan proses pembelajaran di sekolah. Pembelajaran terpadu merupakan perpaduan dua atau lebih materi-materi yang relevan pada suatu mata pelajaran yang ada di sekolah, yang diramu dalam satu skenario pembelajaran, contohnya dalam mata pelajaran pendidikan jasmani ada penggabungan materi gerak dasar lokomotor dan gerak dasar nonlokomotor. Pembelajaran terpadu juga merupakan gabungan materi-materi pembelajaran yang ada dalam dua atau lebih mata pelajaran, yang diramu dalam satu pembelajaran pada satu mata pelajaran yang dipadukan, sebagai contoh perpaduan gerak dasar lompat dan loncat pada pendidikan jasmani dipadu dengan belajar berhitung dasar pada pelajaran matematika, yang dilaksanakan pada pembelajaran pendidikan jasmani di lapangan.



Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar

Sekolah dasar merupakan salah satu fase yang dilalui anak untuk memulai belajar berbagai hal. Seperti namanya, lembaga ini memberikan sesuatu pengetahuan yang sangat dasar bagi anak. Salah satu mata pelajaran yang ada dalam kurikulum sekolah dasar adalah pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan, yang menggunakan aktivitas jasmani sebagai media untuk membelajarkan anak dalam usaha mencapai perkembangan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Gerak merupakan tujuan utama dari proses pembelajaran pendidikan jasmani yang memiliki makna dan pengertian yang dinamis. Pembelajaran yang mampu menggali kreatifitas anak dalam bergerak dapat menjadi membantu pencapaian tujuan pembelajaran. Schmidt (188-346) mengemukakan bahwa belajar gerak pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan merespon yang relatif permanen sebagai akibat dari latihan dan pengalaman. Sedangkan keterampilan berkaitan dengan gerak otot atau gerakan tubuh untuk mensukseskan pelaksanaan aktivitas yang diinginkan (Singer, 1982 : 9).

Setiap anak memiliki kemampuan gerak dengan kualitas yang satu sama lain berbeda. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan gerak diantaranya adalah bawaan dan lingkungan (Gallahue, 1988 : 63-71). Perbedaan itulah yang mungkin mendasari adanya kurikulum 2004 atau Kurikulum berbasis kompentensi (KBK). Seiring dengan itu guru pendidikan jasmani dituntut untuk dapat melaksanakan kurikulum itu dengan benar, sehingga perlu adanya suatu model pembelajaran yang memungkinkan terlaksananya kurikulum tersebut.

Dalam Kurikulum 2004 Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar disebutkan bahwa Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, perseptual, kognitif, dan emosional. Dalam proses pembelajaran Pendidikan Jasmani, guru diharapkan mengajarkan berbagai keterampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan/olahraga, internalisasi nilai-nilai (sportivitas, jujur, kerjasama, dan lain-lain) dan pembiasaan pola hidup sehat, yang dalam pelaksanaannya bukan melalui pengajaran yang konvensional di dalam kelas yang bersifat kajian teoritis, namun melibatkan unsur fisik, mental intelektual, emosi dan sosial. Selain itu, aktivitas yang diberikan dalam pengajaran harus mendapatkan sentuhan didaktik-metodik, sehingga aktivitas yang dilakukan dapat mencapai tujuan pengajaran.

Sedangkan Tujuan Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar yang tersirat dalam kurikulum 2004 adalah untuk 1) Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai dalam Pendidikan Jasmani, 2) Membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cinta damai, sikap sosial dan toleransi dalam konteks kemajemukan budaya, etnis, dan agama, 3) Menumbuhkan kemampuan berfikir kritis melalui pelaksanaan tugas-tugas ajar Pendidikan Jamani, 4) Mengembangankan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis melalui aktivitas jasmani, permainan, dan olahraga, 5) Mengembangkan keterampilan gerak dan keterampilan berbagai macam permainan dan olahraga seperti: permainan dan olahraga, aktivitas pengembangan, uji diri/senam, aktivitas ritmik, akuatik (aktivitas air), dan pendidikan luar kelas (outdoor education), 6) Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga, 7) Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain, 8) Mengetahui dan mamahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga sebagai informasi untuk mencapai kesehatan, kebugaran, dan pola hidup sehat, 9) Mampu mengisi waktu luang dengan aktivitas jasmani yang bersifat rekreatif. Tujuan pendidikan jasmani ini harus dapat tercapai melalui proses pembelajaran yang terencana dan teratur.

Selain tujuan tersebut diatas tersirat juga dalam kurikulum 2004 bahwa fungsi pendidikan jasmani meliputi Aspek Organik, Aspek Neuromuskuler, Aspek Perceptual, Aspek Kognitif, Aspek Sosial, Aspek Emosional. Proses pembelajaran pendidikan jasmani selama ini belum dapat berfungsi seperti itu, berbagai pendekatan pemebelajaran pendidikan jasmani selama ini belum mampu merefleksikan fungsi-fungsi pendidikan jasmani. Proses pembelajaran yang teratur dan sistematis perlu dilakukan dalam pendidikaan jasmani agar dapat berfungsi seperti tersebut di atas. Pendidikan jasmani perlu mempunyai suatu pendekatan pembelajaran yang dapat mencakup semua aspek yang ada dalam diri siswa. Pendekatan pembelajaran terpadu bukan lagi hanya sekadar wacana tetapi harus dapat diimplementasikan pada proses pembelajaran pendidikan jasmani terutama di sekolah dasar, karena secara alamiah anak berkembang secara terpadu. Aspek-aspek yang ada harus dikembangkan dalam waktu bersamaan sehingga pendekatan pembelajaran terpadu merupakan suatu strategi yang memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan potensinya secara seimbang dan terpadu, hal ini tentunya sejalan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004.

Berdasarkan kurikulum 2004, ruang lingkup materi pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar meliputi :

1. Permainan dan olahraga:

Aktivitas permainan dan olahraga berisi tentang kegiatan berbagai jenis olahraga dan permainan baik terstruktur maupun tidak yang dilakukan secara perorangan maupun beregu. Dalam aktivitas ini termasuk juga pengembangan sistem nilai seperti; kerjasama, sportivitas, jujur, berfikir kritis, dan patuh pada peraturan yang berlaku.

2. Aktivitas Pengembangan:

Aktivitas pengembangan berisi tentang kegiatan yang berfungsi untuk membentuk postur tubuh yang ideal dan pengembangan komponen kebugaran jasmani serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, seperti: kekuatan, daya tahan, kelentukan, keseimbangan, dan kelenturan tubuh, bentuk latihan yang dilakukan dalam aktivitas ini misalnya; pull-up, sit-up, back-up, push-up, squat-jump dan lain-lain.

