Senin, 21 Maret 2011

ISU MORAL DALAM SEPAK BOLA

Oleh:Subarna

ABSTRAK
Kompetisi sepakbola di negara-negara maju seperti Liga Italia, Liga Inggris, dan Liga Jerman , kalau kita amati semakin mengalami peningkatkan, seiring dengan peningkatan tersebut tentu saja akan berdampak positif terhadap berbagai sektor, salah satunya mampu meningkatkan finasial, dan yang paling penting tentu saja dapat meningkatkan prestasi negara tersebut dari tahun ke tahun. Lantas yang menjadi pertanyaan kita kenapa persepak bolaan di Negara maju bisa berkembang dengan pesat, hal itu disebabkan dari semakin baiknya sistem, manajemen klub, dan manejemen pertandingan yang dikelola oleh orang-orang yang ahli di bidangnya. Tentu saja hal itu sangat jauh berbeda dengan sepak bola nasional, citra buruk yang ditujukan kepada PSSI oleh sebagian masyarakat bahkan sporter , hal ini diakibatkan oleh adanya beberapa kasus yang terjadi di sepakbola Indonesia, antara lain gol bunuh diri pemain nasional Mursid Effendi dalam piala Tiger (Rusli Lutan, 2001), perkelahian, isu suap, bahkan isu pssi sudah dijadi alat politik . Karena itu kasus tersebut lebih disoroti dari system nilai yang kita sebut sportivitas atau fair play. Atas phenomena tersebut, sehingga dalam tulisan ini akan dipaparkan isu-isu moral dalam cabang olahraga sepak bola.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kompetisi dan setiap kejuaraan yang digelar, selain tujuan utamanya berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik, pada dasarnya mempunyai tujuan dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap masyarakat. Namun kalau kita mengamati berbagai kompetisi terutama dalam cabang olahraga sepak bola, meskipun kita sangat bisa mengambil dampak positif dari sebauh kompetisi yang digelar, akan tetapi tak dipungkiri juga , kita masih sering dihadapkan dengan dampak negatif seperti yang ditunjukkan oleh para penonton yang membuat keributan atau huru-hara akibat tidak siap menerima kekalahan dari tim kesayangannya. Tentu saja perilaku demikian tidak sesuai dengan harapan dari semua pihak, bahkan ada sebagian oknum pemain ataupun pelatih dan ofisial berbuat curang, seperti dengan cara ‘menjual pertandingan’ atau istilah yang lumrah adalah ‘suap’.
Isu suap dalam sepak bola merupakan hal yang sudah lama dikenal oleh banyak kalangan. Kasus suap merupakan tindakan yang dilakukan oleh salah satu pemain, pelatih, ofisial, wasit, atau tim dengan tujuan menerima atau memberi hadiah berupa materi ataupun non materi yang bertujuan untuk memenangkan permainan dengan cara yang tidak syah. Kasus-kasus dugaan suap yang pernah terjadi tersebut tidak hanya melanda kancah persepak bolaan dunia, akan tetapi terjadi di Negara kita, seperti kasus yang masih hangat yaitu dugaan kasus suap yang dilontarkan kepada PSSI, dibawah ini penulis mencontohkan beberapa dugaan kasus suap yang dilansir oleh beberapa media cetak.
1. Kiper Bruce Grobbelar menjadi tokoh yang paling banyak disorot dalam skandal suap. Pertengahan bulan November 1993 lalu, Liverpool bertandang ke Newcastle untuk melawan klub yang baru saja promosi ke Divisi Utama, The Reds sedikit diunggulkan. Akan tetapi apa yang terjadi, Blarr...bak petir di siang bolong, kejutan membahana di kerumunan suporter Liverpool. The Reds dibantai The Magpies 3 gol tanpa balas. Andy Cole mencetak hat-trick yang membuat kiper Liverpool, Bruce Grobbelaar, termangu-mangu.
Tentu saja kekalahan ini sungguh mengejutkan. Soalnya, performa Liverpool sedang menanjak. Sebelumnya mereka melakoni 4 pertandingan tanpa kalah. Bahkan sempat membantai Southampton 4-2.
Waktu pun berlalu. Pecinta Loverpool mulai melupakan kekalahan memalukan tersebut. Tapi itu tak lama. Setahun kemudian, pada 9 November 1994, mereka dientakkan oleh sebuah artikel kontroversial yang dimuat harian The Sun. Koran kuning asal Inggris tersebut menulis bahwa kiper andalan Liverpool, Bruce Grobbelaar, terlibat skandal pengaturan skor.
Demi uang 40 ribu pounds, Grobbelaar sengaja membiarkan gawangnya dibobol Andy Cole yang mengakibatkan Liverpool kalah 0-3. Saat Liverpool ditahan imbang MU 3-3 pada Januari 1994, pria asal Zimbabwe itu juga dituding menerima suap sebesar 125 ribu pounds. ( Kompas.com, Jumat, 11 Desember 2009)
2. Kasus suap yang dilakukan manajemen Klub Juventus untuk menjadi Juara liga Italy 2006, sehingga Juventus dikenakan sanksi turun ke divisi II. Hal ini berdampak pada sikap dari ketua FIFA yang tidak menyalami pemain Italy ketika menjadi juara dunia, sehingga Paolo Maldini (Pemain Italy) mengecam sikap Ketua FIFA (Gelora, Minggu ke 2 September 2006).
3. Masyarakat pecinta sepak bola di Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, mendesak dituntaskannya kasus dugaan suap mantan manajer Persatuan Sepak Bola Bangkalan (Perseba) Imron Abdul Fatah terhadap Direktur Badan Liga Amatir Indonesia (BLAI) sebesar Rp150 juta.
Mantan Manager Perseba, Imron Abdul Fatah, mengaku memberikan uang suap dengan total Rp150 juta kepada Direktur BLAI, Iwan Budianto, dan Mantan Ketua Umum Pengprov PSSI Jatim, Haruna Soemitro, di Piala Suratin 2009. ( Selasa, 22 februari 20011, qesip berita com).
4. Menpora Andi Mallarangeng meminta agar pihak kepolisian menindak lanjuti informasi yang beredar luas melalui surat elektronik yang mengatakan adanya suap pada final Piala AFF antara Indonesia dan Malaysia Desember 2010 lalu.( Rabu 2 Februari 2011, Media Indonesia. Com)
5. Massa asal Jawa Timur yang tiba di Senayan, Jakarta, Kamis (24/2), mengaku melakukan demonstrasi dengan membawa data tentang kasus-kasus suap yang melibatkan Ketua Umum PSSI Nurdin Halid (Jumat, 25 februari 2011, bola)

