Senin, 21 Maret 2011

OLAHRAGA DAN NASIONALISME

Oleh: Subarna,S.Pd

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Organisasi olahraga kompetisi telah dihubungkan dengan nasionalisme, pemerintahan dan Negara. Pasalnya meskipun Indonesia telah merdeka, namun kita masih memerlukan pahlawan yang berjiwa nasionalisme sejati, berjiwa pembaharuan, mempunyai visi dan misi ke depan yang jelas, mampu membaca tanda-tanda zaman, serta berprilaku jujur, tegas dan bijaksana.

Pahlawan seperti itulah yang dikenal dengan satrio pandito ,yaitu orang yang bertugas sebagai kesatria dan sekaligus bertugas sebagai pandito (orang bijak) yang dari dalam jiwanya terpancar kesucian, kejujuran dan kearifan. Hal itu dapat dipraktikan dalam berbagai bidang salah satunya olahraga yakni menjadi atlet yang berjuang sampai titik darah penghabisan untuk mengharumkan nama bangsa.

Nasionalisme merupakan suatu paham /ajaran untuk mencintai bangsa dan negara sendiri atau kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, intregitas kemakmuran dan kekuatan bangsa.

Namun berbeda dengan kondisi saat ini, terkadang kita sering mendengar isu miring baik yang berkembang dimasyarakat maupun yang dilansir oleh beberapa media massa terkait kepindahan atlet maupun jual beli atlet. sehingga terkadang tak heran sering kita jumpai ada atlet yang lebih memilih membela daerah lain dibandingkan dengan membela daerah tempat kelahirannya, dengan alasan hanya sekedar untuk mengejar bonus yang cukup besar.

Selain faktor tersebut, perhatian pemerintah selama ini pun terhadap olahraga terkesan masih setengah hati, hal itu dengan minimnya fasilitas yang memadai terutama di daerah. Makanya sebagaimana diketahui bersama bahwa kondisi keolahragaan nasional sebagai sebuah sisitem khususnya dari segi prestasi pada dewasa ini dalam situasi yang memprihatinkan. Dari kaca mata kesisteman, kualitas hasil (output) ditentukan oleh kualitas masukan input (input) dan kualitas proses yang terjadi. Hasil yang selama ini kita dapatkan merupakan konsekuensi logis dari sub-sistem yang tidak optimal, yakni input dan proses. Dari sisi input, kita kekurangan calon-calon atlet yang berkualitas, baik dari segi anthropometrik,, fisiologis maupun psikologis. Ini disebabkan karena rendahnya budaya olahraga (sport cultur) yang berintikan pada partisipasi. Belum lagi sistem perekrutan yang kurang kredible dan akuntable, karena masih suburnya budaya pilih kasih. Sejalan dengan itu tak heran kalau kita melihat prestasi atlet kita semakin terpuruk. Salah satu contohnya dalam Asean Games XVI Guangzhou belum lama ini. Dalam Asian Games XVII Guangzhou tersebut kontingen merah putih hanya bisa meraih 4 medali emas, meskipun pencapaian tersebut sesuai dengan apa yang ditargetkan KONI sebelumnya, namun pencapaian tersebut belum maksimal karena Indonesia pernah mendapat 6 medali emas di Asian Games XIII Bangkok.



1

Bahkan pencapaian medali pada Asian Games XVII Guangzhou, kontingen Indonesia kalah jauh dengan Malaysia yang mengumpulkan 9 medali emas , apalagi dibandingkan dengan Thailand dengan perolehan 11 medali emasnya.

Merososnya prestasi kontingen merah putih diajang Asean Games tersebut tentu saja mengundang beragam banyak pendapat, seperti halnya yang dilontarkan salah satu pengamat olahraga Fritz Simandjuntak. Selain ia menuding manajeman olahraga yang amburadul, juga ketiadaan fasilitas pemusatan latihan Nasional yang memadai menjadi penyebab prestasi kontingen merah putih kurang maksimal. ”Kita tidak punya fasilitas pelatnas yang bagus, bandingkan dengan Malaysia yang memiliki 7 sport center. Lihat saja pencak silat, kita ususlkan dipertandingkan di SEA Games, sekarang negara lain yang menguasai. Ini karena lawan sudah mempersiapkan diri dengan baik di pusat latihan berkualitas, ” ungkapnya seperti halnya yang dilansir Koran Jakarta Edisi 87.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut

1. Apa sajakah yang harus dilakukan pemerintah dalam rangka membentuk budaya olahraga.

2. Bagaimana hubungan antara olahraga dan nasionalisme sehingga bisa membangkitkan motivasi atlet.

C. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

1. Peranan pemerintah agar dapat membentuk budaya olahraga

2. Hubungan antara olahraga dan nasionalisme


D. Metode Penelitian


Penelitian ini adalah jenis penelitian literer, yakni penelitian yang menjadikan literatur (buku-buku) sebagai bahan rujukannya. Adapun metode yang dipakai adalah