3. Uji diri/senam:

Aktivitas uji diri berisi tentang kegiatan yang berhubungan dengan ketangkasan seperti; senam lantai dan senam alat aktivitas fisik lainnya yang bertujuan untuk melatih keberanian dan kapasitas diri.


4. Aktivitas Ritmik:

Aktivitas ritmik berisi tentang aktivitas yang berhubungan dengan masalah irama. Dalam proses pembelajarannya memfokuskan pada kesesuaian atau keterpaduan antara gerak dan irama.

5. Aktivitas Air (akuatik):

Aktivitas air (akuatik) berisi tentang kegiatan di air, seperti; permainan air, gaya-gaya renang, dan keselamatan di air, serta etika di kolam renang.

6. Pendidikan Luar Kelas (outdoor Education)

Aktivitas Luar Sekolah berisi tentang kegiatan di luar kelas/sekolah dan di alam bebas lainnya, seperti; bermain di lingkungan sekolah, di taman, di perkampungan pertanian/nelayan, berkemah, dan kegiatan yang bersifat kepetualangan (mendaki gunung, menelusuri sungai, cano dan lainnya), serta unsur perilaku yang berkaitan dengan aktivitas alam bebas

Dalam pelaksanaanya pendidikan jasmani dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sebagai contoh ; 1) Tahap Persiapan, yang mencakup langkah-langkah persiapan, seperti: Penetapan tujuan pembelajaran, Memilih metode pembelajaran, Memilih materi pembelajaran, Menentukan alokasi waktu, Menentukan alat dan sumber bahan pelajaran, Memilih jenis evaluasi, dan lain-lain; 2) Tahap Pelaksanaan, tahap pelaksanaan pada dasarnya menerapkan apa yang telah dilakukan pada tahap persiapan; 3) Tahap Evaluasi, yang meliputi : Mengumpulkan informasi tentang pencapaian kompetensi, tujuan evaluasi adalah menilai sejauh mana siswa mampu mencapai kompetensi hasil belajar dan Memberikan umpan balik terhadap jalannya pembelajaran (Kurikulum 2004 : 20).


Pembelajaran Terpadu Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar




Banyak kemungkinan untuk menghubungkan pendidikan jasmani dengan subjek materi yang lain, terutama untuk kelas awal seperti keterpaduan dengan arimatika, bahasa, pendidikan alam terbuka, pendidikan sosial, dan sebagainya. Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004 memberikan suatu kesempatan pada guru untuk menyusun rencana pembelajaran yang sesuai dengan keadaan siswa dan sekolah. Kurikulum ini juga membantu para guru untuk mengkolaborasikan mata pelajaran pendidikan jasmani dengan mata pelajaran lain yang materinya relevan dan dapat di aktualisasikan pada suatu pembelajaran terpadu yang memungkinkan untuk dapat mengembangkan aspek-aspek yang ada dalam diri siswa sesuai dengan standar kompetensinya. Seperti yang tercantum dalam Rambu-rambu Kurikulum 2004 yang menyebukan bahwa dalam menyusun kegiatan pembelajaran, guru dapat menggabung beberapa kompetensi dasar dalam beberapa akativitas, dan juga dapat menggambungkan hasil belajar dan indikator dalam satu kegiatan pembelajaran.



Materi-materi pembelajaran pendidikan jasmani yang terdapat pada kuikulum 2004 sekolah dasar yang terdiri atas : Permainan dan olahraga, Aktivitas Pengembangan, Uji diri/senam, Aktivitas Air (akuatik), Aktivitas Ritmik, Pendidikan Luar Kelas (outdoor Education), dapat dipadukan dengan tingkat relevannya materi-materi tersebut satu sama lain.



Gambar 1. Pembelajaran Terpadu Pendidikan Jasmani Model 1

Pembelajaran terpadu pendidikan jasmani dapat mencakup dua atau lebih materi yang dilibatkan dan dilaksanakan pada satu materi pembelajaran pendidikan jasmani tersebut. Sebagai contoh, dalam pembelajaran permainan dan olahraga kita melibatkan juga materi lain yang terdapat pada aktivitas pengembangan atau uji diri/senam. Contoh lainnya, kita akan melaksanakan pembelajaran aktibvitas air (akuatik) di kolam renang, kita juga melibatkan materi yang lain yang ada dalam permainan dan olahraga, dengan menggunakan bola kecil atau bola besar, dan kita juga dapat melibtakan materi aktivitas pengembangan atau uji diri/senam.

Pembelajaran terpadu pendidikan jasmani dapat juga melibatkan materi-materi yang terdapat dalam mata pelajaran yang lain di sekolah dasar yang didasarkan pada kompetensi dasar, indikator, dan hasil belajar, seperti : Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Sains, Pengetahuan Sosial, Kerajinan Tangan dan Kesenian.



Gambar 2. Pembelajaran Terpadu Pendidikan Jasmani Model 2


Materi-materi yang terdapat dalam mata pelajaran-mata pelajaran lain dapat dilibatkan dalam suatu proses pembelajaran pendidikan jasmani yang materinya relevan. Materi yang ada dalam pendidikan jasmani dipilih kemudian dipadukan dengan materi-materi mata pelajaran yang lain. Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004 juga memberikan kesempatan para guru utuk membangun tema pembelajaran yang mencakup beberapa materi pelajaran pada mata pelajaran yang berbeda, model ini lebih disebut dengan Tematik. Sebagai contoh, tema suatu pembelajaran pendidikan jasmani, menghubungkan dengan belajar membaca dan berhitung dasar bagi anak sekolah dasar.


Kesimpulan

Pembelajaran terpadu merupakan suatu inovasi yang dapat dikembangkan oleh para guru sekolah dasar sebagai upaya untuk mencapai tujuan dari pendidikan yaitu manusia utuh. Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa anak-anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan pada seluruh aspek, sehigga diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat mencakup itu semua. Pendekatan pembelajaran terpadu memungkin untuk terlaksananya pembelajaran yang efektif dan efisien terutama untuk pendidikan jasmani yang selama ini masih dianggap lebih rendah dibanding dengan mata pelajaran yang lain. Memadukan pendidikan jasmani dengan mata pelajaran lain terutama di Sekolah Dasar merupakan suatu usaha untuk mensejajarkan pendidikan jasmani dengan mata pelajaran lainnya.

Pembelajaran terpadu juga akan menambah jam pelajaran pendidikan jasmani yang selama ini dianggap masih kurang. Dua jam pelajaran pendidikan jasmani akan bertambah secara tidak langsung dengan pembelajaran mata pelajaran lain dengan menggunakan pembelajaran pendidikan jasmani yang memang lebih senang untuk dilakukan. Pembelajaran Matematika yang mempunyai jam pelajaran yang banyak dapat menggunakan pendidikan jasmani untuk proses pembelajarannya melalui pembelajaran terpadu tersebut.




Daftar Pustaka



Annarino, Anthony. 1992. A Curicullum : Theory and Design In Physical Education. London. The CV. Mosby Company.


Beane, J.A. 1995. Connecting Mathematics Across The Curicullum. Virginia. National Council of Teachers of Mathematic Inc.


Bucher, C.A. 1960. Foundation of Physical Education. St. Louis. C.V. Mosby Company.


Setiawan, Caly & Nopembri, Soni. 2004. Teaching Games for Understanding (TGfU) (Konsep dan Implikasinya dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani). Jurnal Nasional Pendidikan Jasmani dan Ilmu Kelohragaan. Volume 3 Nomor 2 Agustus 2004. Jakarta : Depdiknas. Ditjora.


Depdiknas.2004. Model Pembelajaran Terpadu. Artikel. Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen Dikdasmen, Depdiknas.


Gallahue, L., David. 1989. Motor Development. Indianapolis. Indiana : Benchmarks Press, Inc.


Ihat Hatimah. 2003. Strategi dan Metode Pembelajaran. Bandung. CV. Andira.


Kasina Ahmad.2003. Pelaksanaan Pembelajaran Terpadu Bahasa Indonesia Di Kelas Iii Sekolah Dasar. Jurnal Teknologi Pendidikan Edisi No. 12/VII/Oktober/2003. Pusat Teknologi Komunikasi Dan Informasi Pendidikan Depdiknas.


Kurikulum Berbasis Kompetensi. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional.


Ngalim Purwanto. 1991. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.


Nina Sutresna, dkk. 2003. Model Pembelajaran Terpadu (Integrated Learning) Penjas di Sekolah Taman Kanak-Kanak. Proposal Penelitian Tindakan Kelas. Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. Universitas Pendidikan Indonesia.


Rusli Lutan. 1994. The Victorian Primary School System and Possible Application In The Indonesian Setting. Melbourne, Victoria.


Siswoyo. 2004. Pembelajaran SD Cenderung Eksklusif. Suara Merdeka, Kamis, 06 Mei 2004.


Wiryawan, Sri Anitah. Pembelajaran Terpadu Hilang Gaungnya Pikiran Rakyat, 11 April 2003.


Sukintaka. 1990. Teori Bermain. Yogyakarta. Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. Institut Keguruan Ilmu Pendidikan Yogyakarta.


Saud, Udin. 1996. Pembelajaran Terpadu Di Sekolah Dasar : Konsep Dasar dan Model-Model Implementasinya. Bandung.


………….. 1997. Pembelajaran Terpadu : Inovasi untuk Membelajarkan Anak agar Menjadi Manusia ‘Utuh’ Yang Kreatif dan Inovatif. Makalah. Bandung.


Yacobs, H.H. 1989. Interdiciplinary Curricullum : Design and Implementation. Alexandria. VA ASCD.

Baca Selengkapnya......

Falsafah,Tugas,Peran dan Kepribadian Pelatih

OLEH: SUBARNA, S.Pd

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Lahirnya seorang juara tidak dapat dilepaskan dari peranan pelatih. Meskipun bakat pembawaan merupakan modal dasar lahirnya seorang juara, namun persaingan ketat dalam olahraga dewasa ini telah melibatkan para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu, sehingga tentu saja pelatih sangat memegang peran utama.

Kepelatihan merupakan usaha atau kegiatan memberi perlakuan untuk membantu atlet agar pada akhirnya atlet dapat mengembangkan diri sendiri dan meningkatkan bakat kemampuan, keterampilan, kondisi fisik, pengetahuan, sikap-sikap, penguasaan emosi serta kepribadian pada umumnya.

Dalam olahragapun tentunya kita sepakat bahwa atlet diharapkan dapat berbuat sebaik –baiknya, selain kemampuan pribadinya dapat berfungsi baik dalam suatu tingkat integrasi tertentu, juga menunjukkan kematangan emosional serta dapat menguasai dirinya.

Atas dasar itulah sehingga nantinya kita berharap bahwa olahraga dapat memberi dampak positif pada individu seperti peningkatan tanggung jawab, kejujuran dalam bermain, kerjasama, memperhatikan orang lain, kepemimpinan, menghargai para pelatih, wasit dan pembina, setia, toleran, disiplin yang akhirnya dapat diharapkan menjadi warga negara yang baik.

Selain itu kita juga berharap tentu saja tugas pelatih bukan sekedar hanya membantu atlet untuk meraih prestasi, akan tetapi pelatih juga harus menanamkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam olahraga. Semua itu bisa terwujud apabila setiap pelatih bisa memahami sifat-sifat kepribadiannya sendiri untuk dapat menyadari kelemahan-kelemahannya, dan selanjutnya berusaha mencapai target yang ditetapkannya, untuk mencapai prestasi lebih tinggi, memenangkan pertandingan atau memecahkan rekornya sendiri.

Namun kenyataan dilapangan tak jarang kita masih melihat beberapa pelatih yang belum memposisikan dirinya sebagai pelatih yang benar- benar sesuai dengan apa yang sudah menjadi norma dan tugas tanggung jawabnya, diantaranya dengan mempertontonkan tingkah lakunya ketika sedang dalam pertandingan yang tentu saja jauh dari keinginan dari harapan masyarakat pada umumnya.

Sebagai contoh kasus, penulis mencoba menampilkan dua pelatih yang kurang menerima kekalahan timnya, contoh pertama pelatih Persik Kediri Jaya Hartono, pihaknya mengaku timnya telah dikerjai oleh wasit saat melawan Perseman Manokwari dalam laga terakhir putaran pertama Grup II Liga Divisi Utama Indonesia Ti-Phone di Stadion Sanggeng, Manokwari, Papua Barat, Minggu (6/2) lalu. Bahkan ia menuding timnya telah dikerjain wasit, sehingaa permainan pun tidak berjalan secara fair play. "Kami dikerjai oleh wasit habis-habisan. Permainan tidak berjalan secara fair play. Sehingga kami banyak dirugikan dengan keputusan yang sifatnya kontroversial," kata Jaya Hartono sebagaimana dilansir GOAL.com Indonesia.

Hal serupa tentu saja tidak terjadi hanya diliga Indonesia, bahkan di liga seri A dunia, seperti halnya pelatih Napoli Walter Mazzari yang tidak puas dengan wasit saat pasukannya dibekap Ac Milan. Bahkan

Mazzari mempertanyakan keputusan Nicola Rizzoli mengusir keluar Michele Pazienza di menit 45, dan menganggap wasit tidak cermat melihat bahwa Napoli layak mendapat penalti saat Lavezzi dijatuhkan Sokratis di kotak penalti. Atas ketidak puasannya tersebut bahkan Mzzari sempat menyidir wasit dengan pertanyaan “Saya tidak ingin berbicara soal wasit. Wasit harus menunjukan konsistensi dalam semua situasi di sebuah pertandingan. Hand ball untuk Napoli, juga hand ball untuk Milan (bila kejadiannya sama),” ungkap Mazzari, seperti dikutip Football-Italia.

Atas penomena di atas tentu saja kita sepakat bahwa banyak pelatih profesional pun ketika di hadapkan dalam keadaan tertekan mereka menyimpang dari falsafah, kepribadiannya sebagai pelatih.

B. Permasalahan

Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis akan membahasnya secara rinci berdasarkan kajian beberapa literatur yang relevan, yang memfokuskan pada permasalahan secara spesifik. Adapun permasalahan tersebut penulis rinci sebagai bentuk pertanyaan Apa implementasi nilai pedagogi dan apa nilai-nilai penting dari falsafah, tugas, peran dan kepribadian pelatih.


C. Tujuan

Makalah ini bertujuan mendeskripsikan berbagai penomena pelatih khususnya yang berkenaan dengan falsafah, tugas, peran dan kepribadian pelatih. Selain itu nilai-naial apa yang penting dan bagaimana implementasi nilai pedagogi dari falsafah, tugas, peran dan kepribadian pelatih.

D. Metoda

Dalam memecahkan masalah dalam makalah ini, menggunakan metoda studi litelatur , dimana penulis mencoba untuk mengeksplorasi berbagai referensi yang relevan dengan topik permasalahan yang penulis bahas.



BAB II

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini tentunya akan membahas lebih dalam lagi tentang falsafah pelatihan olahraga dan tugas, peran dan kepribadian pelatih.

A.Falsafah Pelatih

Berbicara tentang falsafah tentu saja setiap orang mempunyai falsafah hidup masing-masing, termasuk juga dengan pelatih. Dan sebelum kita membahas lebih dalam tentang falsafah pelatih, tentu kita harus mengenal terlebih dahulu apa arti dari falsafah itu sendiri. Salah satu arti dari falsafah adalah bahwa falsafah ialah suatu system dari prinsip-prinsip yang dipakai untuk membimbing orang dalam kegiatan-kegiatannya. (Harsono:1988).

Jadi kalau kita bicara mengenai falsafah kepelatihan, kita bicara mengenai suatu perangkat sikap (attitudes) atau prinsip-prinsip dasar yang menuntun tabiat dan perilaku di dalam situasi-situasi praktek. Ada pelatih-pelatih yang falsafah coachingnya adalah “memenangkan setiap pertandingan”. Maka sikap dan perilakunya, serta cara menangani olahraganya dan atlet-atletnya adalah tercermin dalam falsafahnya tersebut. Berbeda dengan pelatih-pelatih yang falsafah coachingnya adalah menanamkan kepribadian yang baik dan prilaku etis pada atlet-atletnya. Penangannya juga akan berbeda dengan pelatih-pelatih yang falsafah coachingnya lain.

Dengan mengobservasi perilaku para atletnya, kita biasanya akan dapat mengetahui falsafah pelatihnya. Gaya permainan para atletnya, rasa hormat (respect) yang diperlihatkan kepada para ofisial dan lawan-lawannya, bahasa yang digunakannya. Perilaku di luar lapangan, kesanggupan untuk mengatasi stress-stress pertandingan, semangat bertandingnya, kesetiaan terhadap teman dan timnya, staminanya pada akhir-akhir pertandingan, ya,, sampai kepada kostum latihan dan pertandingannya, itu semua dapat merupakan sebagian dari indikator –indikator yang mencerminkan falsafah pelatihnya.

Aspek-aspek falsafah dan etika coaching adalah saling berhubungan, yang keduanya mengacu kepada system nilai-nilai seseorang, sikap, kepercayaan (belief), dan prinsip-prinsip yang menuntun (guide) perilaku orang sebagaii pelatih (Harsono:1988).

1. Motivasi menjadi pelatih.

Motivasi memilih karier menjadi pelatih tentu saja setiap orang tidak sama, ada yang memilih karier menjadi pelatih atas dasar ia ingin mengamalkan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya kepada orang lain, atau ada juga yang beranggap dengan menjadi pelatih ia bisa mendapat kepuasan setelah atlet didikannya memperlihatkan peningkatan prestasi. Namun selain itu ada juga yang beranggapan dengan menjadi pelatih ia akan memperoleh kekuasaan, seperti halnya memperoleh status dan pengakuan dimasyarakat. Ada pula yang memang senang mengasuh anak-anak muda dan senang akan keterlibatan yang terus menerus dalam sensasi stress dan sensasi pertandingan. Dan tidak sedikit pula yang menjadikan keahlian melatihnya semata-mata sebagai sumber hidupnya.

2. Harapan orang dari seorang pelatih.

Dalam setiap profesi musti ada kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi oleh anggotanya. Demikian pula dalam profesi melatih. Ada seperangkat ketentuan dan kewajiban moral yang harus kita patuhi, yaitu berperilaku dan berkiprah sesuai dengan norma-norma, tujuan-tujuan, serta cita-cita tinggi dari profesi tersebut. Perangkat ketentuan-ketentuan tersebut biasanya dituangkan di dalam kode etik pelatih.

Falsafah seorang pelatih harus tercermin di dalam pendapatnya dan tingkah lakunya dalam melaksanakan tugasnya sebagai coach dan dalam membina atletnya-atletnya untuk memperkembangkan secara optimal kesehatan fisik, mental, spiritual, dan sosialnya. Di samping itu tugasnya adalah juga untuk memperkembangkan keterampilan motorik dan prestasi atlet, perilaku etis, moral yang baik, kepribadian, dan respek terhadap orang lain.

Falsafah seorang pelatih harus tercermin di dalam watak luhurnya, pertimbangan-pertimbangan intelektualnya, sportivitasnya, dan sifat-sifat demokratisnya.

Coach harus pula dapat memberikan bimbingan agar atlet-atletnya bisa berdikari dalam hidupnya kelak dan menjadi warga negara yang baik. Itu semua adalah (dan seharusnya) merupakan tanggungjawab seorang pemimpin olahraga, dan dengan sendirinya juga yang diharapkan dari seorang pelatih. (Harsono:1988).

3. Dilema pelatih

Karena sering kali kurang memperlihatkan pentingnya tujuan berolahraga ini, dan selalu merasa bahwa kepintaran coachingnya senantiasa dinilai oleh masyarakat dengan menang kalahnya atlet-atletnya dalam pertandingan, maka mereka seringkali lupa akan tugas-tugas moral dan tujuan-tujuan yang murni dari olahraga. Oleh karena itu sering kali pelatih mengahalalkan segala macam cara untuk bisa memenangkan pertandingan. Hal negatif inilah yang serring kali menyebabkan olahraga menjadi suatu aktivitas komersial dan bukan lagi sesuatu yang menyenangkan dan yang dapat dinikmati.

B.Tugas, Peran dan Kepribadian Pelatih

Tugas pelatih bukan hanya membantu atlet untuk meraih prestasi, akan tetapi lebih jauh dari itu, pelatih juga harus menanamkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam olahraga. Artinya bukan hanya juara yang dikejar oleh pelatih akan tetapi prilaku sosial atlet juga harus dapat perhatian, karena atlet adalah model bagi masyarakat. Apalagi bagi anak-anak seorang pemain yang juara suka dijadikan sebagai idola hidupnya. Sudah kebayang apabila ada seorang atlet yang memiliki perilaku buruk, maka secara tidak langsung akan diikuti oleh penggemar-penggemarnya. Jauh dari itu seorang pelatih harus mampu menjadi guru sebagai pendidik, bapak, teman sejati. Sebagai guru pelatih akan disegani dan dihormati, sebagai bapak dia akan dicintai oleh atletnya, dan sebagai teman hanya dia yang akan dipercaya apabila atlet memiliki masalah yang bersifat pribadi. Begitu kompleks dan rumitnya peran dan tugas sebagai seorang pelatih.

Dibawah ini akan diuraikan beberapa tugas utama seorang pelatih, dan juga termasuk bagaimana sebenarnya perilaku seorang pelatih dalam masyarakat.

1. Perilaku. Perilaku seorang pelatih dimasyarakat harus menjadi contoh yang baik dalam masyarakat, artinya jangan sampai seorang pelatih ada perilakunya yang tidak sesuai dengan norma atau aturan-aturan kehidupan dalam masyarakat. Karena kehidupan seorang pelatih selalu jadi sorotan masyarakat, sehingga apabila ada tindak tanduk perilaku yang tidak baik maka dengan cepat akan menyebar ke seluruh masyarakat dan ini akan menjadi boomerang bagi dirinya sendiri juga bagi tim yang di asuhnya.

2. Kepemimpinan. Jiwa kepemimpinan harus dimiliki oleh seorang pelatih. Bagaimana mau diturut atau digugu oleh atletnya apablia ia tidak memiliki sikap sebagai seorang pemimpin. Pemimpin yang baik ialah yang disegani bukan ditakuti. Sebagai seorang pemimpin harus mampu memberikan motivasi kepada atletnya juga harus mau menerima saran dari para pembantunya. Juga sifat seorang pemimpin akan terlihat dalam kondisi yang sekalipun kritis . Contohnya dalam keadaan klubnya atau atletnya kalah seorang pelatih harus bisa memperlihatkan sifat getelmennya.

3. Sikap sportif. Seorang pelatih harus memberikan contoh sikap yang sportif kepada atletnya. Artinya dalam kondisi atau situasi apapun kita harus bisa menghormati keputusan yang dibuat oleh wasit, walaupun sebenarnya keputusan wasit itu sangat merugikan klub atau atletnya dan menghormati kemenangan lawan, akan tetapi bukan berarti kita harus sering mengalah melainkan kita kalah dengan terhormat.

4. Pengetahuan dan keterampilan. Tidak diragukan lagi bahwa seorang pelatih harus memiliki dan menguasai pengetahuan yang luas terutama pengetahuan tentang ilmu-ilmu yang mendukung dalam proses pelatihan, juga harus mampu memberikan contoh yang baik dalam hal keterampilan cabang olahraganya.

Dari sini kita bisa menangkap bahwa seorang pelatih itu harus memiliki ilmu pengetahuan tentang ilmu pelatihan, ini berarti pelatih itu ada sekolahnya atau ada pendidikan secara formalnya. Begitu juga mengenai kemampuan keterampilannya ini akan lebih baik jika pelatih itu adalah orang yang berpendidikan dalam ilmunya juga mantan atlet cabang olahraga tersebut,

akan tetapi ilmu pengetahuannyalah yang lebih penting dalam mendukung prestasi dalam melatihnya.

5. Keseimbangan emosional. Kemampuan bersikap wajar dalam kondisi dan situasi yang sangat tertekan, atau terpaksa harus menerima kenyataan dilapangan padahal klubnya dirugikan itu adalah cerminan tingkat keseimbangan emosional yang baik. Seorang pelatih akan selalu ada dalam tingkat stress yang tinggi, tekanan emosional, suasana ketegangan yang terus menerus terutama pada saat kompetisi sedang berlangsung, ini artinya seorang pelatih harus mampu mengendalikan emosinya (self control), dan yang penting lagi sifat ini harus mampu ditularkan kepada atlet-atletnya.

6. Imajinasi. Kemampuan ini adalah kemampuan untuk membentuk hayalan-hayalan mental tentang obyek yang tidak nampak. Ini biasanya dibutuhkan dalam kreativitas untuk merubah-rubah kondisi dilapangan atau strategi yang baik untuk mensiasati lawan supaya mencapai kemenangan. Ini biasanya tertuang dalam proses latihan yang selalu menciptakan hal-hal yang baru, juga dalam taktik permainan baik taktik menyerang atau taktik bertahan. Bahkan dalam keadaan sedang bermain atletnya pelatih dapat merubah-rubah taktik yang dipakai, sehingga lawan sulit untuk membaca permainan yang diterapkannya, dan ini sangat beruntung untuk klub atau atletnya

7. Ketegasan dan keberanian. Seorang pelatih harus memiliki keberanian yang tegas dalam mengambil keputusan pada kondisi yang tertekan. Seorang pelatih tidak boleh mendengar ucapan-ucapan penonton yang memberikan saran untuk mengganti pemain atau menukar posisi dalam situasi pertandingan. Karena yang mengetahui kondisi permainan dan kondisi atletnya hanyalah pelatihnya sendiri oleh karena itu keputussan yang diambilpun harus berdasarkan pada analisanya sendiri.

8. Humor. Satu sifat yang tampaknya enteng padahal ssangat perlu, citra rasa humor yang tinggi akan lebih mendekatkan hubungan dengan para atletnya. Kemampuan untuk membuat orang lain tertawa akan membawa pada situasi yang menyegarkan, rileks, dan ini akan membawa dampak yang positif kepada atletnya, karena dengan humor akan menurunkan tingkat ketegangan yang dirasakan oleh atlet.

9. Kesehatan. Betapa beratnya tugas seorang pelatih, disamping tugas sehari-harinya dia juga harus mempersiapkan program untuk latihan esok harinya, mengevaluasi dan menganalisa hasil kerjanya dalam hal melatih apakah ada kemajuan atau mandeg atau bahkan mundur, ini merupakan tugas yang sangat berat, apalagi pada saat terjun dilapangan memberikan contoh gerakan yang baik, atau bahkan ikut dalam proses latihan. Ini semua menuntut kesehatan dan vitalitas yang tinggi dari seorang pelatih.

10. Administator. Pelatih juga sebagai pengelola olahraga, oleh karena itu ia harus mampu mengorganisir program latihan dan pertandingan, menginventalisir data-data atletnya, data kondisi fisiknya, bahkan kemajuan dan kemunduran yang dialami oleh atletnya tidak boleh terlewatkan dari analisanya.

11. Pendewasaan anak. Perkembangan serta pendewasaan anak, termasuk mengajar sifat-sifat kepemimpinan, kekompakan tim, mengambil inisiatif, ambisi disiplin tentunya sangatlah penting diperhatikan oleh seorang pelatih. Salah satu contohnya bagaimana menangani masalah menang dan kalah. Atlet harus belajar bagaimana hidup dalam kemenangan dan bagaimana dalam kekalahan. Mengajar mereka bagaimana mengelola sukses secara santun adalah penting akan tetapi yang lebih penting lagi bagaimana mereka mengelola kalah dengan baik. Atlet harus diajar untuk senantias berusaha untuk mencoba terus , dan selalu ingat bahwa masih ada hari esok.

12. Kegembiraan berlatih. Pelatih harus dapat mengajarkan kegembiraan bermain dan berlatih. Kegembiraan bermain dan berlatih tersebut bisa diselipkan dalam latihan-latihan, akan tetapi dengan tetap tidak melupakan disiplin.

13. Hargai wasit. Pelatih raus dapat menghargai keputusan-keputusan wasit dan ofisial pertandingan lainnya. Kendatipun tidak setuju dengan keputusan wasit salurkanlah melalui proses yang resmi.

14. Hargai tim tamu. Pelatih harus memperlakukan tim tamu dengan menyuguhkan permainan yang seru dan bermutu dengan tetap menjunjung rasa sportifitas dan mengedepankan fair play.

15. Perhatian pribadi. Pelatih yang sukses biasanya adalah pelatih yang sangat memperhatikan atlet-atletnya, karena setiap atlet merasa bahwa dia mendapat perhatian pribadi dari pelatihnya. Atlet ingin agar dia diakui sebagai orang dan bukan sebagai sesuatu yang hanya dipergunakan untuk pertandingan. Sukses akan diperoleh kalau perhatian banyak ditujukan kepada kebutuhan-kebutuhan atlet.

16. Berpikir positif. Pelatih harus melatih atlet-atletnya agar mereka selalu berpikiran positi, optimistic. Dan selalu memusatkan pada kekuatan yang miliki bukan kepada kelamahan pada saat disetiap pertandingan.

17. Larang judi. Pelatih harus berani untuk melarang judi kepada atletnya dan apabila ada yang melakukannya tentu saja pelatih harus berani memberikan sanksi bagi atletnya.

18. Berbahasa baik dan benar. Berbicara didepan umumm dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar tentu saja selain dapat dengan mudah dicerna juga bisa menaikan prestise pelatih itu sendiri dimata para pendengarnya.

19. Mengisukan orang. Pelatih yang baik sebaiknya jangan mengkritik, mengisukan, menceritakan kekurangan-kekurangan atlet, pelatih lain, atau ofesial lain kepada orang lain. Kalau sekiranya perlu untuk memberikan contoh mengenai kekurangan-kekurangan demikian, alangkah baiknya menyebutnya secara umum.

20. Menggunakan wewenang. Pelatih janganlah menggunakan wewenang untuk kepentingan pribadi, seperti halnya dnegan menerima hadiah yang bisa memberikan peluang untuk dirinya menyimpang dari kode etik profesinya.

21. Sikap mental. Pelatih harus secara sungguh-sungguh untuk mempersiapkan mentalnya seperti halnya siap mengabdikan diri sepenuhnya, mengamalkan segala pengetahuan yang dimiliki dan yang terpenting berani berkorban baik fisik maupun mental untuk profesinya tersebut.

22. Hubungan dengan para asisten pelatih. Hubungan yang baik antara pelatih dengan para asistennya adalah penting oleh karena turut menentukan sukses tidaknya tim yang dilatihnya. Diantaranya sebagai pelatih harus merupakan sebagai bapak yang selalu memberikan bimbingan dan adanya rangsang kepada asistennya, menerima silang pendapat dengan para asistennya bila ada suatu masalah yang perlu dipecahkan, selalu menerima dengan tangan terbuka baik padangan maupun kritik yang diberikan para asistennya, tidak selalu menumpahkan segala kesalahan kepada para asistennya akan tetapi selalu menjalin kerjasama dengan baik yang didasarkan atas kepentingan bersama.

Selain apa yang dipaparkan di atas, untuk dapat melakukan tugas dan peranan pelatih dengan sebaik-baiknya maka beberapa hal dibawah ini perlu mendapat perhatian. yaitu ;

1. Terlebih dahulu perlu diciptakan komunikasi yang sebaik-baiknya antar pelatih dengan atlet. Bagaimanapun hebatnya seorang pelatih tidak akan dapat membina atlet dengan baik apabila tidak ada kesediaan psikologik dari atlet untuk mendengarkan dan menerima petunjuk-petunjuk dari pelatihnya. Interaksi edukatif perlu diciptakan oleh pelatih, yaitu interaksi antara pelatih dan atlet, dan antara sesama atlet yang didasarkan atas nilai-nilai pendidikan, yaitu antara lain rasa keakraban, keterbukaan, penuh kasih sayang, kesedian untuk dikoreksi, menerima saran-saran dan sebagainya, yang semua itu didasarkan atas sikap-sikap positif konstuktif.

2. Memahami watak, sifat-sifat, kebutuhan dan minat atlet sebagaimana dikatakan Dewey (1964) keberhasilan pendidikan juga akan ditentukan oleh seberapa jauh kita memperhatikan minat (interest), kebutuhan (needs) dan kemampuan (ability) yang harus dikembangkan dari subyek didik.

3. Pelatih harus mampu menjadi motivator yang baik sebagaimana dikatakan Singer (1984) : “ To be agood coach one has to be a good motivator”, karena pada akhirnya keberhasilan penampilan seorang atlet akan bergantung pada diri atlet itu sendiri.

4. Tugas pelatih yang tidak boleh diabaikan yaitu membantu atlet dalam memecahkan problema-problema yang dihadapi, baik problema yang dihadapi dalam latihan dan pertandingan, maupun problema dalam keluarga, sekolah ataupun pekerjaan.

Sementara untuk kepribadian pelatih akan dibahas pula gaya kepempimpinan pelatih dengan membanding-bandingkan sifat-sifat pelatih dengan berbagai kelebihan dan kekurangnya yaitu dengan membedakan gaya kepemimpinan pelatih atas dasar sifat-sifat kepribadiannya (Tutko dan Richards (1971) seperti di bawah ini.

1. The Hardnosed authoritarian coach. Adalah gambaran seorang pelatih yang bergaya jagoan yang merasa yakin dalam tindakan-tindakan menetapkan sasaran atau target, mendorong atlet untuk berjuang mencapai target yang ditetapkan.

Gaya pelatih seperti ini banyak terdapat pada pelatih- pelatih muda (tidak semua) dengan ciri-ciri : sangat disiplin, sering memaksakan peraturan dengan ancaman hukuman, sangat kaku dalam menerapkan jadwal dan rencana, dapat bertindak kejam dan sadis, kurang hangat dalam pergaulan, dapat mengorganisasikan sesuatu dengan baik dan terencana dengan baik, segan berhubungan dekat dengan orang lain, sering bersikap moralitas dan religius, keras memegang pendirian sering berprasangka, lebih senang mempunyai asisten orang-orang yang lemah, untuk menimbulkan motivasi menggunakan perlakuan-perlakuan (push ups, lari keliling, dsb nya)

Kebaikan dari gaya pelatih seperti ini antara lain : terbentuknya displin yang kuat, team yang mampu bermain keras dan agresif, team terorganisir baik, biasanya kondisi fisik anggota tema lebih baik dari lain team, team spirit baik pada saat menang.

Beberapa hal yang kurang menguntungkan, yaitu antara lain : team mudah mendiskusikan sesuatu apabila ada hal-hal yang tidak baik dalam suasana yang tidak menyenangkan, pemain-pemain yang sensitive mudah droup out, sering membenci atau khawatir, suasana team tegang.

2. The Nice guy coach. Adalah pelatih yang bergaya seperti bujangan yang pandai bergaul, rumahnya selalu terbuka bagi para atlet ; dengan memiliki ciri-ciri : disenangi banyak orang, penuh perhatian kepada orang lain, penumbuhkan motivasi dengan cara positif, terlalu fleksibel dalam membuat perencanaan namun kadang-kadang menjadi kacau balau, seiring mencoba-coba sesuatu dan terbuka terhadap saran-saran.

Kebaikan pelatih dengan gaya seperti ini, yaitu antara lain : ikatan team kuat/akrab, atlet sering menunjukan prestasi melebihi apa yang diharapkan, suasana team rileks penuh kekeluargaan, permasalahan-permasalahan atlet dapat ditangani lebih efektif.

Mengenai hal-hal yang kurang menguntungkan, antara lain : pelatih sering kelihatan lemah, atlet berbakat kurang ditangani dengan baik, dapat kehilangan atlet-atlet yang mempunyai sifat pemalu.

3. Intense or driven coach.

Intense atau driven coach dalam banyak hal sifat-sifatnya mirip dengan the hardnosed authoritarian coach, bedanya drive coach lebih emosional dan tidak suka menghukum. Adapun ciri driven coach adalah : mudah kelihatah khawatir dan bingung, suka mendramatisasikan keadaan, segala sesuatu ditangani secara pribadi, selalu memiliki pengetahuan yang lengkap mengenai permainan dan segala peraturannya, selalu berkemauan keras melibatkan diri dan tidak pernah puas dengan apa yang dihasilkan, menyediakan seluruh waktu untuk memahami permasalahan yang dihadapi, memotivasi atlet atas dasar pengalaman pribadi.

Kebaikan dari driven coach yaitu antara lain : tema yang dibina pada umumnya sikses dalam pertandingan, team dibantu sepenuhnya kalau mau kerja keras, pelatih tersebut biasanya kerja lebih keras daripada atlet yang dibinanya.

Adapun kelemahan atau hal yang kurang menguntungkan, yaitu antara lain : suka menakut-nakuti atlet dalam upaya member tantangan, kemungkinan team mengalami burn out sebelum berakhir season, membenci atlet yang menunjukkan penampilan malas, mudah kehilangan atlet karena kurang ditangani dengan baik, tuntutannya sering tidak realistic, sering anggota team malu mengenai penampilannya yang emosional.

4. The easy going coach

Pelatih ini sering menganggap enteng permasalahan, merupakan pelatih yang memiliki sifat kebalikan dari driven coach yang penuh semangat dan suka memaksa. Adapun ciri-cirinya yaitu antara lain : tidak pernah tampak serius menghadapi segala sesuatu, enggan membuat jadwal kerja, tidak pernah mendesah segalanya dilihatnya mudah, member kesan bahwa semuanya dapat dikendalikan sehingga pada saat –saat tertentu kelihatan malas.

Kebaikan pelatih ini antara lain : team hanya mengalami sedikit tekanan, penanganan team kurang untuk dapat kerja keras, segala sesuatu didapat dengan mudah oleh team, menumbuhkan perasaan tidak tergantung pada pelatih, sehingga pelatih lebih menyerupai guide dan konsultan.

Mengenai hal-hal yang kurang menguntungkan,, yaitu antara lain : sering pelatih tampak tidak mampu menguasai pemainnya, sering tampak seperti playboy tidak senang olahraga, team sering tidak dalam kondisi fisik yang baik karena kurang keras latihan, adanya tekanan karena tidak menangani team dengan baik dapat mudah menimbulkan panik, pelatih sering tampak tidak ambil pusing oleh keadaan.

5. The business like coach

Pelatih yang bergaya seperti business men ini sangat berhasrat untuk belajar, mempelajari sesuatu, selalu berusaha mendapat informasi terbaru, biasanya selfish yaitu memiliki sifat semau gue.

Adapun ciri business like coach yaitu : menggunakan pendekatan dalam olahraga atas dasar untung rugi, pendekatannya sangat logis, tampaknya berpribadi dingin tidak hangat dalam pergaulan, pemikirannya tajam, pikiran utamanya ditujukan pada lawan bertanding, pragmatis dan tekun.

Kebaikan pelatih ini antara lain : team selalu up to date dalam penguasaan teknik-teknik baru, team tampak terorganisasi secara strategis untuk dapat mencapai sukses, atlet merasa percaya dirinya berkembang melalui organisasi yang dikelola secara cerdik.

Segi-segi kekurangan yang terjadi antara lain : sering timbul rasa dianggap tidak penting, team spirit kurang, sulit menghadapi atlet yang kurang terorganisasi dengan baik, mudah kehilangan atlet karena kurang motivasi secara emosional.

BAB III

KESIMPULAN

Kewajiban dan tugas seorang pelatih sangat luas dan komplek, maka dalam kehidupan sehari-hari pelatoh sebagai seorang model atau panutan para atletnya serta senantiasa bertindak sebagai bapak atau seorang teman yang merupakan tempat tumpuan curahan isi hati setiap atlet. Kepelatihan merupakan usaha atau kegiatan memberi perlakuan untuk membantu atlet agar pada akhirnya atlet dapat mengembangkan diri sendiri dan meningktakna bakat kemampuan, keterampilan, kondisi fisik, pengetahuan, sikap-sikap, penguasaan emosi serta kepribadian pada umumnya.

Tutko dan Richards (1971) menegaskan bahwa tugas pelatih adalah membantu atlet agar pada akhirnya atlet dapat menolong dirinya sendiri atau dapat berdiri sendiri. Ini penting sekali untuk dipahami pelatih karena atlet adalah individu yang sering mengalami persaingan, stress, perasaan gagal. Sukses dan sebagainya.

Harsono (1988) juga menegaskan bahwa berbicara mengenai falsafah coaching tidak terlepas dari suatu perangkat sikap atau prinsip-prinsip dasar yang menuntun tabiat dan perilaku pelatih di dalam situasi-situasi praktek. Dan sapek –aspek tersebut tidak terlepas dari peran motivasi menjadi pelatih, harapan orang dari seorang pelatih dan dilema pelatih.

Pendapat para ahli pada umumnya menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu bahwa olahraga dapat memberikan dampak positip pada individu seperti peningkatan tanggung jawab, kejujuran dalam bermain, kerjasama, memperhatikan orang lain, kepemimpinan, menghargai para pelatih, wasit dan pembina, setia, toleran, displin yang akhirnya dapat diharapkan menjadi warga Negara yang baik.

Sehubungan hal di atas tiap-tiap pelatih diharapkan lebih peka menghadapi : 1) tuntutan kebutuhan dan motivasi atlet-atletnya, 2) hubungan interpersonal yang terjadi antara atlet dengan atlet, atlet dengan pelatih, atlet dengan orang tua, keluarga kelompok-kelompok pergaulan dan sebagainya.

Ini semua sangat berguna untuk dapat memahami kemampuan atlet, serta untuk dapat mengontrol dan mengembalikan perkembangannya.Dengan upaya pembinaan atlet yang dilakukan secara terencana, teratur terarah dan berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan :

1. Pengetahuan atlet menganai apa yang harus dilakukan agar dapat mencapai prestasi tinggi dan mengapa latihan-latihan tertentu dilakukan

2. Meningkatkan keadaan fisik dan kemampuan keterampilan atlet sesuai cabang yang ditekuni atas dasar analisis yang cermat dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi mutahir

3. Mengembangkan sikap positif kontruktif terhadap sesame atlet terhadap program latihan terhadap pelatih dan pembina.

4. Meningkatkan kemampuan penguasaan emosi, penguasaan diri dan lebih meningkatkan motif berprestasi untuk bisa mencapai prestasi setinggi-tingginya.

5. Menanamkan cita-cita dan kepribadian yang mantap sehingga mampu mengembangkan diri sendiri dan mampu menghadapi hambatan-hambatan dalam keadaan bagaimanapun juga.

Sementara untuk gambaran kepribadian pelatih dengan berbagai sifat sebagai cirinya yang oleh Tutko dan Richards (1971) dibedakan dalam lima gaya kepemimpinan pelatih yang terdiri dari : the hardnosed authoritarian coach, the nice guy coach, intense or driven coach, the easy going coach dan the business like coach, bukanlah satu-satunya cara untuk dapat memahami kepribadian pelatih.

Kepribadian manusia dapat dibedakan atas sifat-sifat yang dimilkinya, dan kombinasi dari sifat-sifat tersebut dapat bervariasi, berpuluh-puluh kemungkinan variasi sehingga dapat menimbulkan lebih dari lima pola/gaya kepemimpinan pelatih.

Intinya sifat dan kepribadian pelatih akan banyak turut menentukan keberhasilan atau tidak tugas pengabdiannya. Sehingga kalau kita berbicara tentang kepribadian seorang pelatih maka hal ini tidaklah dapat dipisahkan dengan kepemimpinannya dalam melatih. Dan bila kita membicarakan mengenai kepemimpinan maka sudah barang tentu akan menyangkut sifat dan ciri-ciri kepribadian seseorang.

Seorang pelatih disamping falsafah hidup yang benar, ia juga harus memiliki falsafah yang baik tentang olahraga dan latihan. Ia harus sadar bahwa apa yang dilakukannya adalah benar, bermanfaat, bertujuan dan merupakan sumbangan yang vital guna mencapai tujuan-tujuan tersebut. Ia adalah seorang guru, pendidik dan seorang ayah. Sehingga segala ucapannya dan tindak tanduknya akan pula mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan falsafah hidup si anak/atlet.

Baca Selengkapnya......