B. Masalah
1. Bagaimana gambaran kompetisi sepakbola Indonesia?
2. Apa saja isu moral dalam sepakbola di Indonesia dewasa ini?
BAB II
PEMBAHASAN

Persepakbola di Negara kita telah lama bergulir, bahkan sejak sebelum Indonesia
merdeka sudah banyak klub-klub yang sudah berdiri, salah satunya Persib Bandung yang lahir pada tahun 1933. Fenomena ini merupakan salah satu indikator, bahwa sepakbola di Indonesia telah melakukan pertandingan atau kompetisi sejak puluhan tahun lalu. Bahkan pada saat itu prestasi tim Indonesia cukup membanggakan sehingga cukup disegani oleh Negara-negara di kawasan Asia, salah satu contoh prestasi sepakbola Indonesia pada saat itu ketika menahan imbang Rusia pada olimpiade tahun 1956 di Montreal.
Namun kejayaan yang pernah ditorehkan oleh para pendiri dulu, dengan berjalannya bukan mengalami peningkatan, akan tetapi kini kian hari semakin terpuruk. Salah satu penyebabnya akibat ternoda oleh beberapa kejadian dan tindakan dari beberapa oknum pemain, wasit, bahkan pengurus, dengan beberapa kasus suapnya. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi PSSI sebagai lembaga tinggi persepakbolaan Indonesia kini disinyalir menjadi ajang rebutan oleh para politisi untuk dijadikan sebagai kendaraan politiknya. Di bawah ini akan dibahas beberapa kasus suap dan kisruh PSSI :
2. Ketika salah seorang pemain dari kesebelasan nasional Indonesia dengan sengaja memasukkan bola ke gawang sendiri waktu berhadapan dengan kesebelasan Vietnam dalam babak semifinal “ Piala Tiger”. Tentu saja akibat ulah seorang pemain Indonesia yang terkesan “main sabun” tersebut membuat semua orang kecewa, bahkan semua pecandu boal pun mencelanya bahwa perbuatan itu amoral atau tidak sportif dalam konteks olahraga (Rusli Lutan, 2001)
3. Dugaan korupsi ditubuh PSSI, sehingga banyak kalangan menuntut ketua umum PSSI segera turun. Salah satu contohnya desakan mundur dari manajer Persib Bandung Umuh Muhtar yang melayangkan surat mosi tidak percaya agar ketua umu PSSI Nurdin Halid mundur dari jabatannya.
Dari dua kasus di atas, kasus tersebut lebih banyak disoroti dari sitem nilai yang kita sebut sportivitas atau fair play. Fair play memang mudah diucapkan, tetapi sangat sukar untuk dipraktikan, bukan saja dalam olahraga tetapi juga dalam semua bentuk kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Terkait dengan fair play, dalam rumusan fair play itu sendiri dijumpai makna dalam pernyataan yakni setiap pelaksana olahraga harus ditandai oleh semangat kebenaran dan kejujuran, dengan tunduk kepada peraturan-peraturan, baik yang tersurat maupun yang tersirat (Rusli Lutan, 2001).
Lebih jelasnya tentang fair play dalam dokumen yang lebih mutakhir, dalam European Sport Charter and Code of Ethic yang diterbitkan oleh dewan olahraga eropah (1993) disebutkan definisi fair play sebagai : … lebih dari sekedar bermain dalam aturan. Fair play itu menyatu dengan konsep persahabatan dan menghormati yang lain dan selalu bermain dalam semangat sejati. Fair play dimaknakan sebagai bukan hanya unjuk perilaku. Ia menyatu dengan persoalan yang berkenaan dengan dihindarinya ulah penipuan, main berpura-pura atau “ main sabun”, doping, kekerasan (baik fisik maupun ungkapan kata-kata), ekploitasi, memanfaatkan peluang, komersialisasi yang berlebih-lebihan atau melampaui batas dan korupsi.
Lantas kalau kita mencermati kasus yang terjadi di PSSI saat ini tentu kita sepakat bahwa fair play tidak hanya harus dimiliki oleh seorang pemain, akan tetapi harus dimiliki pula oleh para pengurus maupun pencinta olahraga. Sebagaimana kita ketahui bersama saat ini seiring dengan Piala AFF tempo lalu, banyak para pejabat maupun elit politik yang turut terlibat dalam PSSI, sehingga sampai saat ini ditubuh PSSI masih memanas.
Pada kesempatan ini penulis mencoba memaparkan beberapa contoh kasus berbau politis dalam tubuh PSSI :
1. Kuasa hukum Nurdin Halid, Indra Sahnun Lubis, menilai Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng telah memihak kubu Arifin Panigoro dan George Toisutta dalam proses verifikasi ataupun banding pemilihan calon Ketua Umum PSSI. Indra juga mengatakan, Menpora telah melakukan tindakan yang keterlaluan dengan membiarkan hal-hal yang salah terjadi dalam proses pemilihan tersebut. (Kompas.com. 3 Maret 2011)
2. Ketua Komite Pemilihan PSSI Syarif Bastaman menilai, jika Jusuf Kalla maju dalam bursa calon ketua umum PSSI, dia pasti akan menang. Menurut Syarief, Jusuf Kalla telah memenuhi semua kriteria yang dibutuhkan untuk memimpin PSSI. (Kompas.com, 3 Maret 2011)
3. Sejumlah anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat meminta agar Ketua Umum PSSI Nurdin Halid tidak maju lagi dalam pencalonan ketua umum PSSI periode 2011-2015. ( Kompas.com, 1 Maret 2011)
4. Komisi X DPR bersedia memediasi dan akan menjadwalkan pertemuan antara Kemenpora dan PSSI guna mencari solusi permasalahan yang sedang terjadi di PSSI saat ini
Kalau kita cermati dari empat contoh kasus di atas, tentu kita sepakat kisru ditubuh PSSI saat ini lebih mengarah kepada unsur politis. Alasannya saat ini dalam pemilih ketua umum saja lebih mengarah kepada dukung mendukung dari beberapa orang yang nota bene berasal dari partai besar. Sehingga tidak menutup kemungkinan PSSI akan dijadikan kendaraan politik mereka. Atas penomena tersebut sikap Fair play dalam dunia olahraga sepakbola di Negara kita saat ini mungkin belum bisa dipahami oleh beberapa pengurus khususnya di PSSI.