1. Metode Induktif

Metode ini menggunakan cara-cara berpikir dari hal-hal yang sifatnya khusus menuju hal-hal yang bersifat umum

2. Metode Deduktif

Metode ini menggunakan cara-cara berpikir dari hal-hal yang sifatnya umum menuju ke hal-hal yang khusus

3. Metode korelasi

Metode ini menggunakan cara-cara berpikir dengan mencari korelasi (hubungan) antara sesuatu hal dengan hal lain



2


BAB II

PEMBAHASAN MASALAH



A. Peranan Pemerintah Terhadap Pembentukan Budaya Olahraga

Olahraga dewasa ini telah menjadi hak setiap orang yang mendasar. Sehingga olahraga sudah merupakan sebagai hak azasi bagi semua orang. Rupanya sprit inilah yang akhirnya dimanisfestasikan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, khususnya Pasal 6 yang menyatakan antara lain bahwa : ” setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk (a) melakukan kegiatan olahraga, (b) memperoleh pelayanan dalam kegiatan olahraga, (c) memilih dan mengikuti jenis atau cabang olahraga yang sesuai dengan bakat dan minatnya, (d) memperoleh pengarahan, dukungan, bimbingan, pembinaan dan pengembangan dalam olahraga....”. Sementara itu pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban memberikan dukungan pendanaan, ruang terbuka dan tenaga keolahragaan guna mewujudkan pembangunan olahraga.

Suatu era baru pembangunan olahraga berupa Gerakan nasional Keolahragaan seharusnya dimulai dan dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan dalam suatu rencana pembangunan jangka panjang, menengah dan pendek. Mulai gerakan nasional keolahragaan yang merupakan perjalanan panjang tersebut maka upaya peningkatan dan perluasan akses terhadap olahraga sangat diperlukan sehingga setiap orang dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan olahraga. Peningkata dan perluasan partisipasi itu begitu penting dalam menanamkan kecintaan terhadap olahraga dalam rangka membentuk budaya olahraga (sport culture) dalam masyarakat.

Budaya olahraga ini sesungguhnya merupakan pondasi untuk membentuk keluarga, masyarakat dan bangsa yang cinta olahraga. Bangsa berolahraga adalah bangsa yang sehat sehingga menjadikan negara kuat. Prestasi olahraga yang membanggakan dan meningkatkan harkat martabat bangsa dapat diraih melalui olahragawan atau atlet yang sehat dan bugar jasmaninya.


B. Hubungan Nasionalisme dan Olahraga

1. Nasionalisme

a. Pengertian Nasionalisme

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan

sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas

bersama untuk sekelompok manusia.

Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat.

b. Bentuk Nasionalisme

Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau

gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya,

keagamaan dan ideologi. Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak akyat"; "perwakilan politik".

3

Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudulk Du Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia "Mengenai Kontrak Sosial").

c. Nasionalisme Indonesia

Nasionalisme Indonesia pada awalnya muncul sebagai jawaban atas kolonialisme.

Pengalaman penderitaan bersama sebagai kaum terjajah melahirkan semangat solidaritas

sebagai satu komunitas yang mesti bangkit dan hidup menjadi bangsa merdeka. Semangat

tersebut oleh para pejuang kemerdekaan dihidupi tidak hanya dalam batas waktu tertentu,

tetapi terus-menerus hingga kini dan masa mendatang.

Pada masa sekarang ini satu hal yang perlu dibenahi oleh bangsa Indonesia adalah

mentalitas warga masyarakatnya. Sikap mental yang kuat dan konsisten serta mampu

mengeksplorasi diri adalah salah satu bentuk konkrit yang dibutuhkan bangsa Indonesia

pada saat ini. Saat ini memang bangsa Indonesia sedang mengalami massa-masa

keterpurukanya dalam dunia intetrnasional. Krisis multidimensi yang di barengi dengan

krisis ekonomi yang berkepanjanganlah yang menyebabkan kegoncangan dan

keterpurukan mental Indonesia.


2. Pembentukan Karakter Lewat Olahraga

Keprihatinan terhadap fenomena degradasi moral dan karakter bangsa makin terasa akut dari masa ke masa dikalangan masyarakat makin mewabah patologi sosial dan penyalahartian praktik kehidupan demokrasi dengan kebebasan tanpa aturan. Selain itu juga ada perkembangan sentimen kedaerahan dan kesukubangsaan yang makin meluncurkan semangat nasionalisme, maraknya kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia, terjadinya degradasi lingkungan, radikalisme atas nama puritanisme dan otensitas agama.Banyak kalangan berpandangan bahwa problem multidimensional ini harus dipikul oleh institusi pendidikan. Berbeda dengan peran pendidikan di negara-negara maju yang lebih terbatas pada transfer ilmu pengetahuan, pendidikan di Indonesia memikul beban ganda. Beban ganda itu ialah tidak saja transformasi pengetahuan, tetapi ditambah lagi dengan enkulturasi berbagai bidang kehidupan, termasuk pembentukan karakter dan kepribadian dalam kerangka nation and character building. Sayangnya, meski secara konseptual pokok pikiran ini relatif lebih mudah dirumuskan, tetapi praktiknya sungguh rumit. Anatominya meliputi horizon yang amat luas ada perilaku moral, nilai moral, karakter, emosi, logika moral, dan penggalian identitas. Moral karakter berhubungan erat dengan perilaku dan nilai-nilai yang dapat didefinisikan sebagai sikap yang konsisten untuk merespons situasi melalui ciri-ciri seperti kebaikan hati, kejujuran, sportivi-tas, tanggung jawab, dan penghargaan kepada orang lain (Lickona. 1997).

Bagaimana membudayakan perilaku dan nilai-nilai tersebut? Dalam tulisan ini dideskripsikan bahwa melalui pendidikan olahraga, yang selama ini banyak dipandang sebelah mata, temyata banyak nilai perilaku yang secara riil dapat diwujudkan apabila direncanakan secara sistematis.


4

a. Nilai Dasar

Dalam kehidupan sehari-hari olahraga sering disikapi sebagai media hiburan, pengisi waktu luang, senam, rekreasi, kegiatan sosialisasi, dan meningkatkan derajat kesehatan. Secara fisik olahraga memang terbukti dapat mengurangi risiko terserang penyakit, meningkatkan kebugaran, memperkuat tulang, mengatur berat badan, dan mengembangkan keterampilan. Sayangnya, nilai-nilai yang lebih penting dalam konteks pendidikan dan psikologi, yaitu pembentukan karakter dan kepribadian, masih kurang disadari.

Kepribadian, sosialisasi, dan pendidikan kesehatan, serta kewarganegaraan hakikatnya adalah agenda penting dalam proses pendidikan. Sebagaimana pentingnya membaca, menulis, dan berhitung, saat ini perlu ditambahkan lagi dengan respect and responsibility Mengapa? Sebab, sesungguhnya dalam perspektif sejarah sudah sejak lama pendidikan jasmani dan olahraga dijadikan andalan sebagai wahana yang efektif untuk pembentukan watak, karakter, dan kepribadian. Bahkan pembentukan sifat kepemimpinan seseorang dapat dicapai melalui media ini.

Dalam ruang lingkup kehidupan masyarakat, orang tua mengharapkan generasi baru memahami norma salah-benar, kearifan dalam hidup bermasyarakat, memiliki sikap sportif, disiplin, serta taat asas dalam tata pergaulan. Hidup bersama melalui aktivitas olahraga bagi anak-anak dapat memberi pelajaran bahwa permainan dengan tata aturan tertentu dapat menguntungkan semua pihak dan mencegah konflik perbedaan pandangan. Anak-anak juga dapat belajar bersosialisasi melalui permainan-permainan, yang sayangnya fasilitas seperti ini nyaris luput dari perhatian layanan publik.

Padahal melalui aktivitas seperti ini, mereka yang memiliki minat sejenis dapat berbagi pengalaman dalam common ground yang dapat ditransformasikan melalui komunikasi dan interaksi yang kohesif.Peran olahraga kian penting dan strategis dalam konteks pengembangan kualitas SDM yang sehat, mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki sifat kompetitif yang tinggi. Selain itu juga penting dalam pengembangan identitas, nasionalisme, dan kemandirian bangsa. Olahraga yang dikelola secara professional akan mampu mengangkat martabat bangsa dalam percaturan internasional.

Sejarah telah mencatat bahwa olahraga dapat menjadi media pendidikan atau menjadi ikon bisnis dan industri yang prospektif. Olahraga secara potensial dan aktual dapat men-jadi rujukan yang efektif bagi pembentukan watak kepribadian dan karakter masyarakat.

b. Fair Play

Olahraga dengan segala aspek dan dimensinya, lebih-lebih yang mengandung unsur pertandingan dan kompetisi, harus disertai dengan sikap dan perilaku berdasarkan kesadaran moral. Implementasi pertandingan tidak terbatas pada ketentuan yang tersurat, tetapi juga kesanggupan mental menggunakan akal sehat. Kepatutan tindakan itu bersumber dari hati nurani yang disebut dengan istilah fair play.

5

Dalam dua tahun terakhir, model kompetisi yang dijiwai fair play telah diimplementasikan pada kompetisi nasional dalam forum Olimpiade Olahraga Sekolah Nasional (O2SN) dan forum internasional, yaitu ASEAN Primary School Sport Olympiade (APSSO). Hasilnya sungguh menggembirakan karena penerapan tersebut berimplikasi pada perilaku peserta kompetisi yang lebih mencerminkan jiwa sportivitas, kejujuran, persahabatan, rasa hormat, dan tanggung jawab dengan segala dimensinya.

Dalam kode fair play terkandung makna bahwa setiap penyelenggaraan olahraga harus dijiwai oleh semangat kejujuran dan tunduk pada tata aturan, baik yang tersurat maupun tersirat Setiap pertandingan harus menjunjung tinggi sportivitas, menghormati keputusan wasit/juri, serta menghargai lawan, baik saat bertanding maupun di luar arena pertandingan.Kemenangan dalam suatu pertandingan, meski penting, tetapi ada yang lebih penting lagi, yaitu menampilkan keterampilan terbaik dengan semangat persahabatan Lawan bertanding sejatinya adalah juga kawan bermain.Tidaklah diragukan bahwa pendidikan olahraga adalah wahana yang sangat ampuh bagi persemaian karakter dan kepribadian anak bangsa apabila dikembangkan secara sistematis.

Olahraga mengandung dimensi nilai dan perilaku positif yang multidimensional. Pertama, sikap sportif, kejujuran, menghargai teman dan saling mendukung, membantu dan penuh semangat kompetitif. Kedua, sikap kerja sama, team work, saling percaya, berbagi, saling ketergantungan, dan kecakapan membuat keputusan bertindak. Ketiga, sikap dan watak yang senantiasa optimistis, antusias, partisipasi!", gembira, dan humoris. Keempat, pengembangan individu yang kreatif, penuh inisiatif, kepemimpinan, determinasi, kerja keras, kepercayaan diri, kebebasan bertindak, dan kepuasan diri


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas Penulis simpulkan beberapa pokok permsalahan sebagai berikut

1. Peranan pemerintah terhadap olahraga dengan dikeluarkannya UU Ri nomor 3 tahun 2005 tentang sistem keolahragaan nasional. Kalau kita cermati apa yang dilontarkan oleh pengamat olahraga Fritz Simandjuntak (koran Jakarta) terkait kurangnya prasarana dan manajeman, seharusnya itu tidak boleh terjadi di Indonesia. Karena pemerintah sudah mengatur sedemikian rupa tentang keolahragaan dengan dikeluarkannya UU RI nomor 3 tahun 2005 tentang sistem keolahragaan nasional. Seperti halnya pengaturan sarana, pada pasal 67 (2) yang berbunyi pemerintah dan pemerintah daerah menjamin ketersediaan prasarana olahraga sesuai dengan standard yang kebutuhan pemerintah dan pemerintan daerah. (3) jumlah dan jenis prasarana olahraga yang dibangun harus memperhatikan potensi keolahragaan yang berkembang didaerah setempat.

Demikian pula tentang manajemen, kalau betul apa yang tersirat diundang-undang terealisasikan dilapangan tentau saja tidak akan terjadi manejemn yang amburadul seperti apa yang ditudingkan oleh Fritz Simandjuntak, karena di pasal 21 ayat 1 dan 2 pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan pembinaan dan pengembangan olahraga sesuai dengan kewenanagan dan tanggungjawabnya, ayat 2 pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengolahraga, ketenagaan, pengorganisasian, pendanaan, metode, prasarana dan sarana, serta penghargaan keolahragaan. Demikain juga pada pasal 63 ayat 3, tenaga keolahragaan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan keolahragaan sesuai dengan bidang kehalian dan/atau kewenangan tenaga keolahragaan yang bersangkutan.

2. Untuk menciptkana rasa nasionalisme salah satu pilar utama dengan budaya berolahraga dari masyarakat. Ini kita wariskan dari nenek moyang kita sejak tahun 1900 , dikembangkan pada masanya Gerakan Boedi Oetomo (1908), kemudian ditindak lanjuti pada waktu Sumpah Pemuda (1928), yaitu dari embrio nasionalisme, memupuk kesadaran nasional dan menjadi wadah social politik dan alat perjuangan mencapai kemerdekaan.


B. Saran

Mengingat pentingnya sarana pendukung dan manajemen dan menumbuh kembangkan rasa nasionalisme di kalangan para penggemar olahraga/atlet, maka pemerintah harus senenatiasa meningkatkan lagi peransertanya terutama mengimplementasikan apa yang tersirat dalam Undang-Undang nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahrgaan Nasional, sehingga akan menjadi faktor motivasi bagi para atlet untuk meraih pretasi yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar