Selasa, 22 Maret 2011

Dimensi Pedagogi Dalam Pelatihan Olahraga

Oleh Subarna
Latar Belakang
Pedagogi Olahraga (sport pedagogy) adalah sebuah disiplin ilmu keolahragaan yang berpotensi untuk mengintegrasikan subdisiplin ilmu keolahragaan lainnya untuk melandasi semua praktik dalam bidang keolahragaan yang mengandung maksud dan tujuan untuk mendidik. (Rusli Lutan,2008). Sedangkan Bambang Abduljabar (2011) mengatakan pedagogi olahraga adalah nama baru yang mencoba memadukan konsep pendidikan jasmani, pendidikan olahraga, dan olahraga pendidik. Ditinjau dari aspek perkembangannya,pedagogi olahraga lebih diarahkan pada pengenalan batang tubuh pedagogi olahraga itu sendiri yang salah satunya dipahami sebagai medan penelitian, sekaligus pengembangan ilmu yang melandasi semua upaya yang mengandung intensi yang bersifat mendidik. Itulah sebabnya, pedagogi olahraga memiliki peluang pengembangan dan penerapannya tidak hanya dalam lingkup penyelenggaraan pendidikan jasmani dan olahraga di sekolah atau lembaga formal, tetapi juga diluar persekolahan seperti perkumpulan olahraga, terutama klub-klub pembinaan olahraga usia dini.

Merujuk pada pemaparan diatas, sehingga kata lain olahraga bisa diartikan dalam arti yang lebih luas, sehingga bukan hanya sekedar merupakan kegiatan jasmani pada waktu senggang sebagai pelepas lelah atau dengan kata lain untuk membentuk pembinaan kebugaran jasmani, akan tetapi juga olahraga merupakan kegiatan jasmani kompetitif yang berisi kegiatan perlombaan atau pertandingan untuk memperagakan prestasi yang optimal.
Berkenaan bahwa olahraga itu sangat kompleks, pakar olahraga di Indonesia telah mencoba untuk menggolongkannya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai sehingga dikenal olahraga kompetitif untuk tujuan prestasi.
Mengapa dimensi pedagogi diperlukan dalam pelatihan olahraga?
Mengingat gambaran tentang taksonomi ilmu keolahragaan yang dibangun berdasarkan sejumlah bidang teori. Sehingga landasan dimensi pedagogi dibidang pelatihan olahraga dibutuhkan, selain bermanfaat untuk mencegah tindakan Mala-praktik yang membahayakan masa depan peserta didik, tentu yang tidak kalah pentingnya ialah agar keseluruhan upaya pembinaan itu dapat dipertanggung jawabkan secara etika professional. Dengan demikan diharapkan landasan ilmiah ini akan terjamin prinsip akuntabilitas dalam pendidikan jasmani dan olahraga. Dan atas dasar itu pula para pendidik di bidang olahraga dapat mempertanggungjawabkan upaya pembinaannya secara terbuka kemasyarakat. Selain itu juga tujuan lain yang ingin dicapai ketika siswa belajar olahraga adalah para siswa juga mendapat sejumlah nilai dari partisipasinya dalam kegiatan olahraga berupa nilai sportivitas (kejujuran), tanggungjawab, disiplin, menghormati/menghargai lawan, fairplay, dan sejumlah moral lainnya.
Bagaimana dimensi pedagogi diterapkan dalam pelatihan olahraga?
Meskipun rumusan lingkup unsur pedagogi olahraga (sport pedagogi) beragam pada berbagai karena terkait dengan perbedaan budaya, akar sejarah, dan standar metodologi, namun pada dasarnya terdapat persamaan pemahaman yaitu pendidikan jasmani dipahami sebagai sebuah bidang studi (mata pelajaran) di sekolah, sedangkan pedagogi olahraga dipandang sebagai sebuah subdisiplin ilmu dalam kerangka ilmu keolahragaan.
Atas dasar tersebut dalam penerapannya dimensi pedagogi dapat diterapkan melalui aktivitas jasmani dan olahraga baik yang dilakukan siswa di dalam dan diluar sekolah, melalui program intra dan ekstrakurikuler, maupun oleh beberapa perkumpulan olahraga melalui metode pengajaran, evaluasi, pengukuran, bentuk-bentuk latihan terpilih, termasuk fasilitas, perlengkapan dll.
Resume
Pedagogi olahraga (sport pedagogy) adalah sebuah disiplin ilmu keolahragaan yang masih muda usianya dengan kedudukan sangat berpotensi untuk mengintegrasikan subdisiplin ilmu keolahragaan lainnya untuk mendukung pemahaman bagi kelangsungan proses pembelajaran atau tindakan yang bersifat mendidik. Proses pembelajaran itu melibatkan keterjadian transaksi antara guru, pelatih dan peserta didik,atlet. Dalam prosesnya kategori pengetahuan menjadi amat pentingyang dipandang sebagai batang tubuh pengetahuan pedagogi olahraga. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pendidikan jasmani, pengembangan model-model pengajaran berlandaskan pada batang tubuh pengetahuan pedagogi olahraga amatlah penting dipandang sebagai batang tubuh pengetahuan tersebut.
Pengembangan pedagogi olahraga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan mutu pendidikan jasmani dan olahraga khususnya dilingkungan lembaga pendidikan formal dan non-formal umumnya dilingkungan perkumpulan olahraga . Karena itu, penelitian untuk mengembangkan batang tubuh pedagogi olahraga sangat diperlukan dengan menerapkan paradiqma penelitian yang sesuai dengan topik masalahnya.

Baca Selengkapnya......

Senin, 21 Maret 2011

MODEL PEMBELAJARAN TERPADU DI SEKOLAH DASAR (SEBUAH INOVASI DALAM PENDIDIKAN JASMANI)

Abstrak

Tulisan ini berawal dari kenyataan bahwa pembelajaran pendidikan di sekolah dasar mempunyai banyak kendala-kendala. Pendidikan jasmani masih dianggap mata pelajaran yang kurang penting dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Pendidikan jasmani di sekolah dasar mempunyai alokasi jam pelajaran yang masih kurang. Pembelajaran pendidikan jasmani masih cenderung membosankan dan lebih mengarah pada penguasaan keterampilan. Di sisi lain pembelajaran di sekolah dasar secara umum kurang memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan siswa. Sehingga pembelajaran di sekolah lebih cenderung kurang menyenangkan dan tidak sesuai dengan kebutuhan anak sehingga diperlukan sebuah pembelajaran dengan pendekatan yang melibatkan semua aspek siswa.

Pembelajaran terpadu merupakan sebuah wacana yang sudah diimplikasikan beberapa tahun ini. Keberadaan pembelajaran terpadu memberikan angin segar pada kerangka berpikir para guru sekolah dasar dalam inovasi pembelajarannya. Pendidikan jasmani sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dasar dapat menggunakan pembelajaran terpadu sebagai jalan mengurangi berbagai kekurangan dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Pembelajaran terpadu pendidikan jasmani dapat berupa perpaduan dua atau lebih materi-materi yang ada dalam pendidikan jasmani, yang direalisasikan dalam suatu pembelajaran. Pembelajaran terpadu pendidikan jasmani dalam pendidikan jasmani dapat juga berupa perpaduan dua atau lebih materi-materi pendidikan jasmani dengan materi-materi mata pelajaran yang lain, seperti: matematika, bahasa indonesia, pendidikan agama, sains, pengetahuan sosial, dan kerajinan tangan dan kesenian. Pembelajaran terpadu didasarkan pada kurikulum berbasis kompetesi tahun 2004, baik dari segi standar kompetensinya, indikatornya, maupun, hasil belajarnya.

Pembelajaran terpadu merupakan inovasi pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi tahun 2004. pembelajaran terpadu melibatkan pengembangan semua aspek siswa sehingga sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yaitu manusia utuh. Pembelajaran terpadu pendidikan jasmani memberikan suatu pemecahan berbagai masalah yang timbul selam ini mengenai pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar.




BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Dalam pendidikan kita mengenal adanya input, proses, dan output. Input merupakan masukan, dalam pendidikan, input adalah para siswa yang akan diberikan ‘perlakuan’ dalam proses pendidikan berupa proses pembelajaran, sehingga menghasilkan suatu output yang berarti hasil yang dicapai dalam proses pembelajaran yang ada dalam diri siswa tersebut. Proses pembelajaran sangat penting keberadaannya dalam upaya mencapai tujuan pendidikan yang sebenarnya. Proses pembelajaran merupakan suatu hubungan interaksi antara siswa, guru, dan lingkungannya. Hubungan itu hendaknya kreatif, kritis, interaktif yang memberikan arah untuk tumbuh kreatifitas, berpikir kritis, dan percaya diri.

Pendidikan jasmani yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan yang tentu di dalamnya ada proses pembelajaran. Apabila dibandingkan dengan proses pembelajaran mata pelajaran lainnya, proses pembelajaran pendidikan jasmani sangatlah berbeda. Pendidikan jasmani mengajak siswa untuk dapat berkembang sesuai dengan keinginannya, tetapi kenyataan lain dilapangan mengakibatkan pendidikan jasmani menjadi suatu mata pelajaran yang membosankan dan melelahkan serta tidak sesuai dengan konsep dasar pendidikan jasmani itu sendiri. Kenyataan lainnya adalah adanya kesinambungan antara kurikulum yang diajarakan dengan kehidupan nyata anak sehari-hari seperti diungkap oleh Siswoyo menyatakan bahwa pembelajaran di sekolah dasar (SD) yang dirumuskan para ahli kurikulum cenderung eksklusif, sempit, dan terlalu akademis dan terkesan semua peserta didik hendak diarahkan jadi ilmuwan (Suara Merdeka, Kamis, 06 Mei 2004).

Mata pelajaran pendidikan jasmani yang mempunyai alokasi waktu 2 jam pelajaran per minggu, dimana satu jam pelajaran berkisar antar 30 – 40 menit. Alokasi waktu tersebut sangat jelas akan mempengaruhi tujuan dari pendidikan jasmani, sehingga proses pembelajaran tidak dapat mencapai tujuan pendidikan jasmani yang sebenarnya dan tidak dapat memberikan kontribusi maksimal bagi perkembangan anak. Seperti yang diungkap oleh Wiryawan (Pikiran Rakyat, 11 April 2003), bahwa penelitian di Amerika belum lama ini menunjukkan, pembelajaran yang menerapkan kurikulum dengan mata pelajaran terpisah-pisah menjadikan pembelajar kurang berhasil menumbuhkan potensi diri secara maksimal. Kurikulum dengan mata pelajaran terpisah-pisah dalam waktu 50 menit per jam pertemuan menjadi tidak realistik.

Para pembelajar kurang mendapat kesempatan mempelajari sesuatu secara mendalam Sekolah-sekolah cenderung memberikan alokasi wkatu yang sangat banyak pada mata pelajaran-mata pelajaran tertentu. Pada Sekolah Dasar, hal ini sangat bertolak belakang dengan perkembangan anak. Kurangnya waktu bagi anak sekolah dasar untuk memenuhi hasrat bergeraknya mengakibatkan permasalahan dalam proses pembelajaran mata pelajaran, ketika anak berkeinginan untuk bergerak di dalam kelas yang sedang berlangsung proses pembelajaran, maka anak tidak dapat menahan hasrat bergerak itu yang mengakibatkan proses pembelajaran menjadi “kacau”.

Hal ini merupakan suatu kenyataan yang menjadi tantangan bagi para guru sekolah dasar untuk dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif bagi anak seusia sekolah dasar. Guru pendidikan jasmani sekolah dasar harus mengetahui dan mengerti karekteristik pertumbuhan dan perkembangan anak sekolah dasar itu sendiri, kemudian mengerti dan mengetahui strategi pembelajaran yang tepat bagi anak seusia itu. Hal tersebut merupakan nilai tambah, sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar.

Melalui program pendidikan jasmani yang teratur, terencana, dan terbimbing diharapkan dapat tercapai seperangkat tujuan yang meliputi pertumbuhan dan perkembangan aspek jasmani, intelektual, emosional, sosial, dan moral spiritual yang optimal. Mengacu pada pentingnya pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut, maka perlu adanya suatu model pembelajaran pendidikan jasmani yang dipadukan dengan mata pelajaran yang lain. Model pembelajaran tersebut merupakan salah satu inovasi yang dapat memberikan wahana bagi anak dalam beraktifitas yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Model pembelajaran ini juga diharapkan dapat memberikan suatu pola pemikiran kreatif dan inovatif bagi guru dalam meramu proses pembelajaran agar anak merasa senang dan tidak merasa terbebani dengan meteri pelajaran yang ada dalam kurikulum.


PEMBELAJARAN TERPADU

1. Pengertian Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran dengan pendekatan terpadu, khususnya di negara lain sudah lama dikenal, sebagaimana yang dikemukan oleh Saud (1997:2-3) bahwa pendekatan terpadu pada dasarnya bukanlah suatu gagasan baru dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan TK dan SD. John Dewey, Seorang Pakar Pendidikan Modern Amerika telah melontarkan ide perlunya pelaksanaan pendekatan pembelajaran terpadu dalam proses pendidikan dan pembelajaran anak sejak awal abab ke-20. Namun demikian pendekatan pembelajaran terpadu baru mendapat perhatian pada tahun 1970-an, sebagai alternatif pembelajaran anak yang efektif, setelah berbagai penelitian memberikan bukti-bukti bahwa pendekatan pembelajaran tradisional telah gagal mengembangkan anak secara optimal. Hopkin dalam Rusli lutan (1994:26), lebih lanjut menjelaskan bahwa ada aspek-aspek dari keterpaduan dalam pendidikan, yakni: aspek psikologi, sosiologi, dan pedagogi, sedangkan pengertian terpadu merupakan suatu proses yang memandang sesuatu secara keseluruhan atau sebagai satu unit.

Pembelajaran terpadu itu sendiri merupakan suatu model pembelajaran yang membawa pada kondisi pembelajaran yang relevan dan bermakna untuk anak. Pembalajaran terpadu merupakan media pembelajaran yang secara efektif membantu anak untuk belajar secara terpadu dalam mencari hubungan-hubungan dan keterkaitan antara apa yang telah mereka ketahui dengan hal-hal baru atau informasi baru yang mereka temukan dalam proses belajarnya sehari-hari. Collins dan Dixon (1991:6) menyatakan tentang pembelajaran terpadu sebagai berikut: integrated learning occurs when an authentic event or exploration of a topic in the driving force in the curriculum. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam pelaksanaannya anak dapat diajak berpartisipasi aktif dalam mengeksplorasi topik atau kejadian, siswa belajar proses dan isi (materi) lebih dari satu bidang studi pada waktu yang sama.

Pembelajaran terpadu sangat memperhatikan kebutuhan anak sesuai dengan perkembangannya yang holistik dengan melibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran baik fisik maupun emosionalnya. Untuk itu aktivitas yang diberikan meliputi aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan yang holistik, bermakna, dan otentik sehingga siswa dapat menerapkan perolehan belajar untuk memecahkan masalah-masalah yang nyata di dalam kehidupan sehari-hari. Bredekamp (1992:7) menjelaskan bahwa dalam proses pembelajaran orang dewasa hendaknya menyediakan berbagai aktivitas dan bahan-bahan yang kaya serta menawarkan pilihan bagi siswa sehingga siswa dapat memilihnya untuk kegiatan kelompok kecil maupun mandiri dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinisiatif sendiri, melakukan keterampilan atas prakarsa sendiri sebagai aktivitas yang dipilihnya. Pembelajaran terpadu juga menekankan integrasi berbagai aktivitas untuk mengeksplorasi objek, topik, atau tema yang merupakan kejadian-kejadian, fakta, dan peristiwa yang otentik.

Wiryawan (Pikiran Rakyat, 11 April 2003) mengemukakan bahwa Keterpaduan dalam konsep pembelajaran terpadu tidak sekadar memadukan isi beberapa mata pelajaran, tetapi lebih luas lagi yaitu memadukan berbagai jenis keterampilan, sikap, atau kemampuan-kemampuan lain sehingga pembelajaran lebih bermakna. Sejalan dengan itu Wilson dkk., (1991:2), menyatakan bahwa keterpaduan dapat dilakukan melalui keterpaduan kurikulum di mana guru merencanakan suatu pembelajaran mata pelajaran untuk murid-muridnya dalam waktu bersamaan mereka juga belajar sesuatu yang lain seperti IPA, IPS, dan Matematika. Dijelaskan pula bahwa pembelajaran terpadu dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan pemahaman anak tentang fisik mereka dan lingkungan sosial mereka yang dapat mengambil bagian di mana anak-anak belajar bersama dan belajar bahasa. Jadi dalam hal ini beberapa anak mempunyai fokus berbicara dan belajar bersama, serta mengembangkan kemampuan pemahaman masing-masing. Mereka belajar dalam kelompok-kelompok. Dalam kelompok mereka bebas mengeluarkan argumentasinya. Artinya bahwa, Pembelajaran terpadu itu adalah upaya guru memadukan berbagai hal yang berhubungan dengan pembelajaran suatu mata pelajaran dan diramu menjadi satu kesatuan pelaksananan pembelajaran yang disesuaikan dengan kenyataan hidup anak. Ibarat rempah-rempah yang satu sama lain mempunyai khasiat yang hampir sama diramu menjadi jamu tolak angin.

Secara singkat dapat dismpulkan bahwa pada hakikatnya pembelajaran terpadu adalah upaya memadukan berbagai materi belajar yang berkaitan, baik dalam satu displin ilmu maupun antar disiplin ilmu dengan kehidupan dan kebutuhan nyata para siswa, sehingga proses belajar anak menjadi sesuatu yang bermakna dan menyenangkan anak. Pembelajaran terpadu mengacu kepada dua hal pokok, yaitu : 1) keterkaitan materi belajar antar disiplin ilmu relevan dengan diikat/disatukan melalui tema pokok, dan 2) keterhubungan tema pokok tersebut dengan kebutuhan dan kehidupan aktual para siswa. Dengan demikian tingkat keterpaduannya tergantung kepada strategi dalam mengaitkan dan menghubungkan materi belajar dengan pengalama nyara para siswa.


2. Konsep Dasar Pendekatan Pembelajaran Terpadu

Anak secara alamiah berkembang secara terpadu, maka diperlukan suatu pembelajaran yang terpadu untuk membantu perkembangan anak secara benar. Aspek intelektual, sosio-emosional, dan fisik anak harus dikembangkan pada waktu bersamaan. Pendekatan pembelajaran terpadu merupakan suatu strategi yang memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan potensinya secara seimbang, optimal, dan terpadu pula. Pendekatan terpadu pada dasarnya membantu anak untuk mengembangkan dirinya secara utuh, membantu anak untuk menjadi pengembang dan pembangun ilmu pengetahuan melalui pengalaman nyata. Melalui proses pembelajaran terpadu anak dilatih untuk bekerja sama, berekreasi, dan berkolaborasi dengan teman sejawatnya ataupun guru dalam mengembangkan ilmu maupun memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Pendekatan pembelajaran terpadu mencoba untuk menjadikan pembelajaran relevan dan bermakna, proses belajar mengajar lebih bersifat informal, melalui pendekatan ini aktivitas belajar anak meningkat (Rusli Lutan, 1994 : 27).

Ada dua alasan perlunya penerapan proses pembelajaran memadukan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain, atau satu mata pelajaran dengan bahan ajar tertentu, sehingga menjadi satu menu yang akan disajikan dalam proses pembelajaran (Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen Dikdasmen, Depdiknas : 2004), yaitu :

a. Alasan Empirik, karena pada hakikatnya pengalaman hidup ini sifatnya kompleks dan terpadu, artinya menyangkut berbagai aspek yang saling terkait. Pergi ke pasar, sebagai misal, merupakan kompleksitas pengalaman hidup yang tidak hanya bersifat sosial (berhubungan dengan orang lain), ekonomi (memenuhi kebutuhan rumah tangga), tetapi juga matematika (terkait dengan hitung-menghitung harga), dan biologi (tekait dengan soal barang dan bahan yang kita beli), dan sebagainya. Dengan demikian, proses pembelajaran di sekolah sebenarnya dapat dilaksanakan dengan meniru model pengalaman hidup dalam masyarakat, karena proses pembelajaran yang demikian lebih sesuai dengan realitas kehidupan kita.

b. Alasan Teoritis Ilmiah, karena keadaan dan permasalahan dalam kehidupan akan terus berkembang selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai contoh, ilmu ruang angkasa menjadi lebih terbuka setelah pesawat ulang-alik dapat mendarat di bulan. Komputer kini menjadi mesin informasi yang telah masuk di rumah kita tanpa permisi. Itulah sebabnya, maka bahan ajar di sekolah sudah pasti harus diperkaya dengan muatan-muatan tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru. Mengingat banyaknya permasalahan yang timbul dalam kehidupan, banyak materi baru yang diusulkan oleh masyarakat untuk dimasukkan dalam kurikulum sekolah, misalnya lingkungan hidup, ilmu kelautan, pengetahuan tentang narkoba, masalah HIV dan AIDS, pendidikan moral dan budi pekerti, keimanan dan ketaqwaan, reproduksi sehat dan pendidikan seks, bursa efek, dan masih banyak lagi. Untuk memasukkan hal-hal tersebut menjadi mata pelajaran tersendiri, sudah barang tentu tidak mungkin dimasukkan ke dalam kurikulum sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri. Dengan kata lain, muatan ilmu pengetahuan dan informasi yang semakin bertambah itu tidak mungkin dapat dimasukkan ke dalam kurikulum menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, diperlukan satu organisasi kurikulum yang isinya lebih merupakan pilihan bahan ajar yang secara khusus dipersiapkan sebagai menu untuk proses pembelajaran. Dari sinilah muncul fusi mata pelajaran yang melahirkan kurikulum terpadu (integrated curriculum), dan kemudian melahirkan kurikulum inti (core curriculum).

Para pengembang kurikulum berfikir harus back to basic dalam proses pengembangan kurikulum. Dalam pelaksanaan kurikulum, timbullah model pembelajaran terpadu, dengan tujuan agar proses pembelajaran dapat mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta permasalahan yang begitu kompleks dalam masyarakat. Hal senada diungkapkan Wiryawan, bahwa alasan memadukan pembelajaran adalah sebagian besar masalah dan pengalaman dalam kehidupan pada dasarnya interdisipliner dan perlu menggunakan keterampilan secara beragam. Melalui pembelajaran terpadu, para siswa bisa belajar dari pengalaman untuk memecahkan masalah sehari-hari, baik secara sederhana maupun kompleks. Lebih lanjut Wiryawan (Pikiran Rakyat, 11 April 2003), pembelajaran terpadu yang bermakna dapat menjadikan siswa sebagai pebelajar mema¬hami konsep-konsep yang dipelajari melalui pengalaman langsung dan menghubung-hubungkannya dengan konsep lain. Pembelajaran terpadu bukan hanya memadukan ilmu matematika dengan ilmu pengetahuan alam ke dalam suatu bidang, tetapi juga melibatkan ilmu bahasa, sastra, ilmu-ilmu sosial, dan seni dalam proses belajar.


3. Model-model Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran terpadu mempunyai beberapa model seperti yang diungkap oleh Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen Dikdasmen, Depdiknas model-model pembelajaran terpadu terdri atas :

a. Model pembelajaran terpadu antara dua mata pelajaran dalam struktur kurikulum yang berlaku. Misalnya antara mata pelajaran Matematika dan mata pelajaran Bahasa Indonesia, atau mata pelajaran Matematika dengan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, dsb.

b. Model pembelajaran terpadu antara satu mata pelajaran tertentu dengan bahan ajar yang tidak berdiri sendiri sebagai mata pelajaran, misalnya antara mata pelajaran Pendidikan Agama dengan bahan ajar pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup, antara mata pelajaran Biologi dengan pendidikan reproduksi sehat dan HIV/AIDS, antara mata pelajaran PPKn dengan bahan ajar pendidikan budi pekerti, mata pelajran Bahasa Indonesia dengan bahan ajar keimanan dan ketaqwaan, dsb.

c. Model pembelajaran terpadu beberapa mata pelajaran, lebih dari dua mata pelajaran, misalnya mata pelajaran Matematika, Sains, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajinan Tangan dan Kesenian yang dimasukkan ke dalam satu proyek kegiatan pembelajaran (metode proyek).

Forgarty (1991:4-5) menyatakan ada 10 model yang berhubungan dengan keterpaduan, model-model itu adalah sebagai berikut:

a. Model Fragmented

Model ini adalah pembelajaran yang dilaksanakan secara terpisah yaitu hanya terfokus pada satu disiplin mata pelajaran, misalnya, mata pelajaran Matematika, IPA, IPS, Bahasa, dan sebagainya yang diajarkan secara terpisah.

b. Model Terhubung (connected)

Model keterhubungan adalah model pembelajaran terpadu yang secara sengaja diusahakan untuk menghubungkan satu topik dengan topik yang lain dalam satu bidang studi, misalnya, menghubungkan konsep dengan kosep menulis dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.

c. Model Nested

Pembelajaran terpadu model nested adalah suatu model pembelajaran terpadu yang kaya dengan rancangan oleh kemampuan guru.

d. Model Sequenced

Sequenced adalah model pembelajaran terpadu di mana pada saat guru mengajarkan suatu mata pelajaran maka ia dapat menyusun kembali urutan topik suatu mata pelajaran dan dimasukkannya topik mata pelajaran lain ke dalam urutan pengajarannya itu, tentu saja dalam topik yang sama atau relevan. Pada intinya satu mata pelajaran membawa serta pelajaran lain dan sebaliknya.

e. Model Shared

Shared adalah suatu model pembelajaran terpadu di mana pengembangan disiplin ilmu yang memayungi kurikulum silang, contohnya, Matemaika dan IPA disejajarkan sebagai ilmu pengetahuan. Kesusastraan dan Sejarah digabung pada label kemanusiaan, seni, musik, menari dan drama di bawah payung kesenian yang pokok, teknologi komputer dan industri rumah tangga sebagai kesenian yang perlu dipraktikan.

f. Model Webed

Webed adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik. Pendekatan ini pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu misalnya, transportasi. Tema bisa ditetapkan dengan negosiasi antara guru dengan siswa, tetapi dapat pula dengan cara diskusi sesama guru. Setelah tema disepakati, kemudian dikembangkan sub-sub temanya dengan memperhatikan kaitan dengan bidang-bidang studi lainnya. Dari sub-sub tema ini dikembangkan aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa.

g. Model Threaded

Threaded adalah suatu model pendekatan seperti melihat melalui teropong di mana titik pandang (focus) dapat mulai dari jarak terdekat dengan mata sampai titik terjauh dari mata.

h. Model Integrated

Integrated adalah model pembelajaran yang menggunakan pendekatan antar bidang studi. Model ini diusahakan dengan cara menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep, prinsip, dan sikap saling tumpang tindih di dalam beberapa bidang studi.

i. Model Immersed

Model ini dimaksudkan dengan menyaring dari seluruh isi kurikulum dengan menggunakan suatu cara pandang tertentu. Misalnya, seseorang memadukan semua data dari berbagai disiplin ilmu (mata pelajaran) kemudian menampilkannya melalui sesuatu yang diminatinya dalam suatu ide.


j. Model Networked

Networked adalah model pembelajaran terpadu yang berhubungan dari sumber luar sebagai masukan dan semuanya meningkatkan yang baru dan meluaskan ide-ide atau mengembangkan ide-ide. Misalnya, seorang arsitek mengadaptasi teknologi untuk mendesain network dengan teknik program dan meluaskan pengetahuan dasar seperti dia telah mengerjakan secara tradisional dengan pendisain bagian dalam ruangan.

Berdasarkan pendapat tersebut diatas dapat diambil suatu simpulan bahwa pembelajaran terpadu mempunyai model-model tertentu yang berhubungan dengan proses pembelajaran di sekolah. Pembelajaran terpadu merupakan perpaduan dua atau lebih materi-materi yang relevan pada suatu mata pelajaran yang ada di sekolah, yang diramu dalam satu skenario pembelajaran, contohnya dalam mata pelajaran pendidikan jasmani ada penggabungan materi gerak dasar lokomotor dan gerak dasar nonlokomotor. Pembelajaran terpadu juga merupakan gabungan materi-materi pembelajaran yang ada dalam dua atau lebih mata pelajaran, yang diramu dalam satu pembelajaran pada satu mata pelajaran yang dipadukan, sebagai contoh perpaduan gerak dasar lompat dan loncat pada pendidikan jasmani dipadu dengan belajar berhitung dasar pada pelajaran matematika, yang dilaksanakan pada pembelajaran pendidikan jasmani di lapangan.



Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar

Sekolah dasar merupakan salah satu fase yang dilalui anak untuk memulai belajar berbagai hal. Seperti namanya, lembaga ini memberikan sesuatu pengetahuan yang sangat dasar bagi anak. Salah satu mata pelajaran yang ada dalam kurikulum sekolah dasar adalah pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan, yang menggunakan aktivitas jasmani sebagai media untuk membelajarkan anak dalam usaha mencapai perkembangan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Gerak merupakan tujuan utama dari proses pembelajaran pendidikan jasmani yang memiliki makna dan pengertian yang dinamis. Pembelajaran yang mampu menggali kreatifitas anak dalam bergerak dapat menjadi membantu pencapaian tujuan pembelajaran. Schmidt (188-346) mengemukakan bahwa belajar gerak pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan merespon yang relatif permanen sebagai akibat dari latihan dan pengalaman. Sedangkan keterampilan berkaitan dengan gerak otot atau gerakan tubuh untuk mensukseskan pelaksanaan aktivitas yang diinginkan (Singer, 1982 : 9).

Setiap anak memiliki kemampuan gerak dengan kualitas yang satu sama lain berbeda. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan gerak diantaranya adalah bawaan dan lingkungan (Gallahue, 1988 : 63-71). Perbedaan itulah yang mungkin mendasari adanya kurikulum 2004 atau Kurikulum berbasis kompentensi (KBK). Seiring dengan itu guru pendidikan jasmani dituntut untuk dapat melaksanakan kurikulum itu dengan benar, sehingga perlu adanya suatu model pembelajaran yang memungkinkan terlaksananya kurikulum tersebut.

Dalam Kurikulum 2004 Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar disebutkan bahwa Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, perseptual, kognitif, dan emosional. Dalam proses pembelajaran Pendidikan Jasmani, guru diharapkan mengajarkan berbagai keterampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan/olahraga, internalisasi nilai-nilai (sportivitas, jujur, kerjasama, dan lain-lain) dan pembiasaan pola hidup sehat, yang dalam pelaksanaannya bukan melalui pengajaran yang konvensional di dalam kelas yang bersifat kajian teoritis, namun melibatkan unsur fisik, mental intelektual, emosi dan sosial. Selain itu, aktivitas yang diberikan dalam pengajaran harus mendapatkan sentuhan didaktik-metodik, sehingga aktivitas yang dilakukan dapat mencapai tujuan pengajaran.

Sedangkan Tujuan Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar yang tersirat dalam kurikulum 2004 adalah untuk 1) Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai dalam Pendidikan Jasmani, 2) Membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cinta damai, sikap sosial dan toleransi dalam konteks kemajemukan budaya, etnis, dan agama, 3) Menumbuhkan kemampuan berfikir kritis melalui pelaksanaan tugas-tugas ajar Pendidikan Jamani, 4) Mengembangankan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis melalui aktivitas jasmani, permainan, dan olahraga, 5) Mengembangkan keterampilan gerak dan keterampilan berbagai macam permainan dan olahraga seperti: permainan dan olahraga, aktivitas pengembangan, uji diri/senam, aktivitas ritmik, akuatik (aktivitas air), dan pendidikan luar kelas (outdoor education), 6) Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga, 7) Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain, 8) Mengetahui dan mamahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga sebagai informasi untuk mencapai kesehatan, kebugaran, dan pola hidup sehat, 9) Mampu mengisi waktu luang dengan aktivitas jasmani yang bersifat rekreatif. Tujuan pendidikan jasmani ini harus dapat tercapai melalui proses pembelajaran yang terencana dan teratur.

Selain tujuan tersebut diatas tersirat juga dalam kurikulum 2004 bahwa fungsi pendidikan jasmani meliputi Aspek Organik, Aspek Neuromuskuler, Aspek Perceptual, Aspek Kognitif, Aspek Sosial, Aspek Emosional. Proses pembelajaran pendidikan jasmani selama ini belum dapat berfungsi seperti itu, berbagai pendekatan pemebelajaran pendidikan jasmani selama ini belum mampu merefleksikan fungsi-fungsi pendidikan jasmani. Proses pembelajaran yang teratur dan sistematis perlu dilakukan dalam pendidikaan jasmani agar dapat berfungsi seperti tersebut di atas. Pendidikan jasmani perlu mempunyai suatu pendekatan pembelajaran yang dapat mencakup semua aspek yang ada dalam diri siswa. Pendekatan pembelajaran terpadu bukan lagi hanya sekadar wacana tetapi harus dapat diimplementasikan pada proses pembelajaran pendidikan jasmani terutama di sekolah dasar, karena secara alamiah anak berkembang secara terpadu. Aspek-aspek yang ada harus dikembangkan dalam waktu bersamaan sehingga pendekatan pembelajaran terpadu merupakan suatu strategi yang memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan potensinya secara seimbang dan terpadu, hal ini tentunya sejalan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004.

Berdasarkan kurikulum 2004, ruang lingkup materi pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar meliputi :

1. Permainan dan olahraga:

Aktivitas permainan dan olahraga berisi tentang kegiatan berbagai jenis olahraga dan permainan baik terstruktur maupun tidak yang dilakukan secara perorangan maupun beregu. Dalam aktivitas ini termasuk juga pengembangan sistem nilai seperti; kerjasama, sportivitas, jujur, berfikir kritis, dan patuh pada peraturan yang berlaku.

2. Aktivitas Pengembangan:

Aktivitas pengembangan berisi tentang kegiatan yang berfungsi untuk membentuk postur tubuh yang ideal dan pengembangan komponen kebugaran jasmani serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, seperti: kekuatan, daya tahan, kelentukan, keseimbangan, dan kelenturan tubuh, bentuk latihan yang dilakukan dalam aktivitas ini misalnya; pull-up, sit-up, back-up, push-up, squat-jump dan lain-lain.

3. Uji diri/senam:

Aktivitas uji diri berisi tentang kegiatan yang berhubungan dengan ketangkasan seperti; senam lantai dan senam alat aktivitas fisik lainnya yang bertujuan untuk melatih keberanian dan kapasitas diri.


4. Aktivitas Ritmik:

Aktivitas ritmik berisi tentang aktivitas yang berhubungan dengan masalah irama. Dalam proses pembelajarannya memfokuskan pada kesesuaian atau keterpaduan antara gerak dan irama.

5. Aktivitas Air (akuatik):

Aktivitas air (akuatik) berisi tentang kegiatan di air, seperti; permainan air, gaya-gaya renang, dan keselamatan di air, serta etika di kolam renang.

6. Pendidikan Luar Kelas (outdoor Education)

Aktivitas Luar Sekolah berisi tentang kegiatan di luar kelas/sekolah dan di alam bebas lainnya, seperti; bermain di lingkungan sekolah, di taman, di perkampungan pertanian/nelayan, berkemah, dan kegiatan yang bersifat kepetualangan (mendaki gunung, menelusuri sungai, cano dan lainnya), serta unsur perilaku yang berkaitan dengan aktivitas alam bebas

Dalam pelaksanaanya pendidikan jasmani dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sebagai contoh ; 1) Tahap Persiapan, yang mencakup langkah-langkah persiapan, seperti: Penetapan tujuan pembelajaran, Memilih metode pembelajaran, Memilih materi pembelajaran, Menentukan alokasi waktu, Menentukan alat dan sumber bahan pelajaran, Memilih jenis evaluasi, dan lain-lain; 2) Tahap Pelaksanaan, tahap pelaksanaan pada dasarnya menerapkan apa yang telah dilakukan pada tahap persiapan; 3) Tahap Evaluasi, yang meliputi : Mengumpulkan informasi tentang pencapaian kompetensi, tujuan evaluasi adalah menilai sejauh mana siswa mampu mencapai kompetensi hasil belajar dan Memberikan umpan balik terhadap jalannya pembelajaran (Kurikulum 2004 : 20).


Pembelajaran Terpadu Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar




Banyak kemungkinan untuk menghubungkan pendidikan jasmani dengan subjek materi yang lain, terutama untuk kelas awal seperti keterpaduan dengan arimatika, bahasa, pendidikan alam terbuka, pendidikan sosial, dan sebagainya. Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004 memberikan suatu kesempatan pada guru untuk menyusun rencana pembelajaran yang sesuai dengan keadaan siswa dan sekolah. Kurikulum ini juga membantu para guru untuk mengkolaborasikan mata pelajaran pendidikan jasmani dengan mata pelajaran lain yang materinya relevan dan dapat di aktualisasikan pada suatu pembelajaran terpadu yang memungkinkan untuk dapat mengembangkan aspek-aspek yang ada dalam diri siswa sesuai dengan standar kompetensinya. Seperti yang tercantum dalam Rambu-rambu Kurikulum 2004 yang menyebukan bahwa dalam menyusun kegiatan pembelajaran, guru dapat menggabung beberapa kompetensi dasar dalam beberapa akativitas, dan juga dapat menggambungkan hasil belajar dan indikator dalam satu kegiatan pembelajaran.



Materi-materi pembelajaran pendidikan jasmani yang terdapat pada kuikulum 2004 sekolah dasar yang terdiri atas : Permainan dan olahraga, Aktivitas Pengembangan, Uji diri/senam, Aktivitas Air (akuatik), Aktivitas Ritmik, Pendidikan Luar Kelas (outdoor Education), dapat dipadukan dengan tingkat relevannya materi-materi tersebut satu sama lain.



Gambar 1. Pembelajaran Terpadu Pendidikan Jasmani Model 1

Pembelajaran terpadu pendidikan jasmani dapat mencakup dua atau lebih materi yang dilibatkan dan dilaksanakan pada satu materi pembelajaran pendidikan jasmani tersebut. Sebagai contoh, dalam pembelajaran permainan dan olahraga kita melibatkan juga materi lain yang terdapat pada aktivitas pengembangan atau uji diri/senam. Contoh lainnya, kita akan melaksanakan pembelajaran aktibvitas air (akuatik) di kolam renang, kita juga melibatkan materi yang lain yang ada dalam permainan dan olahraga, dengan menggunakan bola kecil atau bola besar, dan kita juga dapat melibtakan materi aktivitas pengembangan atau uji diri/senam.

Pembelajaran terpadu pendidikan jasmani dapat juga melibatkan materi-materi yang terdapat dalam mata pelajaran yang lain di sekolah dasar yang didasarkan pada kompetensi dasar, indikator, dan hasil belajar, seperti : Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Sains, Pengetahuan Sosial, Kerajinan Tangan dan Kesenian.



Gambar 2. Pembelajaran Terpadu Pendidikan Jasmani Model 2


Materi-materi yang terdapat dalam mata pelajaran-mata pelajaran lain dapat dilibatkan dalam suatu proses pembelajaran pendidikan jasmani yang materinya relevan. Materi yang ada dalam pendidikan jasmani dipilih kemudian dipadukan dengan materi-materi mata pelajaran yang lain. Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004 juga memberikan kesempatan para guru utuk membangun tema pembelajaran yang mencakup beberapa materi pelajaran pada mata pelajaran yang berbeda, model ini lebih disebut dengan Tematik. Sebagai contoh, tema suatu pembelajaran pendidikan jasmani, menghubungkan dengan belajar membaca dan berhitung dasar bagi anak sekolah dasar.


Kesimpulan

Pembelajaran terpadu merupakan suatu inovasi yang dapat dikembangkan oleh para guru sekolah dasar sebagai upaya untuk mencapai tujuan dari pendidikan yaitu manusia utuh. Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa anak-anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan pada seluruh aspek, sehigga diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat mencakup itu semua. Pendekatan pembelajaran terpadu memungkin untuk terlaksananya pembelajaran yang efektif dan efisien terutama untuk pendidikan jasmani yang selama ini masih dianggap lebih rendah dibanding dengan mata pelajaran yang lain. Memadukan pendidikan jasmani dengan mata pelajaran lain terutama di Sekolah Dasar merupakan suatu usaha untuk mensejajarkan pendidikan jasmani dengan mata pelajaran lainnya.

Pembelajaran terpadu juga akan menambah jam pelajaran pendidikan jasmani yang selama ini dianggap masih kurang. Dua jam pelajaran pendidikan jasmani akan bertambah secara tidak langsung dengan pembelajaran mata pelajaran lain dengan menggunakan pembelajaran pendidikan jasmani yang memang lebih senang untuk dilakukan. Pembelajaran Matematika yang mempunyai jam pelajaran yang banyak dapat menggunakan pendidikan jasmani untuk proses pembelajarannya melalui pembelajaran terpadu tersebut.




Daftar Pustaka



Annarino, Anthony. 1992. A Curicullum : Theory and Design In Physical Education. London. The CV. Mosby Company.


Beane, J.A. 1995. Connecting Mathematics Across The Curicullum. Virginia. National Council of Teachers of Mathematic Inc.


Bucher, C.A. 1960. Foundation of Physical Education. St. Louis. C.V. Mosby Company.


Setiawan, Caly & Nopembri, Soni. 2004. Teaching Games for Understanding (TGfU) (Konsep dan Implikasinya dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani). Jurnal Nasional Pendidikan Jasmani dan Ilmu Kelohragaan. Volume 3 Nomor 2 Agustus 2004. Jakarta : Depdiknas. Ditjora.


Depdiknas.2004. Model Pembelajaran Terpadu. Artikel. Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen Dikdasmen, Depdiknas.


Gallahue, L., David. 1989. Motor Development. Indianapolis. Indiana : Benchmarks Press, Inc.


Ihat Hatimah. 2003. Strategi dan Metode Pembelajaran. Bandung. CV. Andira.


Kasina Ahmad.2003. Pelaksanaan Pembelajaran Terpadu Bahasa Indonesia Di Kelas Iii Sekolah Dasar. Jurnal Teknologi Pendidikan Edisi No. 12/VII/Oktober/2003. Pusat Teknologi Komunikasi Dan Informasi Pendidikan Depdiknas.


Kurikulum Berbasis Kompetensi. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional.


Ngalim Purwanto. 1991. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.


Nina Sutresna, dkk. 2003. Model Pembelajaran Terpadu (Integrated Learning) Penjas di Sekolah Taman Kanak-Kanak. Proposal Penelitian Tindakan Kelas. Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. Universitas Pendidikan Indonesia.


Rusli Lutan. 1994. The Victorian Primary School System and Possible Application In The Indonesian Setting. Melbourne, Victoria.


Siswoyo. 2004. Pembelajaran SD Cenderung Eksklusif. Suara Merdeka, Kamis, 06 Mei 2004.


Wiryawan, Sri Anitah. Pembelajaran Terpadu Hilang Gaungnya Pikiran Rakyat, 11 April 2003.


Sukintaka. 1990. Teori Bermain. Yogyakarta. Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. Institut Keguruan Ilmu Pendidikan Yogyakarta.


Saud, Udin. 1996. Pembelajaran Terpadu Di Sekolah Dasar : Konsep Dasar dan Model-Model Implementasinya. Bandung.


………….. 1997. Pembelajaran Terpadu : Inovasi untuk Membelajarkan Anak agar Menjadi Manusia ‘Utuh’ Yang Kreatif dan Inovatif. Makalah. Bandung.


Yacobs, H.H. 1989. Interdiciplinary Curricullum : Design and Implementation. Alexandria. VA ASCD.

Baca Selengkapnya......

Falsafah,Tugas,Peran dan Kepribadian Pelatih

OLEH: SUBARNA, S.Pd

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Lahirnya seorang juara tidak dapat dilepaskan dari peranan pelatih. Meskipun bakat pembawaan merupakan modal dasar lahirnya seorang juara, namun persaingan ketat dalam olahraga dewasa ini telah melibatkan para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu, sehingga tentu saja pelatih sangat memegang peran utama.

Kepelatihan merupakan usaha atau kegiatan memberi perlakuan untuk membantu atlet agar pada akhirnya atlet dapat mengembangkan diri sendiri dan meningkatkan bakat kemampuan, keterampilan, kondisi fisik, pengetahuan, sikap-sikap, penguasaan emosi serta kepribadian pada umumnya.

Dalam olahragapun tentunya kita sepakat bahwa atlet diharapkan dapat berbuat sebaik –baiknya, selain kemampuan pribadinya dapat berfungsi baik dalam suatu tingkat integrasi tertentu, juga menunjukkan kematangan emosional serta dapat menguasai dirinya.

Atas dasar itulah sehingga nantinya kita berharap bahwa olahraga dapat memberi dampak positif pada individu seperti peningkatan tanggung jawab, kejujuran dalam bermain, kerjasama, memperhatikan orang lain, kepemimpinan, menghargai para pelatih, wasit dan pembina, setia, toleran, disiplin yang akhirnya dapat diharapkan menjadi warga negara yang baik.

Selain itu kita juga berharap tentu saja tugas pelatih bukan sekedar hanya membantu atlet untuk meraih prestasi, akan tetapi pelatih juga harus menanamkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam olahraga. Semua itu bisa terwujud apabila setiap pelatih bisa memahami sifat-sifat kepribadiannya sendiri untuk dapat menyadari kelemahan-kelemahannya, dan selanjutnya berusaha mencapai target yang ditetapkannya, untuk mencapai prestasi lebih tinggi, memenangkan pertandingan atau memecahkan rekornya sendiri.

Namun kenyataan dilapangan tak jarang kita masih melihat beberapa pelatih yang belum memposisikan dirinya sebagai pelatih yang benar- benar sesuai dengan apa yang sudah menjadi norma dan tugas tanggung jawabnya, diantaranya dengan mempertontonkan tingkah lakunya ketika sedang dalam pertandingan yang tentu saja jauh dari keinginan dari harapan masyarakat pada umumnya.

Sebagai contoh kasus, penulis mencoba menampilkan dua pelatih yang kurang menerima kekalahan timnya, contoh pertama pelatih Persik Kediri Jaya Hartono, pihaknya mengaku timnya telah dikerjai oleh wasit saat melawan Perseman Manokwari dalam laga terakhir putaran pertama Grup II Liga Divisi Utama Indonesia Ti-Phone di Stadion Sanggeng, Manokwari, Papua Barat, Minggu (6/2) lalu. Bahkan ia menuding timnya telah dikerjain wasit, sehingaa permainan pun tidak berjalan secara fair play. "Kami dikerjai oleh wasit habis-habisan. Permainan tidak berjalan secara fair play. Sehingga kami banyak dirugikan dengan keputusan yang sifatnya kontroversial," kata Jaya Hartono sebagaimana dilansir GOAL.com Indonesia.

Hal serupa tentu saja tidak terjadi hanya diliga Indonesia, bahkan di liga seri A dunia, seperti halnya pelatih Napoli Walter Mazzari yang tidak puas dengan wasit saat pasukannya dibekap Ac Milan. Bahkan

Mazzari mempertanyakan keputusan Nicola Rizzoli mengusir keluar Michele Pazienza di menit 45, dan menganggap wasit tidak cermat melihat bahwa Napoli layak mendapat penalti saat Lavezzi dijatuhkan Sokratis di kotak penalti. Atas ketidak puasannya tersebut bahkan Mzzari sempat menyidir wasit dengan pertanyaan “Saya tidak ingin berbicara soal wasit. Wasit harus menunjukan konsistensi dalam semua situasi di sebuah pertandingan. Hand ball untuk Napoli, juga hand ball untuk Milan (bila kejadiannya sama),” ungkap Mazzari, seperti dikutip Football-Italia.

Atas penomena di atas tentu saja kita sepakat bahwa banyak pelatih profesional pun ketika di hadapkan dalam keadaan tertekan mereka menyimpang dari falsafah, kepribadiannya sebagai pelatih.

B. Permasalahan

Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis akan membahasnya secara rinci berdasarkan kajian beberapa literatur yang relevan, yang memfokuskan pada permasalahan secara spesifik. Adapun permasalahan tersebut penulis rinci sebagai bentuk pertanyaan Apa implementasi nilai pedagogi dan apa nilai-nilai penting dari falsafah, tugas, peran dan kepribadian pelatih.


C. Tujuan

Makalah ini bertujuan mendeskripsikan berbagai penomena pelatih khususnya yang berkenaan dengan falsafah, tugas, peran dan kepribadian pelatih. Selain itu nilai-naial apa yang penting dan bagaimana implementasi nilai pedagogi dari falsafah, tugas, peran dan kepribadian pelatih.

D. Metoda

Dalam memecahkan masalah dalam makalah ini, menggunakan metoda studi litelatur , dimana penulis mencoba untuk mengeksplorasi berbagai referensi yang relevan dengan topik permasalahan yang penulis bahas.



BAB II

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini tentunya akan membahas lebih dalam lagi tentang falsafah pelatihan olahraga dan tugas, peran dan kepribadian pelatih.

A.Falsafah Pelatih

Berbicara tentang falsafah tentu saja setiap orang mempunyai falsafah hidup masing-masing, termasuk juga dengan pelatih. Dan sebelum kita membahas lebih dalam tentang falsafah pelatih, tentu kita harus mengenal terlebih dahulu apa arti dari falsafah itu sendiri. Salah satu arti dari falsafah adalah bahwa falsafah ialah suatu system dari prinsip-prinsip yang dipakai untuk membimbing orang dalam kegiatan-kegiatannya. (Harsono:1988).

Jadi kalau kita bicara mengenai falsafah kepelatihan, kita bicara mengenai suatu perangkat sikap (attitudes) atau prinsip-prinsip dasar yang menuntun tabiat dan perilaku di dalam situasi-situasi praktek. Ada pelatih-pelatih yang falsafah coachingnya adalah “memenangkan setiap pertandingan”. Maka sikap dan perilakunya, serta cara menangani olahraganya dan atlet-atletnya adalah tercermin dalam falsafahnya tersebut. Berbeda dengan pelatih-pelatih yang falsafah coachingnya adalah menanamkan kepribadian yang baik dan prilaku etis pada atlet-atletnya. Penangannya juga akan berbeda dengan pelatih-pelatih yang falsafah coachingnya lain.

Dengan mengobservasi perilaku para atletnya, kita biasanya akan dapat mengetahui falsafah pelatihnya. Gaya permainan para atletnya, rasa hormat (respect) yang diperlihatkan kepada para ofisial dan lawan-lawannya, bahasa yang digunakannya. Perilaku di luar lapangan, kesanggupan untuk mengatasi stress-stress pertandingan, semangat bertandingnya, kesetiaan terhadap teman dan timnya, staminanya pada akhir-akhir pertandingan, ya,, sampai kepada kostum latihan dan pertandingannya, itu semua dapat merupakan sebagian dari indikator –indikator yang mencerminkan falsafah pelatihnya.

Aspek-aspek falsafah dan etika coaching adalah saling berhubungan, yang keduanya mengacu kepada system nilai-nilai seseorang, sikap, kepercayaan (belief), dan prinsip-prinsip yang menuntun (guide) perilaku orang sebagaii pelatih (Harsono:1988).

1. Motivasi menjadi pelatih.

Motivasi memilih karier menjadi pelatih tentu saja setiap orang tidak sama, ada yang memilih karier menjadi pelatih atas dasar ia ingin mengamalkan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya kepada orang lain, atau ada juga yang beranggap dengan menjadi pelatih ia bisa mendapat kepuasan setelah atlet didikannya memperlihatkan peningkatan prestasi. Namun selain itu ada juga yang beranggapan dengan menjadi pelatih ia akan memperoleh kekuasaan, seperti halnya memperoleh status dan pengakuan dimasyarakat. Ada pula yang memang senang mengasuh anak-anak muda dan senang akan keterlibatan yang terus menerus dalam sensasi stress dan sensasi pertandingan. Dan tidak sedikit pula yang menjadikan keahlian melatihnya semata-mata sebagai sumber hidupnya.

2. Harapan orang dari seorang pelatih.

Dalam setiap profesi musti ada kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi oleh anggotanya. Demikian pula dalam profesi melatih. Ada seperangkat ketentuan dan kewajiban moral yang harus kita patuhi, yaitu berperilaku dan berkiprah sesuai dengan norma-norma, tujuan-tujuan, serta cita-cita tinggi dari profesi tersebut. Perangkat ketentuan-ketentuan tersebut biasanya dituangkan di dalam kode etik pelatih.

Falsafah seorang pelatih harus tercermin di dalam pendapatnya dan tingkah lakunya dalam melaksanakan tugasnya sebagai coach dan dalam membina atletnya-atletnya untuk memperkembangkan secara optimal kesehatan fisik, mental, spiritual, dan sosialnya. Di samping itu tugasnya adalah juga untuk memperkembangkan keterampilan motorik dan prestasi atlet, perilaku etis, moral yang baik, kepribadian, dan respek terhadap orang lain.

Falsafah seorang pelatih harus tercermin di dalam watak luhurnya, pertimbangan-pertimbangan intelektualnya, sportivitasnya, dan sifat-sifat demokratisnya.

Coach harus pula dapat memberikan bimbingan agar atlet-atletnya bisa berdikari dalam hidupnya kelak dan menjadi warga negara yang baik. Itu semua adalah (dan seharusnya) merupakan tanggungjawab seorang pemimpin olahraga, dan dengan sendirinya juga yang diharapkan dari seorang pelatih. (Harsono:1988).

3. Dilema pelatih

Karena sering kali kurang memperlihatkan pentingnya tujuan berolahraga ini, dan selalu merasa bahwa kepintaran coachingnya senantiasa dinilai oleh masyarakat dengan menang kalahnya atlet-atletnya dalam pertandingan, maka mereka seringkali lupa akan tugas-tugas moral dan tujuan-tujuan yang murni dari olahraga. Oleh karena itu sering kali pelatih mengahalalkan segala macam cara untuk bisa memenangkan pertandingan. Hal negatif inilah yang serring kali menyebabkan olahraga menjadi suatu aktivitas komersial dan bukan lagi sesuatu yang menyenangkan dan yang dapat dinikmati.

B.Tugas, Peran dan Kepribadian Pelatih

Tugas pelatih bukan hanya membantu atlet untuk meraih prestasi, akan tetapi lebih jauh dari itu, pelatih juga harus menanamkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam olahraga. Artinya bukan hanya juara yang dikejar oleh pelatih akan tetapi prilaku sosial atlet juga harus dapat perhatian, karena atlet adalah model bagi masyarakat. Apalagi bagi anak-anak seorang pemain yang juara suka dijadikan sebagai idola hidupnya. Sudah kebayang apabila ada seorang atlet yang memiliki perilaku buruk, maka secara tidak langsung akan diikuti oleh penggemar-penggemarnya. Jauh dari itu seorang pelatih harus mampu menjadi guru sebagai pendidik, bapak, teman sejati. Sebagai guru pelatih akan disegani dan dihormati, sebagai bapak dia akan dicintai oleh atletnya, dan sebagai teman hanya dia yang akan dipercaya apabila atlet memiliki masalah yang bersifat pribadi. Begitu kompleks dan rumitnya peran dan tugas sebagai seorang pelatih.

Dibawah ini akan diuraikan beberapa tugas utama seorang pelatih, dan juga termasuk bagaimana sebenarnya perilaku seorang pelatih dalam masyarakat.

1. Perilaku. Perilaku seorang pelatih dimasyarakat harus menjadi contoh yang baik dalam masyarakat, artinya jangan sampai seorang pelatih ada perilakunya yang tidak sesuai dengan norma atau aturan-aturan kehidupan dalam masyarakat. Karena kehidupan seorang pelatih selalu jadi sorotan masyarakat, sehingga apabila ada tindak tanduk perilaku yang tidak baik maka dengan cepat akan menyebar ke seluruh masyarakat dan ini akan menjadi boomerang bagi dirinya sendiri juga bagi tim yang di asuhnya.

2. Kepemimpinan. Jiwa kepemimpinan harus dimiliki oleh seorang pelatih. Bagaimana mau diturut atau digugu oleh atletnya apablia ia tidak memiliki sikap sebagai seorang pemimpin. Pemimpin yang baik ialah yang disegani bukan ditakuti. Sebagai seorang pemimpin harus mampu memberikan motivasi kepada atletnya juga harus mau menerima saran dari para pembantunya. Juga sifat seorang pemimpin akan terlihat dalam kondisi yang sekalipun kritis . Contohnya dalam keadaan klubnya atau atletnya kalah seorang pelatih harus bisa memperlihatkan sifat getelmennya.

3. Sikap sportif. Seorang pelatih harus memberikan contoh sikap yang sportif kepada atletnya. Artinya dalam kondisi atau situasi apapun kita harus bisa menghormati keputusan yang dibuat oleh wasit, walaupun sebenarnya keputusan wasit itu sangat merugikan klub atau atletnya dan menghormati kemenangan lawan, akan tetapi bukan berarti kita harus sering mengalah melainkan kita kalah dengan terhormat.

4. Pengetahuan dan keterampilan. Tidak diragukan lagi bahwa seorang pelatih harus memiliki dan menguasai pengetahuan yang luas terutama pengetahuan tentang ilmu-ilmu yang mendukung dalam proses pelatihan, juga harus mampu memberikan contoh yang baik dalam hal keterampilan cabang olahraganya.

Dari sini kita bisa menangkap bahwa seorang pelatih itu harus memiliki ilmu pengetahuan tentang ilmu pelatihan, ini berarti pelatih itu ada sekolahnya atau ada pendidikan secara formalnya. Begitu juga mengenai kemampuan keterampilannya ini akan lebih baik jika pelatih itu adalah orang yang berpendidikan dalam ilmunya juga mantan atlet cabang olahraga tersebut,

akan tetapi ilmu pengetahuannyalah yang lebih penting dalam mendukung prestasi dalam melatihnya.

5. Keseimbangan emosional. Kemampuan bersikap wajar dalam kondisi dan situasi yang sangat tertekan, atau terpaksa harus menerima kenyataan dilapangan padahal klubnya dirugikan itu adalah cerminan tingkat keseimbangan emosional yang baik. Seorang pelatih akan selalu ada dalam tingkat stress yang tinggi, tekanan emosional, suasana ketegangan yang terus menerus terutama pada saat kompetisi sedang berlangsung, ini artinya seorang pelatih harus mampu mengendalikan emosinya (self control), dan yang penting lagi sifat ini harus mampu ditularkan kepada atlet-atletnya.

6. Imajinasi. Kemampuan ini adalah kemampuan untuk membentuk hayalan-hayalan mental tentang obyek yang tidak nampak. Ini biasanya dibutuhkan dalam kreativitas untuk merubah-rubah kondisi dilapangan atau strategi yang baik untuk mensiasati lawan supaya mencapai kemenangan. Ini biasanya tertuang dalam proses latihan yang selalu menciptakan hal-hal yang baru, juga dalam taktik permainan baik taktik menyerang atau taktik bertahan. Bahkan dalam keadaan sedang bermain atletnya pelatih dapat merubah-rubah taktik yang dipakai, sehingga lawan sulit untuk membaca permainan yang diterapkannya, dan ini sangat beruntung untuk klub atau atletnya

7. Ketegasan dan keberanian. Seorang pelatih harus memiliki keberanian yang tegas dalam mengambil keputusan pada kondisi yang tertekan. Seorang pelatih tidak boleh mendengar ucapan-ucapan penonton yang memberikan saran untuk mengganti pemain atau menukar posisi dalam situasi pertandingan. Karena yang mengetahui kondisi permainan dan kondisi atletnya hanyalah pelatihnya sendiri oleh karena itu keputussan yang diambilpun harus berdasarkan pada analisanya sendiri.

8. Humor. Satu sifat yang tampaknya enteng padahal ssangat perlu, citra rasa humor yang tinggi akan lebih mendekatkan hubungan dengan para atletnya. Kemampuan untuk membuat orang lain tertawa akan membawa pada situasi yang menyegarkan, rileks, dan ini akan membawa dampak yang positif kepada atletnya, karena dengan humor akan menurunkan tingkat ketegangan yang dirasakan oleh atlet.

9. Kesehatan. Betapa beratnya tugas seorang pelatih, disamping tugas sehari-harinya dia juga harus mempersiapkan program untuk latihan esok harinya, mengevaluasi dan menganalisa hasil kerjanya dalam hal melatih apakah ada kemajuan atau mandeg atau bahkan mundur, ini merupakan tugas yang sangat berat, apalagi pada saat terjun dilapangan memberikan contoh gerakan yang baik, atau bahkan ikut dalam proses latihan. Ini semua menuntut kesehatan dan vitalitas yang tinggi dari seorang pelatih.

10. Administator. Pelatih juga sebagai pengelola olahraga, oleh karena itu ia harus mampu mengorganisir program latihan dan pertandingan, menginventalisir data-data atletnya, data kondisi fisiknya, bahkan kemajuan dan kemunduran yang dialami oleh atletnya tidak boleh terlewatkan dari analisanya.

11. Pendewasaan anak. Perkembangan serta pendewasaan anak, termasuk mengajar sifat-sifat kepemimpinan, kekompakan tim, mengambil inisiatif, ambisi disiplin tentunya sangatlah penting diperhatikan oleh seorang pelatih. Salah satu contohnya bagaimana menangani masalah menang dan kalah. Atlet harus belajar bagaimana hidup dalam kemenangan dan bagaimana dalam kekalahan. Mengajar mereka bagaimana mengelola sukses secara santun adalah penting akan tetapi yang lebih penting lagi bagaimana mereka mengelola kalah dengan baik. Atlet harus diajar untuk senantias berusaha untuk mencoba terus , dan selalu ingat bahwa masih ada hari esok.

12. Kegembiraan berlatih. Pelatih harus dapat mengajarkan kegembiraan bermain dan berlatih. Kegembiraan bermain dan berlatih tersebut bisa diselipkan dalam latihan-latihan, akan tetapi dengan tetap tidak melupakan disiplin.

13. Hargai wasit. Pelatih raus dapat menghargai keputusan-keputusan wasit dan ofisial pertandingan lainnya. Kendatipun tidak setuju dengan keputusan wasit salurkanlah melalui proses yang resmi.

14. Hargai tim tamu. Pelatih harus memperlakukan tim tamu dengan menyuguhkan permainan yang seru dan bermutu dengan tetap menjunjung rasa sportifitas dan mengedepankan fair play.

15. Perhatian pribadi. Pelatih yang sukses biasanya adalah pelatih yang sangat memperhatikan atlet-atletnya, karena setiap atlet merasa bahwa dia mendapat perhatian pribadi dari pelatihnya. Atlet ingin agar dia diakui sebagai orang dan bukan sebagai sesuatu yang hanya dipergunakan untuk pertandingan. Sukses akan diperoleh kalau perhatian banyak ditujukan kepada kebutuhan-kebutuhan atlet.

16. Berpikir positif. Pelatih harus melatih atlet-atletnya agar mereka selalu berpikiran positi, optimistic. Dan selalu memusatkan pada kekuatan yang miliki bukan kepada kelamahan pada saat disetiap pertandingan.

17. Larang judi. Pelatih harus berani untuk melarang judi kepada atletnya dan apabila ada yang melakukannya tentu saja pelatih harus berani memberikan sanksi bagi atletnya.

18. Berbahasa baik dan benar. Berbicara didepan umumm dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar tentu saja selain dapat dengan mudah dicerna juga bisa menaikan prestise pelatih itu sendiri dimata para pendengarnya.

19. Mengisukan orang. Pelatih yang baik sebaiknya jangan mengkritik, mengisukan, menceritakan kekurangan-kekurangan atlet, pelatih lain, atau ofesial lain kepada orang lain. Kalau sekiranya perlu untuk memberikan contoh mengenai kekurangan-kekurangan demikian, alangkah baiknya menyebutnya secara umum.

20. Menggunakan wewenang. Pelatih janganlah menggunakan wewenang untuk kepentingan pribadi, seperti halnya dnegan menerima hadiah yang bisa memberikan peluang untuk dirinya menyimpang dari kode etik profesinya.

21. Sikap mental. Pelatih harus secara sungguh-sungguh untuk mempersiapkan mentalnya seperti halnya siap mengabdikan diri sepenuhnya, mengamalkan segala pengetahuan yang dimiliki dan yang terpenting berani berkorban baik fisik maupun mental untuk profesinya tersebut.

22. Hubungan dengan para asisten pelatih. Hubungan yang baik antara pelatih dengan para asistennya adalah penting oleh karena turut menentukan sukses tidaknya tim yang dilatihnya. Diantaranya sebagai pelatih harus merupakan sebagai bapak yang selalu memberikan bimbingan dan adanya rangsang kepada asistennya, menerima silang pendapat dengan para asistennya bila ada suatu masalah yang perlu dipecahkan, selalu menerima dengan tangan terbuka baik padangan maupun kritik yang diberikan para asistennya, tidak selalu menumpahkan segala kesalahan kepada para asistennya akan tetapi selalu menjalin kerjasama dengan baik yang didasarkan atas kepentingan bersama.

Selain apa yang dipaparkan di atas, untuk dapat melakukan tugas dan peranan pelatih dengan sebaik-baiknya maka beberapa hal dibawah ini perlu mendapat perhatian. yaitu ;

1. Terlebih dahulu perlu diciptakan komunikasi yang sebaik-baiknya antar pelatih dengan atlet. Bagaimanapun hebatnya seorang pelatih tidak akan dapat membina atlet dengan baik apabila tidak ada kesediaan psikologik dari atlet untuk mendengarkan dan menerima petunjuk-petunjuk dari pelatihnya. Interaksi edukatif perlu diciptakan oleh pelatih, yaitu interaksi antara pelatih dan atlet, dan antara sesama atlet yang didasarkan atas nilai-nilai pendidikan, yaitu antara lain rasa keakraban, keterbukaan, penuh kasih sayang, kesedian untuk dikoreksi, menerima saran-saran dan sebagainya, yang semua itu didasarkan atas sikap-sikap positif konstuktif.

2. Memahami watak, sifat-sifat, kebutuhan dan minat atlet sebagaimana dikatakan Dewey (1964) keberhasilan pendidikan juga akan ditentukan oleh seberapa jauh kita memperhatikan minat (interest), kebutuhan (needs) dan kemampuan (ability) yang harus dikembangkan dari subyek didik.

3. Pelatih harus mampu menjadi motivator yang baik sebagaimana dikatakan Singer (1984) : “ To be agood coach one has to be a good motivator”, karena pada akhirnya keberhasilan penampilan seorang atlet akan bergantung pada diri atlet itu sendiri.

4. Tugas pelatih yang tidak boleh diabaikan yaitu membantu atlet dalam memecahkan problema-problema yang dihadapi, baik problema yang dihadapi dalam latihan dan pertandingan, maupun problema dalam keluarga, sekolah ataupun pekerjaan.

Sementara untuk kepribadian pelatih akan dibahas pula gaya kepempimpinan pelatih dengan membanding-bandingkan sifat-sifat pelatih dengan berbagai kelebihan dan kekurangnya yaitu dengan membedakan gaya kepemimpinan pelatih atas dasar sifat-sifat kepribadiannya (Tutko dan Richards (1971) seperti di bawah ini.

1. The Hardnosed authoritarian coach. Adalah gambaran seorang pelatih yang bergaya jagoan yang merasa yakin dalam tindakan-tindakan menetapkan sasaran atau target, mendorong atlet untuk berjuang mencapai target yang ditetapkan.

Gaya pelatih seperti ini banyak terdapat pada pelatih- pelatih muda (tidak semua) dengan ciri-ciri : sangat disiplin, sering memaksakan peraturan dengan ancaman hukuman, sangat kaku dalam menerapkan jadwal dan rencana, dapat bertindak kejam dan sadis, kurang hangat dalam pergaulan, dapat mengorganisasikan sesuatu dengan baik dan terencana dengan baik, segan berhubungan dekat dengan orang lain, sering bersikap moralitas dan religius, keras memegang pendirian sering berprasangka, lebih senang mempunyai asisten orang-orang yang lemah, untuk menimbulkan motivasi menggunakan perlakuan-perlakuan (push ups, lari keliling, dsb nya)

Kebaikan dari gaya pelatih seperti ini antara lain : terbentuknya displin yang kuat, team yang mampu bermain keras dan agresif, team terorganisir baik, biasanya kondisi fisik anggota tema lebih baik dari lain team, team spirit baik pada saat menang.

Beberapa hal yang kurang menguntungkan, yaitu antara lain : team mudah mendiskusikan sesuatu apabila ada hal-hal yang tidak baik dalam suasana yang tidak menyenangkan, pemain-pemain yang sensitive mudah droup out, sering membenci atau khawatir, suasana team tegang.

2. The Nice guy coach. Adalah pelatih yang bergaya seperti bujangan yang pandai bergaul, rumahnya selalu terbuka bagi para atlet ; dengan memiliki ciri-ciri : disenangi banyak orang, penuh perhatian kepada orang lain, penumbuhkan motivasi dengan cara positif, terlalu fleksibel dalam membuat perencanaan namun kadang-kadang menjadi kacau balau, seiring mencoba-coba sesuatu dan terbuka terhadap saran-saran.

Kebaikan pelatih dengan gaya seperti ini, yaitu antara lain : ikatan team kuat/akrab, atlet sering menunjukan prestasi melebihi apa yang diharapkan, suasana team rileks penuh kekeluargaan, permasalahan-permasalahan atlet dapat ditangani lebih efektif.

Mengenai hal-hal yang kurang menguntungkan, antara lain : pelatih sering kelihatan lemah, atlet berbakat kurang ditangani dengan baik, dapat kehilangan atlet-atlet yang mempunyai sifat pemalu.

3. Intense or driven coach.

Intense atau driven coach dalam banyak hal sifat-sifatnya mirip dengan the hardnosed authoritarian coach, bedanya drive coach lebih emosional dan tidak suka menghukum. Adapun ciri driven coach adalah : mudah kelihatah khawatir dan bingung, suka mendramatisasikan keadaan, segala sesuatu ditangani secara pribadi, selalu memiliki pengetahuan yang lengkap mengenai permainan dan segala peraturannya, selalu berkemauan keras melibatkan diri dan tidak pernah puas dengan apa yang dihasilkan, menyediakan seluruh waktu untuk memahami permasalahan yang dihadapi, memotivasi atlet atas dasar pengalaman pribadi.

Kebaikan dari driven coach yaitu antara lain : tema yang dibina pada umumnya sikses dalam pertandingan, team dibantu sepenuhnya kalau mau kerja keras, pelatih tersebut biasanya kerja lebih keras daripada atlet yang dibinanya.

Adapun kelemahan atau hal yang kurang menguntungkan, yaitu antara lain : suka menakut-nakuti atlet dalam upaya member tantangan, kemungkinan team mengalami burn out sebelum berakhir season, membenci atlet yang menunjukkan penampilan malas, mudah kehilangan atlet karena kurang ditangani dengan baik, tuntutannya sering tidak realistic, sering anggota team malu mengenai penampilannya yang emosional.

4. The easy going coach

Pelatih ini sering menganggap enteng permasalahan, merupakan pelatih yang memiliki sifat kebalikan dari driven coach yang penuh semangat dan suka memaksa. Adapun ciri-cirinya yaitu antara lain : tidak pernah tampak serius menghadapi segala sesuatu, enggan membuat jadwal kerja, tidak pernah mendesah segalanya dilihatnya mudah, member kesan bahwa semuanya dapat dikendalikan sehingga pada saat –saat tertentu kelihatan malas.

Kebaikan pelatih ini antara lain : team hanya mengalami sedikit tekanan, penanganan team kurang untuk dapat kerja keras, segala sesuatu didapat dengan mudah oleh team, menumbuhkan perasaan tidak tergantung pada pelatih, sehingga pelatih lebih menyerupai guide dan konsultan.

Mengenai hal-hal yang kurang menguntungkan,, yaitu antara lain : sering pelatih tampak tidak mampu menguasai pemainnya, sering tampak seperti playboy tidak senang olahraga, team sering tidak dalam kondisi fisik yang baik karena kurang keras latihan, adanya tekanan karena tidak menangani team dengan baik dapat mudah menimbulkan panik, pelatih sering tampak tidak ambil pusing oleh keadaan.

5. The business like coach

Pelatih yang bergaya seperti business men ini sangat berhasrat untuk belajar, mempelajari sesuatu, selalu berusaha mendapat informasi terbaru, biasanya selfish yaitu memiliki sifat semau gue.

Adapun ciri business like coach yaitu : menggunakan pendekatan dalam olahraga atas dasar untung rugi, pendekatannya sangat logis, tampaknya berpribadi dingin tidak hangat dalam pergaulan, pemikirannya tajam, pikiran utamanya ditujukan pada lawan bertanding, pragmatis dan tekun.

Kebaikan pelatih ini antara lain : team selalu up to date dalam penguasaan teknik-teknik baru, team tampak terorganisasi secara strategis untuk dapat mencapai sukses, atlet merasa percaya dirinya berkembang melalui organisasi yang dikelola secara cerdik.

Segi-segi kekurangan yang terjadi antara lain : sering timbul rasa dianggap tidak penting, team spirit kurang, sulit menghadapi atlet yang kurang terorganisasi dengan baik, mudah kehilangan atlet karena kurang motivasi secara emosional.

BAB III

KESIMPULAN

Kewajiban dan tugas seorang pelatih sangat luas dan komplek, maka dalam kehidupan sehari-hari pelatoh sebagai seorang model atau panutan para atletnya serta senantiasa bertindak sebagai bapak atau seorang teman yang merupakan tempat tumpuan curahan isi hati setiap atlet. Kepelatihan merupakan usaha atau kegiatan memberi perlakuan untuk membantu atlet agar pada akhirnya atlet dapat mengembangkan diri sendiri dan meningktakna bakat kemampuan, keterampilan, kondisi fisik, pengetahuan, sikap-sikap, penguasaan emosi serta kepribadian pada umumnya.

Tutko dan Richards (1971) menegaskan bahwa tugas pelatih adalah membantu atlet agar pada akhirnya atlet dapat menolong dirinya sendiri atau dapat berdiri sendiri. Ini penting sekali untuk dipahami pelatih karena atlet adalah individu yang sering mengalami persaingan, stress, perasaan gagal. Sukses dan sebagainya.

Harsono (1988) juga menegaskan bahwa berbicara mengenai falsafah coaching tidak terlepas dari suatu perangkat sikap atau prinsip-prinsip dasar yang menuntun tabiat dan perilaku pelatih di dalam situasi-situasi praktek. Dan sapek –aspek tersebut tidak terlepas dari peran motivasi menjadi pelatih, harapan orang dari seorang pelatih dan dilema pelatih.

Pendapat para ahli pada umumnya menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu bahwa olahraga dapat memberikan dampak positip pada individu seperti peningkatan tanggung jawab, kejujuran dalam bermain, kerjasama, memperhatikan orang lain, kepemimpinan, menghargai para pelatih, wasit dan pembina, setia, toleran, displin yang akhirnya dapat diharapkan menjadi warga Negara yang baik.

Sehubungan hal di atas tiap-tiap pelatih diharapkan lebih peka menghadapi : 1) tuntutan kebutuhan dan motivasi atlet-atletnya, 2) hubungan interpersonal yang terjadi antara atlet dengan atlet, atlet dengan pelatih, atlet dengan orang tua, keluarga kelompok-kelompok pergaulan dan sebagainya.

Ini semua sangat berguna untuk dapat memahami kemampuan atlet, serta untuk dapat mengontrol dan mengembalikan perkembangannya.Dengan upaya pembinaan atlet yang dilakukan secara terencana, teratur terarah dan berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan :

1. Pengetahuan atlet menganai apa yang harus dilakukan agar dapat mencapai prestasi tinggi dan mengapa latihan-latihan tertentu dilakukan

2. Meningkatkan keadaan fisik dan kemampuan keterampilan atlet sesuai cabang yang ditekuni atas dasar analisis yang cermat dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi mutahir

3. Mengembangkan sikap positif kontruktif terhadap sesame atlet terhadap program latihan terhadap pelatih dan pembina.

4. Meningkatkan kemampuan penguasaan emosi, penguasaan diri dan lebih meningkatkan motif berprestasi untuk bisa mencapai prestasi setinggi-tingginya.

5. Menanamkan cita-cita dan kepribadian yang mantap sehingga mampu mengembangkan diri sendiri dan mampu menghadapi hambatan-hambatan dalam keadaan bagaimanapun juga.

Sementara untuk gambaran kepribadian pelatih dengan berbagai sifat sebagai cirinya yang oleh Tutko dan Richards (1971) dibedakan dalam lima gaya kepemimpinan pelatih yang terdiri dari : the hardnosed authoritarian coach, the nice guy coach, intense or driven coach, the easy going coach dan the business like coach, bukanlah satu-satunya cara untuk dapat memahami kepribadian pelatih.

Kepribadian manusia dapat dibedakan atas sifat-sifat yang dimilkinya, dan kombinasi dari sifat-sifat tersebut dapat bervariasi, berpuluh-puluh kemungkinan variasi sehingga dapat menimbulkan lebih dari lima pola/gaya kepemimpinan pelatih.

Intinya sifat dan kepribadian pelatih akan banyak turut menentukan keberhasilan atau tidak tugas pengabdiannya. Sehingga kalau kita berbicara tentang kepribadian seorang pelatih maka hal ini tidaklah dapat dipisahkan dengan kepemimpinannya dalam melatih. Dan bila kita membicarakan mengenai kepemimpinan maka sudah barang tentu akan menyangkut sifat dan ciri-ciri kepribadian seseorang.

Seorang pelatih disamping falsafah hidup yang benar, ia juga harus memiliki falsafah yang baik tentang olahraga dan latihan. Ia harus sadar bahwa apa yang dilakukannya adalah benar, bermanfaat, bertujuan dan merupakan sumbangan yang vital guna mencapai tujuan-tujuan tersebut. Ia adalah seorang guru, pendidik dan seorang ayah. Sehingga segala ucapannya dan tindak tanduknya akan pula mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan falsafah hidup si anak/atlet.

Baca Selengkapnya......

ISU MORAL DALAM SEPAK BOLA

Oleh:Subarna

ABSTRAK
Kompetisi sepakbola di negara-negara maju seperti Liga Italia, Liga Inggris, dan Liga Jerman , kalau kita amati semakin mengalami peningkatkan, seiring dengan peningkatan tersebut tentu saja akan berdampak positif terhadap berbagai sektor, salah satunya mampu meningkatkan finasial, dan yang paling penting tentu saja dapat meningkatkan prestasi negara tersebut dari tahun ke tahun. Lantas yang menjadi pertanyaan kita kenapa persepak bolaan di Negara maju bisa berkembang dengan pesat, hal itu disebabkan dari semakin baiknya sistem, manajemen klub, dan manejemen pertandingan yang dikelola oleh orang-orang yang ahli di bidangnya. Tentu saja hal itu sangat jauh berbeda dengan sepak bola nasional, citra buruk yang ditujukan kepada PSSI oleh sebagian masyarakat bahkan sporter , hal ini diakibatkan oleh adanya beberapa kasus yang terjadi di sepakbola Indonesia, antara lain gol bunuh diri pemain nasional Mursid Effendi dalam piala Tiger (Rusli Lutan, 2001), perkelahian, isu suap, bahkan isu pssi sudah dijadi alat politik . Karena itu kasus tersebut lebih disoroti dari system nilai yang kita sebut sportivitas atau fair play. Atas phenomena tersebut, sehingga dalam tulisan ini akan dipaparkan isu-isu moral dalam cabang olahraga sepak bola.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kompetisi dan setiap kejuaraan yang digelar, selain tujuan utamanya berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik, pada dasarnya mempunyai tujuan dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap masyarakat. Namun kalau kita mengamati berbagai kompetisi terutama dalam cabang olahraga sepak bola, meskipun kita sangat bisa mengambil dampak positif dari sebauh kompetisi yang digelar, akan tetapi tak dipungkiri juga , kita masih sering dihadapkan dengan dampak negatif seperti yang ditunjukkan oleh para penonton yang membuat keributan atau huru-hara akibat tidak siap menerima kekalahan dari tim kesayangannya. Tentu saja perilaku demikian tidak sesuai dengan harapan dari semua pihak, bahkan ada sebagian oknum pemain ataupun pelatih dan ofisial berbuat curang, seperti dengan cara ‘menjual pertandingan’ atau istilah yang lumrah adalah ‘suap’.
Isu suap dalam sepak bola merupakan hal yang sudah lama dikenal oleh banyak kalangan. Kasus suap merupakan tindakan yang dilakukan oleh salah satu pemain, pelatih, ofisial, wasit, atau tim dengan tujuan menerima atau memberi hadiah berupa materi ataupun non materi yang bertujuan untuk memenangkan permainan dengan cara yang tidak syah. Kasus-kasus dugaan suap yang pernah terjadi tersebut tidak hanya melanda kancah persepak bolaan dunia, akan tetapi terjadi di Negara kita, seperti kasus yang masih hangat yaitu dugaan kasus suap yang dilontarkan kepada PSSI, dibawah ini penulis mencontohkan beberapa dugaan kasus suap yang dilansir oleh beberapa media cetak.
1. Kiper Bruce Grobbelar menjadi tokoh yang paling banyak disorot dalam skandal suap. Pertengahan bulan November 1993 lalu, Liverpool bertandang ke Newcastle untuk melawan klub yang baru saja promosi ke Divisi Utama, The Reds sedikit diunggulkan. Akan tetapi apa yang terjadi, Blarr...bak petir di siang bolong, kejutan membahana di kerumunan suporter Liverpool. The Reds dibantai The Magpies 3 gol tanpa balas. Andy Cole mencetak hat-trick yang membuat kiper Liverpool, Bruce Grobbelaar, termangu-mangu.
Tentu saja kekalahan ini sungguh mengejutkan. Soalnya, performa Liverpool sedang menanjak. Sebelumnya mereka melakoni 4 pertandingan tanpa kalah. Bahkan sempat membantai Southampton 4-2.
Waktu pun berlalu. Pecinta Loverpool mulai melupakan kekalahan memalukan tersebut. Tapi itu tak lama. Setahun kemudian, pada 9 November 1994, mereka dientakkan oleh sebuah artikel kontroversial yang dimuat harian The Sun. Koran kuning asal Inggris tersebut menulis bahwa kiper andalan Liverpool, Bruce Grobbelaar, terlibat skandal pengaturan skor.
Demi uang 40 ribu pounds, Grobbelaar sengaja membiarkan gawangnya dibobol Andy Cole yang mengakibatkan Liverpool kalah 0-3. Saat Liverpool ditahan imbang MU 3-3 pada Januari 1994, pria asal Zimbabwe itu juga dituding menerima suap sebesar 125 ribu pounds. ( Kompas.com, Jumat, 11 Desember 2009)
2. Kasus suap yang dilakukan manajemen Klub Juventus untuk menjadi Juara liga Italy 2006, sehingga Juventus dikenakan sanksi turun ke divisi II. Hal ini berdampak pada sikap dari ketua FIFA yang tidak menyalami pemain Italy ketika menjadi juara dunia, sehingga Paolo Maldini (Pemain Italy) mengecam sikap Ketua FIFA (Gelora, Minggu ke 2 September 2006).
3. Masyarakat pecinta sepak bola di Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, mendesak dituntaskannya kasus dugaan suap mantan manajer Persatuan Sepak Bola Bangkalan (Perseba) Imron Abdul Fatah terhadap Direktur Badan Liga Amatir Indonesia (BLAI) sebesar Rp150 juta.
Mantan Manager Perseba, Imron Abdul Fatah, mengaku memberikan uang suap dengan total Rp150 juta kepada Direktur BLAI, Iwan Budianto, dan Mantan Ketua Umum Pengprov PSSI Jatim, Haruna Soemitro, di Piala Suratin 2009. ( Selasa, 22 februari 20011, qesip berita com).
4. Menpora Andi Mallarangeng meminta agar pihak kepolisian menindak lanjuti informasi yang beredar luas melalui surat elektronik yang mengatakan adanya suap pada final Piala AFF antara Indonesia dan Malaysia Desember 2010 lalu.( Rabu 2 Februari 2011, Media Indonesia. Com)
5. Massa asal Jawa Timur yang tiba di Senayan, Jakarta, Kamis (24/2), mengaku melakukan demonstrasi dengan membawa data tentang kasus-kasus suap yang melibatkan Ketua Umum PSSI Nurdin Halid (Jumat, 25 februari 2011, bola)

B. Masalah
1. Bagaimana gambaran kompetisi sepakbola Indonesia?
2. Apa saja isu moral dalam sepakbola di Indonesia dewasa ini?
BAB II
PEMBAHASAN

Persepakbola di Negara kita telah lama bergulir, bahkan sejak sebelum Indonesia
merdeka sudah banyak klub-klub yang sudah berdiri, salah satunya Persib Bandung yang lahir pada tahun 1933. Fenomena ini merupakan salah satu indikator, bahwa sepakbola di Indonesia telah melakukan pertandingan atau kompetisi sejak puluhan tahun lalu. Bahkan pada saat itu prestasi tim Indonesia cukup membanggakan sehingga cukup disegani oleh Negara-negara di kawasan Asia, salah satu contoh prestasi sepakbola Indonesia pada saat itu ketika menahan imbang Rusia pada olimpiade tahun 1956 di Montreal.
Namun kejayaan yang pernah ditorehkan oleh para pendiri dulu, dengan berjalannya bukan mengalami peningkatan, akan tetapi kini kian hari semakin terpuruk. Salah satu penyebabnya akibat ternoda oleh beberapa kejadian dan tindakan dari beberapa oknum pemain, wasit, bahkan pengurus, dengan beberapa kasus suapnya. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi PSSI sebagai lembaga tinggi persepakbolaan Indonesia kini disinyalir menjadi ajang rebutan oleh para politisi untuk dijadikan sebagai kendaraan politiknya. Di bawah ini akan dibahas beberapa kasus suap dan kisruh PSSI :
2. Ketika salah seorang pemain dari kesebelasan nasional Indonesia dengan sengaja memasukkan bola ke gawang sendiri waktu berhadapan dengan kesebelasan Vietnam dalam babak semifinal “ Piala Tiger”. Tentu saja akibat ulah seorang pemain Indonesia yang terkesan “main sabun” tersebut membuat semua orang kecewa, bahkan semua pecandu boal pun mencelanya bahwa perbuatan itu amoral atau tidak sportif dalam konteks olahraga (Rusli Lutan, 2001)
3. Dugaan korupsi ditubuh PSSI, sehingga banyak kalangan menuntut ketua umum PSSI segera turun. Salah satu contohnya desakan mundur dari manajer Persib Bandung Umuh Muhtar yang melayangkan surat mosi tidak percaya agar ketua umu PSSI Nurdin Halid mundur dari jabatannya.
Dari dua kasus di atas, kasus tersebut lebih banyak disoroti dari sitem nilai yang kita sebut sportivitas atau fair play. Fair play memang mudah diucapkan, tetapi sangat sukar untuk dipraktikan, bukan saja dalam olahraga tetapi juga dalam semua bentuk kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Terkait dengan fair play, dalam rumusan fair play itu sendiri dijumpai makna dalam pernyataan yakni setiap pelaksana olahraga harus ditandai oleh semangat kebenaran dan kejujuran, dengan tunduk kepada peraturan-peraturan, baik yang tersurat maupun yang tersirat (Rusli Lutan, 2001).
Lebih jelasnya tentang fair play dalam dokumen yang lebih mutakhir, dalam European Sport Charter and Code of Ethic yang diterbitkan oleh dewan olahraga eropah (1993) disebutkan definisi fair play sebagai : … lebih dari sekedar bermain dalam aturan. Fair play itu menyatu dengan konsep persahabatan dan menghormati yang lain dan selalu bermain dalam semangat sejati. Fair play dimaknakan sebagai bukan hanya unjuk perilaku. Ia menyatu dengan persoalan yang berkenaan dengan dihindarinya ulah penipuan, main berpura-pura atau “ main sabun”, doping, kekerasan (baik fisik maupun ungkapan kata-kata), ekploitasi, memanfaatkan peluang, komersialisasi yang berlebih-lebihan atau melampaui batas dan korupsi.
Lantas kalau kita mencermati kasus yang terjadi di PSSI saat ini tentu kita sepakat bahwa fair play tidak hanya harus dimiliki oleh seorang pemain, akan tetapi harus dimiliki pula oleh para pengurus maupun pencinta olahraga. Sebagaimana kita ketahui bersama saat ini seiring dengan Piala AFF tempo lalu, banyak para pejabat maupun elit politik yang turut terlibat dalam PSSI, sehingga sampai saat ini ditubuh PSSI masih memanas.
Pada kesempatan ini penulis mencoba memaparkan beberapa contoh kasus berbau politis dalam tubuh PSSI :
1. Kuasa hukum Nurdin Halid, Indra Sahnun Lubis, menilai Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng telah memihak kubu Arifin Panigoro dan George Toisutta dalam proses verifikasi ataupun banding pemilihan calon Ketua Umum PSSI. Indra juga mengatakan, Menpora telah melakukan tindakan yang keterlaluan dengan membiarkan hal-hal yang salah terjadi dalam proses pemilihan tersebut. (Kompas.com. 3 Maret 2011)
2. Ketua Komite Pemilihan PSSI Syarif Bastaman menilai, jika Jusuf Kalla maju dalam bursa calon ketua umum PSSI, dia pasti akan menang. Menurut Syarief, Jusuf Kalla telah memenuhi semua kriteria yang dibutuhkan untuk memimpin PSSI. (Kompas.com, 3 Maret 2011)
3. Sejumlah anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat meminta agar Ketua Umum PSSI Nurdin Halid tidak maju lagi dalam pencalonan ketua umum PSSI periode 2011-2015. ( Kompas.com, 1 Maret 2011)
4. Komisi X DPR bersedia memediasi dan akan menjadwalkan pertemuan antara Kemenpora dan PSSI guna mencari solusi permasalahan yang sedang terjadi di PSSI saat ini
Kalau kita cermati dari empat contoh kasus di atas, tentu kita sepakat kisru ditubuh PSSI saat ini lebih mengarah kepada unsur politis. Alasannya saat ini dalam pemilih ketua umum saja lebih mengarah kepada dukung mendukung dari beberapa orang yang nota bene berasal dari partai besar. Sehingga tidak menutup kemungkinan PSSI akan dijadikan kendaraan politik mereka. Atas penomena tersebut sikap Fair play dalam dunia olahraga sepakbola di Negara kita saat ini mungkin belum bisa dipahami oleh beberapa pengurus khususnya di PSSI.

BAB III
KESIMPULAN
Merujuk dari pemaparan beberapa kasus yang terjadi dalam persepakbolaan di Indonesia baik beberapa kasus suap maupun isu moral dalam tubu PSSI, penulis dapat menari kesimpulan bahwa gambaran kompetisi sepakbola di Indonesia maupun kepengurusan PSSI saat ini masih belum dapat menerapkan hakikat fair play yang sebenarnya yaitu bagaimana membumikan perilaku adil dan jujur yang menjadi ruh fair play. Yang mana fair play adalah suatu bentuk harga diri yang tercermin dari kejujuran dan rasa keadailan, rasa hormat terhadap lawan, baik dalam kekalahan maup0un kemenangan, sikpa dan perbuatan ksatria, tanpa pamrih, sikpa tegas dan berwibawa, kerendahan hati dalam kemanangan, dan ketenangan/ pengendalian diri dalam kekalahan.
Sehingga penulis yakin kalau semua pengurus, pemain maupun penonton atau semua yang terlibat dalam persepakbolaan kita sudah memahami hakikat fair play yang sebenarnya yaitu kebesaran hati terhadap lawan yang menimbulkan perhubungan kemanusiaan yang akrab , hangat dan menjadi mesra, tentunya tak akan ada kasus dugaan suap maupun ketributan terkait dengan kepengurusan PSSI, dan penulis yakin dengan sikap fair paly yang dimiliki akan berdampak pada kemajuan tim garuda dimasa yang akan datang sehingga bias menorehkan prestasi dan disegani oleh tim kesebelasan Negara lain seperti apa yang telah dicapai oleh para pendahulunya.


KEPUSTAKAAN


Mingguan Bola (1997). Edisi Jumat Minggu III Agustus 1997.
Rusli Lutan (2001). Olahraga dan Etika Fair Play. Jakarta, CV Berdua Satutujuan, Wihani Group, Departemen pendidikan Nasional.
Radar Bandung (2011). Edisi Maret 2011
Media Indonesia .com (2011), Edisi 2 Februari 2011
Arsip Berita (2011), Edisi 2 Februari 2011
Kompas.com (2011), Edisi 3 Maret 2011
Radar Sumedang (2011), Edisi 2 Maret 2011.

Baca Selengkapnya......

PENDEKATAN YANG REALISTIS UNTUK MENILAI KEMAJUAN BELAJAR

OLEH SUBARNA,S.Pd

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Evaluasi sebagai bagian dari komponen proses pembelajaran merupakan suatu tugas yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam rangka untuk mengetahui kemajuan, kekurangan atau kelemahan pembelajaran yang telah dilakukan, apakah yang berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan , maupun sikap.
Menilai kemajuan pembelajaran sangat erat kaitannya dengan kemampuan seorang guru, keberhasilan hasil belajar siswa sangat tergantung kepada perlakukan guru, seorang guru yang baik sungguh bisa menerapkan prinsip-prinsip evaluasi (kontinue, komprehensif, dan sesuai dengan rancangan. Nurhasan (1992:6). Kemajuan belajar semuanya harus diinformasikan kepada lembaganya, orang tua maupun siswa baik perorangan maupun kelompok. Sedangkan alokasi waktu untuk pembelajaran penjas khususnya di sekolah dasar sudah mulai ada peningkatan, yang tadinya hanya 2x30 atau 40 menit perminggu, sekarang untuk kelas bawah 3x35 menit sedangkan kelas tinggi 4x35 menit, suatu prestasi luar biasa bahwa pendidikan jasmani sudah mendapatkan posisi atau penghargaan yang sangat baik di institusi pendidikan.

Pelaksanaan evaluasi di lapangan sebagai bagian penting secara alokasi waktu sudah lebih baik tetapi kendala-kendala yang dihadapi guru penjas seperti jumlah murid yang banyak, sarana dan prasarana yang kurang mendukung dibandingkan dengan jumlah siswa merupakan tantangan yang harus dipecahkan bersama, karena pengetesan pembelajaran penjas tetap harus dilaksanakan, menyangkut aspek penguasaan teori, physical fitness, motor skill, dan sikap. Suherman Adang (2009:167). Dari alasan jumlah murid yang banyak tanpa dibarengi dengan sarana dan prasarana pendukung dalam pembelajaran sehingga guru penjas harus lebih kreatif dalam mencari instrument penilaian kemajuan belajar siswa, karena guru penjas dihadapkan pada karakteristis kemampuan fisik yang berbeda-beda mulai dari kelas 1 sampai 6.

Banyak sekolah yang waktu pendiriannya tanpa memikirkan lahan atau lapangan untuk melakukan pembelajaran pendidikan jasmani sehingga aktivitas pembelajaran pendidikan jasmani memanfaatkan lahan seadanya, seperti hanya dengan ukuran 5x 20 meter dengan jumlah siswa rata-rata 70 siswa perkelas tanpa diikuti dengan peralatan penjas yang mendukung, sungguh luar biasa dan ini realita yang dihadapi, modifikasi materi pembelajaran merupakan hal biasa yang sering dilakukan tetapi dengan lahan seperti itu pada waktu istirahat, siswa kecenderungannya kurang memanfaatkan aktivitas fisik, hanya yang jadi permasalahan apakah dengan pembelajaran seperti itu aspek penguasaan teori, physical fitness, motor skill, dan sikap bisa ada peningkatan ?

Dari uraian di atas perlu adanya model atau modifikasi evaluasi pembelajaran pendidikan jasmani yang bisa menjawab berbagai kekurangan yang ada untuk diterapkan dalam pembelajaran penjas meliputi kesegaran jasmani, keterampilan gerak, penguasaan konsep, dan sikap.



B. Rumusan Masalah

Untuk membatasi permasalahan supaya tidak melebar jauh, maka pembahasan pada makalah ini adalah sebagai :

1. Alasan penting diadakannya penilaian kemajuan hasil belajar siswa di sekolah.

2. Macam-macam tes kesegaran jasmani

3. Macam-macam tes keterampilan gerak

4. Penerapan tes kognitif

5. Penerapan tes sikap

6. Grading (penetuan nilai)


C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui alasan penting diadakannya penilaian kemajuan hasil belajar siswa di sekolah.

2. Untuk mengetahui macam-macam tes kesegaran jasmani

3. Untuk mengetahui macam-macam tes keterampilan gerak

4. Untuk mengetahui penerapan tes kognitif

5. Untuk mengetahui penerapan tes sikap

6. Untuk mengetahui grading (penetuan nilai)






BAB II

PEMBAHASAN


A. Alasan penting diadakannya penilaian kemajuan hasil belajar siswa di sekolah adalah sebagai berikut :

1. Pengetesan memungkinkan guru akan lebih terampil dan akurat dalam menafsirkan kemajuan skill hasil belajar siswa sebab pengetesan menuntut guru untuk menelaah secara seksama kemampuan setiap siswa apakah siswa sudah cukup mampu melakukan, misalnya, keterampilan yang menjadi tujuan pengajaran.

2. Pengetesan yang dilakukan di akhir jenjang pendidikan. misalnya pada siswa kelas enam SD, akan memberikan informasi tentamg keberhasilan keseluruhan program: aspek-aspek apa saja yang sudah dikuasai dan yang belum dikuasai oleh siswa.

3. Pengetesan akan meningkatkan akreditasi profesi. Dalam hal ini selain guru bisa melihat dan menilai kemajuan kemampuan siswa, juga. apabila dilaksanakan dengan administrasi yang tertib, guru dapat memberikan bukti kepada orang tua siswa, kepala sekolah, maupun pihak lain apabila diperlukan.

4. Pengetesan dapat dijadikan alat ukur yang dapat dipertanggung jawabkan untuk mengukur keberhasilan PBM yang dilakukan oleh gurunya apakah PBM berlangsung secara efektif atau malah sebaliknya. Guru terkadang sering terkejut melihat hasil pengetesan. PBM yang menurut gurunya sudah dilaksanakan dengan baik ternyata hasil tes menunjukkan kurang baik atau malah sebaliknya.

Dengan demikian tantangan yang sangat mendesak bagi para guru Penjas sekarang ini bukannya dimana atau bagaimana menemukan alat ukur yang valid, reliabel, dan objektif, akan tetapi Bagaimana cara melakukan .pengetesan yang realistis yang sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia dan jumlah siswa yang relatif banyak sehingga dapat mengetahui dengan jelas pengaruh program Penjas terhadap perkembangan kemampuan siswa pada akhir keseluruhan jenjang program pendidikan tertentu.


B. Macam-Macam Tes Kesegaran Jasmani

Salah satu tes yang sering digunakan oleh para guru Penjas di sekolah adalah tes kesegaran jasmani. Sekarang ini terdapat banyak versi pengukuran kesegaran jasmani yang digunakan oleh para guru yang pada dasarnya meliputi: lari jarak jauh, fleksibilitas, kekuatan otot bagian atas, dan otot perut. Lepas dari versi tersebut, ada beberapa cara yang dapat digunakan oleh para guru untuk menghemat waktu dan lebih bermanfaat bagi para siswa, sebagai berikut:


1. Mengetes sendiri dan dengan partner

Mengetes diri sendiri dan berpasangan merupakan dua cara yang dapat digunakan oleh guru untuk menghemat waktu. Langkah-langkahnya:

a. Guru terlebih dahulu harus menjelaskan bagaimana pelaksanaan dan penskorannya.

b. Guru menjelaskan pentingnya kejujuran dan mempercayakannya kepada siswa.

c. Untuk menanamkan motivasi instrinsik, guru berusaha tidak membanding-bandingkan skor hasil tes siswa yang satu dengan skor hasil. tes siswa yang lainnya. Sebagai penggantinya, guru membandingkan skor hasil tes sekarang dengan skor hasil tes sebelummya.

d. Gunakan format penskoran baik yang dibuat oleh guru sendiri maupun format yaug sering dipublikasikan.

Untuk lebih jelasnya, lihat contoh modifikasi format tes kesegaran jasmani berikut ini:

Contoh Format Tes Kesegaran Jasmani


Nama…………………

Usia………………….

Kelas…………………





Fitness

componen Item tes Pre-test

tgi Target

saya Tes sendiri Tes sendiri

tgl Post-tes

tgl

Aerobic endurance lari/jalan 1000 m 500 m atau ….

Body

composition subscapular triceps calf

Flexibility flexion of thrunk

Abdominal strength/, endurance sit-ups

upper bady strength/ endurance pull-ups atau


Beberapa keuntungan pelaksanaan tes seperti ini antara lain adalah:

a. Memberikan bukti kemajuan hasil belajar kepada siswa maupun pada orang tuanya.

b. Memungkinkan siswa rnampu melakukan pengukuran terhadap kesegaran jasmani dirinya sendiri.

c. Manajemen pengadministrasian yang lebih terbuka terhadap semua pihak.

Model pengetesan semacam ini mungkin tidak bisa berjalan pada semua kelas tetapi mungkin bisa berjalan pada setiap sekolah terutama pada kelas yang siswanya sudah cukup mengerti.


2. Kentang katagori hasil tes (skor) yang lebih luas

Dalam proses ini guru mengasumsi bahwa pelaksanaan pengetesan jauh lebih penting daripada hanya sekedar memperoleh angka hasil tes. Oleh karena itu rentang katagori hasil tes diperluas. Misalnya Untuk lari 1000 meter dibagi menjadi tiga kategori:

a. di bawah 5:30, b. antara 5:31 dan 8:30, dan c. 8:31 ke atas. Demikian juga untuk sit-ups, misalnya: a. di bawah 10, b. 11- 40, dan c. di atas 40. Manakala guru harus menilai keseluruhan program, maka guru tersebut dapat menggunakan kategori tersebut sebagai barometer.



3. Melibatkan orang lain

Penglibatan orang lain dalam pelaksanaan tes dapat dilakukan dengan cara merekrut siswa yang lebih senior, guru lain, orang tua siswa atau mahasiswa sebagai sukarelawan.


C. Tes Keterampilan Gerak

Perkembangan keterampilan gerak merupakan salah satu tujuan dari diadakannya program Pendidikan Jasmani di sekolah-sekolah. Terdapat banyak cara yang dapat digunakan untuk mengukur perkembangan keterampilan gerak siswa. Namun, tes-tes tersebut pada umumnya lebih sulit digunakan karena memerlukan penjabaran yang lebih rinci. Selain itu, tes-tes tersebut juga lebih sulit dikelola untuk semua siswa dalam suatu kelompok mengingat perkembangan kemampuan siswa yang beragam, dan mungkin juga karena jarang digunakan sehingga guru jarang memikirkan cara yang lebih efektif. Namun demikian, para guru tetap masih mungkin, dapat melakukan pengukuran terhadap perkembangan keterampilan gerak tanpa harus menggunakan semua waktu yang tersedia pada jam pelajaran Penjas.

1. Tempat Tes yang Permanen

Salah satu cara menghemat waktu pengetesan adalah dengan cara membuat tempat pelaksanaan tes secara permanen di lantai, di dinding, atau di lapangan sehingga guru tidak harus selalu membuat tempat-pelaksanaan tes pada setiap akan mengadakan tes. Misalnya guru tidak harus selalu membuat lingkaran sasaran pada dinding dan dari mana melempar bolanya pada saat akan mengadakan tes melempar bola ke dinding karena sudah dibuat secara permanen sebelumnya. Tentu saja dalam pembuatan tempat tes permanen ini harus dipertimbangkac jenis tes apa yang harus dipermanenkan dan bagaimana pembuatannya sehingga dapat digunakan untuk bermacam-macam tes. Keuntungan dari cara seperti ini, antara lain adalah :

a. menghemat waktu,

b. siswa dapat melakukan tes untuk kepentingannya sendiri, dan

c. guru dapat melakukan tes seperti learning center.

2. Menilai komponen yang kritis

Secara umum, pengukuran keterampilan gerak biasanya lebih sering menekankan pada aspek kuantitatif, misalnya, berapa frekuensi, melempar bola ke dinding dalam tempo 30 menit, berapa jumlah skor dari lima kesempatan melempar bola ke dinding. Namun demikian sekarang, para guru sering tidak puas dengan hanya mengetahui jumlah skor atau frekuensi yang diperoleh siswa pada waktu melempar ke dinding. Para guru ingin juga mengtahui lebih jauh bagaimana kualitas lemparannya, misalnya apakah gerakan melempar yang dilakukan siswa sudah benar secara biomekanik (Ulrich 1985) Penilain yang menekankan pada aspek kualitatif seperti disebutkan di atas terkadang cukup banyak menyita waktu, namun demikian ada beberapa alternatif yang dapat digunakan guru untuk menghemat waktu sebagai berikut:

a. Mengobservasi satu komponen kritis

Dengan hanya mengobservasi satu komponen kritis saja (bab 8), maka guru dapat menghemat. waktu untuk pengetesan. Adapun pelaksanaan observasi tersebut dapat dilaksanakan, antara lain, pada waktu tes atau pada waktu PBM berlangsuag.

1) pada waktu tes. Sementara pelaksanaan tes untuk mengetahui frekuensi stroke bulutangkis ke dinding dilakukan, guru dapat mengobservasi apakah siswa menggunakan posisi kaki dengan benar. Perkiraan umum tentang jumlah waktu yang diperlukan untuk melihat kualitas gerakan kaki diperkirakan lima menit atau kurang. Untuk kepentingan tersebut, maka tes stroke tersebut usahakan jangan kurang dari lima menit.

2) pada waktn PBM berlangsung. Menjelang akhir pelajaran, guru menyuruh siswa untuk melakukan lempar tangkap sekali lagi. Sementara siswanya sibuk melakukan lempar tangkap, gurunya mengobservasi semua siswa: Apakah komponen kritis dari lempar tangkap sudah dikuasai oleh sebagian besar siswa? Apakah siswa sudah menggunakan kedua tangannya dengan benar untuk menangkap bola? Dsb.

Untuk mengetahui komponen keterampilan apa yang mendesak harus dikuasai oleh siswa, sebaiknya guru Penjas mendiskusikannya dengan guru Penjas lain. Keuntungan dari cara seperti ini dapat meningkatkan keterampilan guru dalam mengobservasi dan akan menghasilkan teknik mengobservasi yang lebih reliable.

b. Videotaping

Mengobservasi keterampilan gerak melalui rekaman video merupakan salah satu teknik yang mungkin dilakukan oleh para guru untuk melihat kemajuan keterampilan anak didiknya. Namun demikian, cara seperti ini memerlukan peralatan yang relatif mahal sehingga kalau di sekolah itu tidak ada, maka cara ini sulit untuk dilaksan akan.

Seperti halnya dalam physical fitness, dalam keterampilan gerak juga terdapat banyak komponen-komponen keterampilan gerak yang mungkin dites. Namun demikian hal ini dapat menyulitkan para guru untuk mengetes semua komponen tersebut sekaligus. Oleh karena itu, masuk akal apabila guru memilih dan menilai beberapa keterampilan gerak yang menjadi fokus dalam program pengajaran Penjas dari pada harus menilai 15 atau 20 komponen keterampilan gerak. Keterampilan seperti, melempar, menangkap, menendang, mendribbling, dan memukul bola (dengan tangan, raket, dan bat) merupakan beberapa keterampilan gerak yang menjadi fokus dalam pengajaran Penjas. Contoh format penilaian terhadap kualitas beberapa komponen kritis dalam stroke badminton, lihat pada tabel berikut ini,


Komponen penting aktivitas beiajar stroke



Nama Siswa Gerak Kaki Posisi Bahu Ayunan Raket Follow through

1)

2).

3).

4).

5).


D.Tes Kognitif

Banyak informasi kemampuan kognitif yang ingin diketahui dan dinilai oleh guru dari siswa. Pada saat tersebut guru harus menentukan: informasi apa, kapan, dan bagaimana mengetesnya. Untuk itu, pertama, item :es harus merefleksikan sesuatu yang sudah diajarkan, dan kedua, pengetesan harus direncanakan dan dikelola. Seperti halnya dalam pelaksanaan tes kesegaran jasmani dan keterampilan gerak, terdapat baryak cara mengheviat waktu dalam pelaksanaan tes kognitif yang masih tetap dapat mengumpulkan informasi yang sangat bermanfaat. Antara lain dengan cara sebagai berikut:

1. Tes di Kelas

Cara yang paling sering digunakan oleh para guru Penjas untuk mengukur kemampuan kognitif adalah dengan mengadakan tes di dalam kelas. Untuk mengetahui apakah siswa menguasai materi yang sudah diajarkan oleh guru, guru harus betul-betul mampu membuat pertanyaan yang sesuai dengan kemampuan siswa untuk memahami bacaannya. Kemampuan siswa untuk menjawab jangan sampai terhambat oleh penggunaan istilah atau gaya bahasa yang tidak sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Untuk mengurangi beban guru dalam menulis soal yang baik, beberapa cara yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

• Tidak banyak tetapi sering. Agaknya masuk akal apabila guru Penjas membuat soal yang tidak begitu banyak akan tetapi frekuensinya lebih sering. Misainya, apabila guru biasanya mengadakan tes kognitif satu kali persemester dengan jumlah soal 30 item, maka sekarang dapat diubah oaranya menjadi tiga kali dalam satu semester dengan jumlah soal masing-masing 10 item.

• Pembagian waktu tes yang berbeda. Bisa dibayangkan bagaimana sibuknya kalau guru memberikan tes pada waktu yang bersamaan terhadap siswa yang jumlahnya kurang lebih 400 orang, maka guru tersebut akan kewalahan memeriksanya. Oleh karena itu perbedaan waktu pelaksanaan tes merupakan salah satu altefnatif untuk memecahkannya.

• Dikoordinir oleh sekolah. Dengan dikoordnir oleh sekolah maka pelaksanaan tes kognitif dapat melibatkan guru lain.

Keuntungan dari cara mengadakan tes seperti ini selain mengurangi

beban guru juga mengurangi beban siswa dan menghemat waktu; dalam satu

jam pelajaran bisa digunakan untuk pengetesan dan PBM. Salah satu contoh

tes kognitif adalah sebagai berikat :

1) Agar melempar lebih jauh, anda harus:

a) meluruskan punggung pada saat melempar

b) merubab. posisi badan ke samping sebelum melakukan lemparan

c) melompat dengan kedua kaki sebelum melempar

d) tidak tahu

2) Untuk apa anda melakukan pemanasan sebelum melakukan olahraga1?

a) agar badan tidak dingin waktu berolaharaga

b) menghindari terjadinya cedera waktu olahraga

c) menguatkan tulang pada waktu olahraga

d) tidak tahu

3) Apa yang harus dilakukan supaya anda bisa melompati bangku lebih

tinggi?

a) kedua hingkai harus liirus sebeluni rnelornpat

b) berdiripadajarikaki sebelum melompat

c) tekuk lutut sebelum melompat

d) tidaktahu

4) Apa yang harus dilakukan agar bisa mengangkat benda berat dengan

aman? -

a) bengkokkan ke dua lutut

b) bengkokkan punggung

c) luruskan kedua tungkai

d) tidak tahu.

5) Untuk menangkap bpla dengan benar, anda harus:

a) bengkokkan kedua sikut

b) luruskan kedua lengan

c) palingkan kepala ke samping

d) tidak tahu

2. Tes tulis singkat di lapangan

Salah satu tes tubs singkat di lapangan adalah dengan cara menyuruh siswa untuk menolong temannya yang tidak bisa. Guru membawa kertas untuk ujian berikut pensilnya. Selanjutnya guru menyuruh siswa, rnisalnya " Si Amir tidak tahu cara mendribling bola, ruliskan lima kiat yang ingin anda beritahukan kepada Amir sehingga Amir dapat melakukan dribbling dengan baik". Hasil dari cara seperti ini akan memberi tahu guru tentang apa yang sudah dan belum diketahui oleh siswa dari lima kiat yang harus dikuasai siswa dalam melakukan dribbling.

3. Mengecek pemahamaa siswa

Cara seperti ini biasanya dilakukan pada akhir jam pelajaran. Guru menyuruh atau bertanya kepada siswa untuk mengekpresikan pemahaman teutang konsep atau komponen keterampilan gerak yang baru saja diajarkannya." Sebagai contoh: pada aktivitas penutupan di akhir jam pelajaran, guru bertanya kepada siswa sebagai berikut:

• Tunjukkan bagaimana posisi kedua tangan anda pada saat menangkap bola dari atas!

• Tunjukkan bagaimana cara melakukan streching untuk otot bagian bawah.!

• Tunjukkan bagaimana posisi kedua kaki pada waktu pendaratan setelah melompat!

Hasil dari cara seperti ini memberitahu guru seberapa jauh siswa memaharni konsep. Tentu saja ini tidak berarti bahwa siswa akan mampu menerapkan konsep tersebut dalam praktek. Namun demikian pengertian siswa akan konsep dapat menjadi dasar atau merupakan langkah awal untuk dapat menguasai keterampilan dengan baik.

4. Kartu survey

Cara lain untuk mengetahui apakah siswa memahami konsep yang diajarkan adalah dengan cara menggunakan kartu suvey pada akhir jam pelajaran. Guru membagikan kartu merah dan hijau kepada siswa di akhir jam pelajaran. Selanjutnya mendemonstrasikan gerakan suatu keterampilan dengan salah (atau benar). Surah siswa mengumpulkan kartu di tempat tertentu pada saat siswa meninggalkan lapangan. Kartu merah apabila yang diperagakan guru benar dan kartu biru apabila yang diperagakan guru salah. Sisa kartu diberikan lagi pada gurunya.


E. Tes Sikap

Selain tes-tes yang sudah diuraikan di atas, guru juga seharusnya mengadakan tes sikap untuk mengetahui sikap anak didiknya terhadap aktivitas belajar yang diberikan dan sikap terhadap dirinya sendiri. Sikap anak didik ini sangat penting sebagai barometer untuk menentukan kccenderungan gaya hidup (active lifestyle) siswa, sekarang dan selanjutnya. Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan guru untuk melakukan tes sikap.

1. Kartu ceria

Hampir sama seperti kartu survey, guru menyediakan paling tidak tiga kartu ceria untuk setiap siswa. Masing-masing terdiri dari kartu yang bergambar muka. ceria, muka netral, dan muka muram (lihat gambar di bawah ini). Sebelum siswa meninggalkan tempat olahraga, suruh siswa untuk memilih salah satu kartu tersebut dan simpan di tempat yang sudah ditetapkan guru. Pilihan kartu harus menggambarkan perasaan siswa akan kemarripuannya, kesenangannya, atau akan pelajaran yang diberikan gurunya. Beberapa contoh pertanyaan yang diajukan guru kepada siswa sebelum siswa mengambil kartu sebagai berikut:

a) Bagaimana perasaan anda tentang pelajaran hari ini?

b) Bagaimana perasaan anda tentang kemampuan anda dalam mendribbling bola di tempat?

c) Bagaimana pearasaan anda untuk melanjutkan belajar dribbling pada pertemuan berikutnya?

d) Bagaimana perasaan anda apabila latihan conditioning pada kegiatan ekstrakurikuler?

Contoh kartu ceria:

Muram Ceria Netral




2. Tes Tulis

Selain biasa digunakan untuk tes kognitif, tes tulis sering juga digunakan untuk tes sikap. Tes sikap seperti ini cukup baik untuk meggambarkan sikap siswa terhadap aktivitas yang dilakukannya. Dari hasil penelitian (Graham, Metzler, dan Webster, 1991) tentang sikap siswa terhadap macam-macam aktivitas menunjukkan bahwa siswa secara konsisten melingkari gambar wajah ceria kecuali untuk sikap terhadap senam dan tari, siswa lebih banyak melingkari gambar yang netral dan muram, terutama siswa laki-laki terhadap kegiatan tari menunjukkan sikap yang muram. Dari hasil penelitian tersebut secara implisit menyarankan bahwa aktivitas senam dan tari dalam Pendidikan Jasmani harus dievaluasi kembali, Beberapa contoh pertanyaan tes tulis untuk mengetahui sikap siswa adalah sebagai berikut:


No Pernyataan Pilihan

1 Saya lebih senang melakukan latihan atau berolahraga dari pada nonton TV Ya tidak

2 Orang yang berlatih secara teratur narnpak lebih senang melakukan kegiatan olahraga Ya tidak

3 Di sekolah, saya selalu ingin mendapatkan pelajaran Penjas Ya tidak

4 Selama Pelajaran Penjas di sekolah, saya melakukan olahraga sampai berkeringat Ya tidak

5 Pada saat tumbuh dewasa, saya mungkia akan giat melakukan olahraga Ya tidak

6 Bagaimana perasaan anda tentang kemampuan stroke dalam bulutangkis


7 Bagaimana perasaan anda tentang kemampuan menendang bola ke target




No Pernyataan Pilihan

8 Bagaimana perasaan anda tentang kemampuan lari jarak jauh


9 Bagaimana perasaan anda tentang kemarapuan melakukan macam-macam

permainan dan olahraga


10 Bagaimar.a perasaan anda tentang partisipasi dalam senam


11 Bagaimana perasaan anda tentang partisipasi dalam tari




F. Grading (Penentuan Nilai)

Penentuan nilai merupakan bagian yang penting dalam proses evaluasi. Tanpa penentuan nilai, skor maupun informasi yang diperoleh melalui pengukuran terkadang kurang mempunyai makna. Oleh karena itu skor atau informasi yang diperoleh melalui pengukuran selalu dilengkapi dengan usaha penentuan nilai.

Sementara itu, penentuan nilai juga haras memperhatikan kritera tertentu, yaitu Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP). Penilaian Acuan Norma digunakan untuk membedakan kemampuan siswa dengan siswa lainnya: dalam suatu kelompok. Artinya, penampilsn seseorang dibandingkan dengan yang lainnya untuk mengetahui seberapa baik yang bersangkutan dalam kelompok. Sebaliknya, Penilaian Acuan Patokan adalah membandingkan kemampuan seseorang dengan tingkat penguasaan tertentu. Tekanan dari penerapan PAP adalah penetapan tingkat penguasaan materi pada diri siswa. Sedangkan PAN menitik beratkan pada seberapa jauh penyimpangan seseorang dari rata-rata kelompoknya. Beberapa cara yang dapat ditempuh untuk melakukan penilaian antara lain adalah sebagai berikut:

1. Metode Kesenjangan dalam Distribusi

Metode kesenjangan dalam distribusi adalah salah satu metode penentuan nilai yang didasaikan pada kesenjangan pcnyebaran skor yang diperoleh dari hasil pengukuran. Skor hasil pengukuran yang biasanya bervariasi diurutkan atau direngking dari skor yang tertinggi sampai skor yang terendah. Dari rengking tersebut selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan besamya skor. Klasifikasi skor tinggi diberi nilai paling tinggi demikian juga klasifikasi. skor paling rendah diberi skor paling rendah. Untuk lebih jelasnya lihat contoh di bawah ini.



Skor Nilai Skor Nilai

85 85 84 83 82 A 67

67

66

65

66

64

64 C




75 74 73 72



B



58 57 57 D

42 41

40 E


Rentang skor dari masing-masing tes dan kelas biasanya bervariasi, ada yang besar dan ada juga yang kecil. Oleh karena itu interval skor dari masing-masing klasifikasi nilai juga berbeda-beda. Rentang skor yang besar biasanya mempunyai interval skor yang besar juga. Besar interval skor pada contoh di atas adalah empat. Untuk nilai A, misalnya, terdiri dari siswa yang mempunyai skor antara 82 - 85. Karena inerval skor sangat bervariasi tergantung dari rentang skor, maka cara ini kurang disukai oleh para guru.

2. Metode Persentase

Metode persentase adaJah salah satu metode penentuan nilai yang didasarkan pada persentase tingkat penguasaan materi yang tercermin dari skor hasil tes. Oleh karena tingkat penguasaan digunakan sebagai kriteria, maka acuan yang digunakan dalam metode ini adalah acuan patokan. Contoh metode persentase dapat dilihat pada tabel di bawah ini.



Nilai Tingkat Penguasaan

A B C D G 80%

70%

60%

50%

di bawah 50%


Permasalahan yang dihadapi para guru yang akan menggunakan metode.ini adalah penentuan batas lulus atau batas nilai. Misal berapa persen seorang siswa harus menguasai materi pelajaran apabila ingin mendapat nilai A, untuk nilai B, dst. Patokan yang jelas tentang batas nilai atau batas lulus tersebut memang tidak tegas. Oleh karena itu penentuan.batas tersebut harus dilakukan dengan cermat. Di antara para guru, penetapan batas lulus atau batas nilai tersebut sering juga dilakukan berdasarkan pengalaman.

3. Metode Kumulatif Skor

Metode ini pada dasamya adalah metode penentuan nilai yang didasarkan pada total skor dari beberapa tes yang diberikannya. Untuk itu, guru harus mengetahui dulu jumlah skor dari masing-masing tes pada setiap siswanya, Selanjutnya skor tersebut dijumlahkan untuk mengetahui skor totalnya. Berikutnya guru harus menentukan.skala penilaiarinya. Untuk lebih jelasnya, lihat con,toh di bawah ini.


Nama Skor masing-masing tes Total Skor Nilai


tesl tes 2 tes 3 tes 4




45 72 62 82 53 46 66 73 63

68 77 54 54 46 47 64 215

232 252 273

Keterangan: Tes 1 = teori

Tes 2 = kesegaranjasmani

Tes 3 = keterampilan olahraga

Tes 4 = partisipasi


Skala Penilaian


Nilai Rentang Skor

A di atas 330

B 330 - 281

C 280 - 231

D 230 - 180

E di bawah 180


4. Metode Kurva Normal

Metode penentuan nilai yang paling lazim digunakan adalah metode kurva normal. Metode penentuan nilai dengan cara ihi didasarkan pada sebuah distribusi normal. Untuk dapat menggunakan metode ini, penilai harus paham betul tentang ciri-ciri kurva normal, cara menghitung skor rata-rata dan simpangan baku, dan luas kurva normal. Setelah diperoleh skor rata-rata dan simpangan baku maka penentuan batas skor bagi masing-masing interval nilai sesuai dengan luasnya kurva normal tidak akan terlalu sulit. Sementara itu, batas skor bagi masing-masing interval nilai sifatnya tidak kaku; bisa saja dimodifikasi, misal, intervalnya menjadi lebih besar agar bisa mengkatrol skor yang lebih kecil. Tabel di bawah ini merupakan salah satu contoh penentuan nilai dengan menggunakan metode kurva normal.

Nilai Skor-z Skor T Persentil

7 %

18 %

50 %

18 %

7 % 1,48 ke atas

0,67%

-0,67%

-0,48%

-1,48 ke bawah 64,8 ke atas

56,7- 64,8

43,3- 56,7

35,2- 43,3

35,2 ke bawah 93 ke atas

75 - 92

26 -74

8 -25

7 ke bawah


5. Metode Kontrak

Metode penentuan nilai yang mungkin paling jarang digunakan di Indonesia adalah metode kontrak. Namun demikian cara ini terkadang digunakan, misalnya, di perguruan tinggi. Metode kontrak adalah metode penentuan nilai yang didasarkan pada kesepakatan antara guru dan siswa tentang apa-apa yang harus dilakukan siswa untuk memperoleh nilai tertentu. Sebagai contoh untuk menentukan nilai A pada pelajaran atletik, lihat tabel di bawah ini.



Nilai kriteria

A laril00m=12detik

lompat jauh = 5 m

tolak peluru 7 m

membuat jurnal dari 3 artikel atletik makalah 3-4 lembar


Untuk memperoleh nilai B, tentu saja kriteria yang harus terpenuhinya lebih rendah dari pada untuk memperoleh nilai A. Contoh niiai-nilai yang penulis gunakan tersebut di atas yaitu dalam bentuk huruf (A, B, C, D, dan E) sebetulnya bukan satu satunya bentuk nilai yang sering digunakan. Bentuk nilai lainnya yang sering juga digunakan misalnya:

1. Dalam bentuk angka misalnya, dari mulai satu sampai 10.

2. Dalam bentuk kata misalnya, bagus, sedang, dan kurang, memuaskan,

dan tidak memuaskan.

3. Dalam bentuk persentase, misalnya: 64%, 70%, 56%.

4. Dalam bentuk dua kelas dikhotomi, misakya: berhasil dan gagal.

Namun demikian, apapun bentuk nilai yang digunakan, yang penting adalah kebermaknaan bentuk nilai tersebut bagi orang tua siswa. Oleh karena itu Portman (1989) menganjurkan para penilai untuk nielakukan hal sebagai berikut:

1. Memberi tambahan pemberitahuan kepada orang tua siswa tentang kelemahan anaknya (misalnya aspek menendang, melempar, memvolley) daripada hanya sekedar memberitahu nilainya saja misalnya enam atau tujuh.

2. Memberikan program perbaikan kepada orang tua siswa tentang bagaimana cara memperbaiki kelemahan keterampilan anaknya melalui pemberian gambar dan program latihannya, sehingga diharapkan para orang tua juga dapat membantu meningkatkan keterampilan anaknya yang dinilai masih kurang.













BAB III

KESIMPULAN


A. Alasan penting diadakannya penilaian kemajuan hasil belajar siswa di sekolah adalah sebagai berikut :

1. Menuntut guru untuk menelaah secara seksama kemampuan setiap siswa apakah siswa sudah cukup mampu melakukan, misalnya, keterampilan yang menjadi tujuan pengajaran.

2. Memberikan informasi tentang keberhasilan keseluruhan program: aspek-aspek apa saja yang sudah dikuasai dan yang belum dikuasai oleh siswa.

3. Meningkatkan akreditasi profesi. apabila dilaksanakan dengan administrasi yang tertib

4. Alat ukur yang dapat dipertanggung jawabkan untuk mengukur keberhasilan PBM yang dilakukan oleh gurunya

B. Macam-Macam Tes Kesegaran Jasmani

1. Mengetes sendiri dan dengan partner

2. Kentang katagori hasil tes (skor) yang lebih luas

3. Melibatkan orang lain

C. Tes Keterampilan Gerak

1. Tempat Tes yang Permanen

2. Menilai komponen yang kritis

a. Mengobservasi satu komponen kritis

b. Videotaping

D.Tes Kognitif

1. Tes di Kelas

2. Tes tulis singkat di lapangan

3. Mengecek pemahamaa siswa

4. Kartu survey

E. Tes Sikap

1. Kartu ceria

2. Tes Tulis

F. Grading (Penentuan Nilai)

1. Metode Kesenjangan dalam Distribusi

2. Metode Persentase

3. Metode Kumulatif Skor

4. Metode Kurva Normal

5. Metode Kontrak


DAFTAR PUSTAKA

Adang Suherman (2009). Revitalisasi Pengajaran Dalam Pendidikan Jasmani. CV Bintang Warli Artika. Bandung.

Nurhasan,dkk (1992). Evaluasi Pengajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Depdikbud Dikti Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.

Baca Selengkapnya......