BAB III
KESIMPULAN
Merujuk dari pemaparan beberapa kasus yang terjadi dalam persepakbolaan di Indonesia baik beberapa kasus suap maupun isu moral dalam tubu PSSI, penulis dapat menari kesimpulan bahwa gambaran kompetisi sepakbola di Indonesia maupun kepengurusan PSSI saat ini masih belum dapat menerapkan hakikat fair play yang sebenarnya yaitu bagaimana membumikan perilaku adil dan jujur yang menjadi ruh fair play. Yang mana fair play adalah suatu bentuk harga diri yang tercermin dari kejujuran dan rasa keadailan, rasa hormat terhadap lawan, baik dalam kekalahan maup0un kemenangan, sikpa dan perbuatan ksatria, tanpa pamrih, sikpa tegas dan berwibawa, kerendahan hati dalam kemanangan, dan ketenangan/ pengendalian diri dalam kekalahan.
Sehingga penulis yakin kalau semua pengurus, pemain maupun penonton atau semua yang terlibat dalam persepakbolaan kita sudah memahami hakikat fair play yang sebenarnya yaitu kebesaran hati terhadap lawan yang menimbulkan perhubungan kemanusiaan yang akrab , hangat dan menjadi mesra, tentunya tak akan ada kasus dugaan suap maupun ketributan terkait dengan kepengurusan PSSI, dan penulis yakin dengan sikap fair paly yang dimiliki akan berdampak pada kemajuan tim garuda dimasa yang akan datang sehingga bias menorehkan prestasi dan disegani oleh tim kesebelasan Negara lain seperti apa yang telah dicapai oleh para pendahulunya.


KEPUSTAKAAN


Mingguan Bola (1997). Edisi Jumat Minggu III Agustus 1997.
Rusli Lutan (2001). Olahraga dan Etika Fair Play. Jakarta, CV Berdua Satutujuan, Wihani Group, Departemen pendidikan Nasional.
Radar Bandung (2011). Edisi Maret 2011
Media Indonesia .com (2011), Edisi 2 Februari 2011
Arsip Berita (2011), Edisi 2 Februari 2011
Kompas.com (2011), Edisi 3 Maret 2011
Radar Sumedang (2011), Edisi 2 Maret 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar